Lagu lama itu kembali nyaring terdengar. Ingat-ingat saja. Setiap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut kasus korupsi yang melibatkan nama-nama besar, serangan masif pasti datang bertubi-tubi.
Dulu ada kisah cicak vs buaya dan kriminalisasi pimpinan KPK ketika KPK mengusut kasus yang melibatkan petinggi kepolisian. Kali ini, ketika megakorupsi e-KTP yang diduga melibatkan rombongan politikus dibongkar, lagu lama pun kembali diputar. Bahkan kali ini lebih massif dan sadis.
Novel Baswedan, penyidik senior yang menjadi ikon garangnya KPK, diserang secara keji. Wajahnya disiram air keras hingga matanya terancam buta.
Bukan hanya itu. Novel kini juga dipolisikan atasan dan rekannya sesama penyidik KPK dengan tuduhan pencemaran nama baik. Novel tidak sendiri. Ketua KPK Agus Rahardjo pun menjadi sasaran. Dia juga dipolisikan.
Namun, serangan tak berhenti pada sosok-sosok kunci di KPK. Lembaga antirasuah yang selalu menduduki peringkat tertinggi dalam survei kepercayaan publik itu juga terus dibombardir.
Meski dibungkus dengan kemasan seolah ingin memperbaiki KPK, publik sudah mafhum bahwa keberadaan dan sepak terjang Pansus Angket KPK di DPR menjadi bukti kuat betapa upaya pelemahan KPK itu benar-benar nyata.
Seolah tak puas dengan upaya melemahkan KPK, kini beberapa anggota DPR menyuarakan usul untuk membekukan KPK. Usul yang sungguh sulit dicerna akal sehat.
Berbagai manuver itu sejatinya hanya membuka lebih lebar mata publik bahwa serangan ke KPK benar-benar menyasar semua sendinya.
Banyak yang berharap Presiden Jokowi selaku kepala negara bisa mengambil peran yang lebih tegas untuk membela KPK. Banyak yang berharap presiden benar-benar mewujudkan janji-janji kampanyenya.
Namun, kalau harapan itu sulit terlaksana, satu-satunya yang bisa diharapkan membela KPK adalah publik, civil society. Karena itu, tekanan publik kepada eksekutif dan anggota legislatif harus lebih kuat. Hanya soliditas dan dukungan masif publiklah yang bisa memelihara asa agar gerakan antikorupsi tak padam di tengah jalan. Jadi, ayo bela KPK! (*)
LOGIN untuk mengomentari.