Presiden Usulkan Hadi Tjahjanto Sebagai Panglima TNI
Keputusan Presiden Joko Widodo untuk mengusung Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebagai calon tunggal Panglima TNI mendapat respons beragam dari parlemen. Sosok Hadi dinilai memiliki kapasitas, namun kedekatan mantan Sekretariat Militer Presiden dengan Presiden Jokowi juga menjadi isu yang menarik perhatian.
Kepastian pencalonan KASAU sebagai calon Panglima TNI disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Fadli mendapat surat yang dikirimkan langsung oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Isi surat yang disampaikan ke Plt Sekretaris Jenderal DPR Damayanti itu terkait usulan calon Panglima TNI pengganti Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. ”Calon tunggal yakni KASAU Hadi Tjahjanto,” kata Fadli di gedung parlemen, kemarin (4/12).
Menurut Fadli, surat usulan calon Panglima TNI ini akan segera diproses. Setelah dibahas dalam Badan Musyawarah DPR, surat itu akan dibacakan dalam sidang paripurna DPR. Biasanya, surat itu kemudian akan dilimpahkan ke Komisi I DPR sebagai mitra dari TNI, untuk diproses dalam fit and proper test.
”Kami harapkan sebelum reses pada masa sidang ini, tapi nanti kami koordinasikan dengan Pimpinan Komisi I DPR dan fraksi-fraksi untuk diagendakan uji kelayakan dan kepatutan,” ujarnya.
Terpisah, Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almsyhari menyebut telah mendengar informasi itu. Secara pribadi, Kharis menyampaikan apresiasi kepada Gatot selaku Panglima TNI saat ini, yang akan masuk pensiun pada bulan Maret 2018 nanti. Menurut Kharis, Gatot telah menunjukkan dedikasi, profesionalisme dan kecakapan sejak memimpin sejak 2015 lalu.
”Semoga dilanjutkan dan dikembangkan oleh penerus estafet kepemimpinan yang baru kelak,” kata legislator Partai Keadilan Sejahtera itu.
Menurut Kharis, pemilihan sosok Hadi juga menjawab pertanyaan atas sosok calon Panglima TNI yang diusulkan Presiden. Dari sisi masa jabatan, Hadi yang memulai dinas pada 1986 masih memiliki masa kerja relatif lama, dibandingkan Kepala Staf Angkatan Darat maupun Kepala Staf Angkatan Laut saat ini.
Selain itu, mantan Komandan Lanud Abdulrachman Saleh itu itu juga dinilai sukses selama menjadi KASAU. ”Rekam jejak beliau sebagai KSAU juga bagus seperti keberhasilannya merevitalisasi alutsista TNI AU lebih modern dan tangguh sesuai jamannya,” ujar Kharis.
Kharis menyatakan, tugas Komisi I saat ini adalah segera memproses dan menindaklanjuti surat presiden. Begitu surat itu dilimpahkan ke Komisi I oleh pimpinan DPR, pihaknya akan segera melakukan rapat internal menjadwalkan proses fit and proper test kepada Hadi.
”Semua anggota DPR RI wabil khusus Anggota Komisi 1 punya hak dan kewajiban yang sama untuk menelaah, memberikan penilaian apakah menerima atau mengembalikan surat Presiden Jokowi terkait pergantian Panglima TNI ini,” tandasnya.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi I DPR Asril Tanjung mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi yang mengirimkan nama Hadi sebagai calon Panglima TNI. Menurut Asril, salah satu hal yang bisa ditanyakan adalah terkait kedekatan hubungan Hadi dengan Presiden Jokowi. Saat Jokowi menjabat Wali Kota Solo, Hadi pada saat itu menjabat sebagai Komandan Lanud Adi Soemarmo Boyolali.
”Nanti kita lihat semua. kami juga nggak bisa berdasarkan sekertarian dari Solo (atau) orang Solo saja, tapi seluruhnya, gimana pemikirannya, dasar-dasar kenegaraannya, cinta tanah airnya, pengetahuan masalah TNI,” ujar mantan Kepala Staf Kostrad TNI itu.
Presiden Joko Widodo sendiri yakin Hadi merupakan calon yang tepat untuk dijadikan panglima TNI. ”Saya meyakini beliau memiliki kemampuan dan kepemimpinan yang kuat, dan bisa membawa TNI ke arah yang lebih profesional,” ujar Jokowi usai meresmikan tol Soreang-Pasir Koja di Bandung, kemarin (4/12).
Selebihnya, alasan utama Presiden adalah karena Jenderal Gatot Nurmantyo akan pensiun per 1 April 2018. ”Sehingga ada mekanisme, kita harus mengajukan ke DPR terlebih dahulu. Kita mengajukan pak KASAU, Marsekal Hadi Tjahjanto untuk mendapatkan persetujuan,” tambahnya.
Hubungan Jokowi dengan Hadi tidak terjadi secara instan. Jokowi mengenal Hadi sejak keduanya sama-sama meniti karier di Kota Solo pada medio 2010-2011. Kala itu, Jokowi adalah Wali Kota Solo, sementara Hadi menjabat sebagai Komandan Lanud Adi Sumarmo Solo dengan pangkat Kolonel.
Ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, di saat hampir bersamaan Hadi juga pindah ke ibu kota. Sejak 2011, Hadi menjadi pamen Sekretaris militer di Kementerian Sekretariat Negara. Beberapa bulan setelah Jokowi dilantik menjadi gubernur, Hadi dimutasi ke Mabes TNI AU. Dia ditugaskan menjadi Kepala Dinas Penerangan TNI AU dengan pangkat Marsekal Pertama.
Pada 2015, Hadi dipindahtugaskan menjadi Komandan Lanud Abdulrachman Saleh Malang, sementara Jokowi menjadi Presiden. Tidak lama, Jokowi pun menariknya ke Istana menjadi Sekretaris Militer Presiden. Setahun menjadi Sesmil, Hadi Dipromosikan menjadi bintang tiga dengan menjabat Inspektur Jenderal Kementerian pertahanan. Baru beberapa bulan menjabat, Pria kelahiran Malang itu dipromosikan menjadi KSAU.
Sementara itu, Pengamat Militer Connie Rahakundini Bakrie menilai memang sudah saatnya jabatan panglima TNI diserahkan kepada TNI AU. Bukan semata-mata alasan giliran, melainkan untuk mengikuti visi presiden dan perkembangan doktrin militer global yang semakin banyak berubah.
Menurut catatan, kali terakhir Marsekal AU menjadi Panglima TNI terjadai hampir 12 tahun lalu. Pada 13 Februari 2006, Marsekal Djoko Suyanto dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Panglima TNI menggantikan Jenderal Edriartono Sutarto. Setelah era Djoko yang menjabat selama 22 bulan, panglima TNI berganti empat kali tiga dari AD dan satu kali dari AL.
Connie menuturkan, di tangan seorang marsekal, TNI diharapkan lebih mampu mengikuti visi poros maritim dunia yang digagas dan dijalankan presiden tiga tahun belakangan. Mengapa bukan TNI AL? ”Pergerakan kapal-kapal TNI AL harus mendapatkan perlindungan. Dan perlindungan itu datangnya dari udara,” lanjutnya.
Visi poros maritim dunia mengharuskan Indonesia memperkuat angkatan laut bila ingin mampu bersaing dengan negara lainnya. ”Tapi, dalam perang modern, di negara manapun angkatan laut pasti akan mendapat dukungan penuh dari angkatan udara,” tutur Connie. Maka, dengan menempatkan TNI AU sebagai panglima, Indonesia akan selangkah lebih maju.
Connie mencontohkan Tiongkok dan India yang saat ini sedang giat memperkuat armada lautnya. Kedua negara itu sudah siap bersaing di lautan. Meskipun demikian, yang perlu diwaspadai bukan kedua negara itu. Indonesia perlu menengok ke selatan, di mana ada negara tetangga, yakni Australia. ”Australia itu sudah mengubah doktrin militernya menjadi berbasis udara,” lanjutnya.
Bila ingin mengimbangi, maka mau tidak mau Indonesia harus juga mengubah doktrin militernya. Doktrin TNI harus menjadi militer yang memiliki kekuatan untuk mendukung poros maritim dunia. Tentunya, seluruh matra akan tetap bekerja sama seperti biasa. Visinya saja yang berubah, sehingga pengembangan kekuatan militer menjadi lebih fokus.
Connie menuturkan, saat ini TNI belum punya konsep untuk mendukung visi poros maritim dunia. ”Seharusnya panglima saat ini sudah membuatnya dua tahun lalu. Nyatanya belum ada,” tambah Connie. Dia berharap, panglima berikutnya mampu menerjemahkan visi itu dalam merancang kekuatan militer. Dia menilai TNI AU paling pas untuk kebutuhan tersebut. (*)
LOGIN untuk mengomentari.