» Perubahan postur APBN 2020 harus hati-hati, transparan, dan akuntabel agar kredibel.
» Anggaran Penanganan dampak Covid-19 meningkat Rp272,1 triliun menjadi Rp677,2 triliun.
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (3/6), mengimbau jajaran menterinya agar dalam menjalankan program pemulihan ekonomi, khususnya penyaluran stimulus dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), harus dilakukan secara hati-hati, transparan, akuntabel, dan mencegah terjadinya moral hazard yaitu tindakan memanfaatkan kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok.
Dalam rapat terbatas secara virtual yang membahas program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) itu, dia menegaskan perlunya pengawasan dan pendampingan dalam menjalankan program-program tersebut.
“Saya minta pada Jaksa Agung, BPKP, LKPP, dari awal sudah melakukan pendampingan. Jika diperlukan, KPK juga dilibatkan untuk memperkuat sistem pencegahan. Ini penting,” tegas Presiden.
Untuk menjalankan program-program tersebut, pemerintah harus bersama dan berdampingan dengan pihak-pihak terkait guna memikul beban dan bergotong royong agar mencapai tujuan yang ditetapkan. Kegiatan pun diharapkan bisa produktif, di mana para pelaku usaha tetap menjalankan usahanya.
“Saya minta konsep berbagi beban, sharing pain, harus menjadi acuan bersama antara pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, perbankan, dan pelaku usaha harus betul-betul bersedia memikul beban, bergotong royong. Bersedia bersama-sama menanggung risiko secara proporsional dan dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian,” kata Presiden.
Dengan demikian, program pemulihan ekonomi nasional diharapkan bermanfaat bagi para pelaku usaha, terutama yang bergerak di sektor industri padat karya. “Hati-hati untuk industri padat karya. Sektor ini menampung tenaga kerja yang sangat banyak sehingga goncangan pada sektor ini akan berdampak pada para pekerja dan tentu saja ekonomi keluarganya,” kata Jokowi.
Koreksi Dalam
Dalam kesempatan itu, kepala negara juga mengimbau jajaran menteri ekonomi agar cepat merealisasikan program pemulihan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi yang pada kuartal I-2020 hanya 2,97 persen tidak terkoreksi lebih dalam bahkan minus pada kuartal-kuartal berikutnya.
“Saya minta agar semua skema pemulihan ekonomi yang telah dirancang dipastikan segera beroperasi di lapangan,” katanya.
Sebagai konsekuensi dari meningkatnya biaya pemulihan ekonomi, kian memicu membengkaknya defisit anggaran menjadi 1.039,2 triliun rupiah atau 6,34 persen dari proyeksi sebelumnya 852,9 triliun rupiah atau 5,07 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Berkaitan dengan itu, Presiden meminta agar Menko Perekonomian, Menkeu, Kepala Bappenas untuk mengkalkulasi lebih cermat, detail, dan matang berbagai risiko fiskal ke depan.
“Saya ingin tekankan lagi agar perubahan postur APBN betul-betul dilakukan secara hati-hati, transparan, akuntabel sehingga APBN 2020 bisa dijaga, dipercaya, dan tetap kredibel,” kata Presiden.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengatakan bahwa anggaran untuk penanganan dampak Covid-19 meningkat menjadi 677,2 triliun rupiah dari sebelumnya sebesar 405,1 triliun rupiah.
Kenaikan tersebut akan dialokasikan ke berbagai sektor, terutama ke sektor kesehatan sebesar 87,55 triliun rupiah, perlindungan sosial senilai 203,9 triliun rupiah, dukungan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 123,46 triliun rupiah. Selain itu juga diberi insentif bagi dunia usaha sebesar 120,61 triliun rupiah dan korporasi baik BUMN maupun swasta sebesar 44,57 triliun rupiah. Terakhir, sebesar 97,11 triliun rupiah untuk dukungan sektoral maupun kementerian/ lembaga serta pemerintah daerah.
Ekonom Indef, Esther Sri Astuti, mengatakan sebenarnya untuk memperkirakan dampak Covid-19 pemerintah seharusnya tidak hanya mengacu pada angka forecast, tetapi juga harus benchmarking atau belajar dari pengalaman negara-negara lain yang sudah berhasil meredam dampak Covid.
“Selain itu, juga harus dipertimbangkan sisi kultural karena Indonesia mempunyai budaya dan nilai yang berbeda dengan negara lain,” tutupnya. fdl/ers/uyo/E-9