in

SMA Negeri 1 Panti, Pendidikan Karakter Jadi Prioritas

SERIUS: Guru SMAN 1 Panti, Dra. Chasiah memberikan materi pembelajaran agama terhadap siswa SMAN 1 Panti, guna membentuk karakter peserta didik, Sabtu (13/5).(DRA. CHASIAH FOR PADEK)

Tidak hanya bidang akademik, pembentukan karakter juga merupakan hal yang menjadi prioritas bagi SMAN 1 Panti, Pasaman. Salah satu bukti nyata yang ditunjukan pihak sekolah adalah dengan melaksanakan shalat Jumat bagi siswa.

Pelaksanaan shalat Jumat bagi laki-laki muslim merupakan suatu kewajiban yang dilaksanakan secara berjamaah. Bahkan pendidikan shalat Jumat dengan syarat dan rukunnya sudah diperoleh anak-anak di rumah dari orang tua, MDA, bahkan di sekolah mulai SD, SMP/MTsN, dan SMA/MAN.

Menariknya, akhir-akhir ini, fenomena pelaksanaan shalat banyak pelajar laki-laki pergi shalat Jumat yang menggunakan baju muslim Jumat sekolahnya. Baik mulai SD, SMP/MTsN, dan SMA/MAN. Ini merupakan hal yang sangat bagus.

Namun masalahnya pelajar-pelajar tersebut pergi tanpa mandi, lusuh, jangankan untuk memakai wangi-wangian yang disunnahkan untuk mengikuti shalat Jumat.  Pada umumnya setiba di dalam masjid baik yang datang lebih awal, maupun yang sudah terlambat tidak langsung masuk masjid.

Tetapi digunakan oleh peserta didik untuk bercengkrama dengan teman-temannya yang masih duduk di atas motornya yang sedang parkir, atau bergelut di luar masjid, main HP, belanja, dan lain-lain. Padahal Khatib sudah naik mimbar untuk memberikan ceramah khotbah.

Padahal, salah satu rukun shalat Jumat adalah mendengarkan dan memperhatikan dengan tekun khutbah yang diberikan Khatib. Siapa yang menyimaknya dengan tekun, maka diampuni dosanya. Tetapi jika dibarengi dengan bermain apalagi berbicara bahkan bercanda, main HP, makan-makan  dan perbuatan lainnya, maka sia-sialah pahalanya (HR Muslim).

Pada umumnya pelajar-pelajar tersebut baru masuk masjid ketika terdengar qamat. Pelajar tersebut baru ada yang mengambil wudhu’ baru masuk shalat, ada yang satu rakaat terakhir mereka baru shalat, bahkan ada yang ekstrim pelajar-pelajar tersebut saling dorongan-dorongan, cukil-cukilan di antara mereka ketika shalat.

Dan pelajar tersebut baru masuk ketika imam duduk akhir akan membaca salam. Setelah itu pelajar-pelajar tersebut keluar pertama kali sambil berlarian keluar masjid tanpa ingin berdoa. Hal ini umumnya sudah terjadi di mana-mana, di kota-kota besar ataupun di desa-desa.

“Hal ini lah yang sering ditemui masyarakat, bahkan tidak sedikit masyarakat yang mengeluh terhadap guru atas perilaku siswa yang dinilai kurang dalam pembentukan karakter,” ungkapnya.

Fenomena tersebut seolah dibiarkan begitu saja dan terkesan sudah terbiasa tanpa adanya teguran baik dari pengurus masjid, maupun masyarakat setempat selaku orang tua ataupun tokoh masyarakat.

“Cendrung masyarakat malah memberi informasi kepada guru, pelajar-pelajar mulai dari SD, SMP/MTsN, dan SMA/MAN banyak yang berbicara, bergelut, main-main HP, dan lain-lain ketika shalat Jumat,” terangnya.

Hal dasar inilah yang menjadi cambuk kuat bagi guru untuk memberikan nilai-nilai karakter kepada peserta didiknya. Di sinilah peranan guru dalam menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didiknya.

Sehingga peserta didik dapat memberikan contoh-contoh karakter yang baik dalam kehidupan bermasyarakat melalui pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari, bukan menjadi pembicaraan negatif dalam masyarakat.

Nilai-nilai karakter berupa religius, jujur, disiplin, kerja keras, toleransi, kreatif, mandiri, perduli lingkungan, dan lain-lain perlu ditanamkan kepada peserta didik atau generasi muda. Dan dijadikan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Maka kehidupan dalam bermasyarakat menjadi sehat, nyaman, dan tentram.

Namun, penanaman nilai karakter juga harus diberikan oleh masyarakat terutama orang tua, bahwa pendidikan karakter tidak hanya diperoleh melalui sekolah saja, tetapi juga dalam kehidupan berkeluarga. Kehidupan peserta didik yang paling dominan berada di lingkungan keluarganya.

Karena orangtualah yang pertama kali menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter kepada anak-anaknya. Kemudian masyarakat di sekitar peserta didik dan juga pihak pemerintah.
Jika lingkungan peserta didik ini telah memberikan dan menanamkan nilai-nilai karakter, maka pendidikan karakter yang digadang-gadangkan ini dapat menjadi nuansa yang baik dalam kehidupan peserta didik.

“Pembentukan karakter ini perlu kita lakukan secara mendalam, sesuai dengan metode yang digunakan oleh guru yang bersangkutan, agar lebih mudah dipahami peserta didik. Apalagi setiap Jumat pihak sekolah selalu mengadakan kultum Jumat pagi, di sinilah kita sebagai guru memulai memahami karakteristik siswa dan mulai membentuk karakter secara perlahan. Namun ini mesti didukung oleh masyarakat dan pemerintah daerah,” jelasnya. (zul)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Jumaini, Kepala TK Bakti Raudatul Adfal (RA) 36 Sipora Jaya: Raih Anugerah GTK

Miniso Hadir di Ruko Damar Padang, Ada Harga Promo Hingga 30 Mei