in

Sumbar Kembangkan IKM dengan Hilirisasi 12 Komoditi Unggulan

Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) menjadi perhatian Pemprov Sumbar di bawah kepemimpinan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno dan Wakil Gubernur Nasrul Abit. Upaya untuk pengembangan IKM tersebut dilakukan, dengan mengarahkan IKM untuk memilih usaha sektor produk turunan (hilirisasi).

”Di Sumbar pengembangan IKM, mengutamakan hilirisasi, untuk mendapatkan nilai manfaat lebih tinggi, karena jika hanya menjual bahan baku, maka posisi tawar kita rendah,”ungkap Gubernur Sumbar Irwan Prayitno melalui, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumbar, Asben Hendri.

Dengan memilih sektor hilir, maka pemerintah juga menyediakan pasar, agar IKM, tidak kesulitan untuk memasarkan produknya.

“Selama ini, setelah dibina, pelaku usaha sudah produksi, namun pasar tidak ada. Akhirnya usaha tersebut gulung tikar. Ini yang menjadi masalah selama ini,” terangnya.

Pemprov tidak hanya melakukan pembinaan, melatih sumber daya manusia (SDM), tetapi sekaligus menyediakan pasar. Salah satu komoditi yang dibukakan pasarnya adalah gambir. Sedangkan sentra IKM yang tepat untuk gambir ini adalah, IKM tekstil. ”Gambir itu bahan baku tinta. Jika diolah menjadi tinta, maka akan memiliki daya serap lebih tinggi. Begitu juga sebaliknya, sentra IKM tekstil gampang mendapat bahan baku tinta,” paparnya.

Pasar gambir tidak perlu dikendalikan orang lain lagi. Begitu juga dengan IKM tekstil, akan mendapatkan suplay bahan baku yang lebih murah. “Coba bayangkan 88,9 persen produksi gambir itu berasal dari Indonesia. Sedangkan Indonesia itu asalnya Sumbar, yakni di Kabupaten Pessel dan Limapuluh Kota. Selama ini harganya tidak pasti, bahkan ada yang mencapai Rp35 ribu/kg,” ujarnya.

Begitu juga dengan komoditi lainnya. Bagaimana ada IKM yang mau mengolah kakao di Sumbar, CPO di Sumbar. Sehingga harga komoditi lebih tinggi. Apalagi dengan adanya hilirisasi, maka nilai komoditas itu lebih tinggi.

Anggarkan Rp51,3 Miliar

Pemprov Sumbar sudah menetapkan regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) Nomor 14/2018 tentang Rencana Pembangunan Industri Provinsi Sumatera Barat tahun 2018 hingga 2038. Arah pembangunan industri di Sumbar mengacu pada peraturan tersebut. Dengan lahirnya Perda Nomor 14/2018 pengembangan IKM Sumbar menjadi terarah. Meski begitu, Sumbar tetap membutuhkan dukungan dan political will dari pemerintah pusat.

Pemprov Sumbar menetapkan 12 komoditi untuk dikembangkan. Komoditi itu yakni, pengembangan hasil laut, pengolahan kakao (coklat), pengolahan makanan (kuliner), pengolahan gambir, pengolahan minyak atsiri, pembuatan semen, pengolahan kulit, tekstil, alat industri pertanian, kemaritiman, pengolahan kelapa dan kelapa sawit. Pengembangan tidak hanya dari kabupaten/kota dan provinsi. Namun juga dibantu pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Tugas Pembantuan (TP).

Pada 2019, Pemprov dan Kementrian Perindustrian mengalokasikan anggaran Rp51,3 miliar, untuk empat sentra di Sumbar. Anggaran tersebut disalurkan langsung pada kabupaten/kota. Kemudian Pemprov Sumbar melakukan monitoring dan sosialisasi, agar program tepat sasaran, melahirkan IKM baru dan terserapnya tenaga keja.

Tahun ini, ada empat sentra IKM yang mendapatkan anggaran dari pemerintah pusat. Sentra itu yakni, pengembangan industri pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel). Pessel mendapatkan kucuran anggaran senilai Rp14,5 miliar untuk mengembangkan produk-produk hasil olahan ikan. Menetapkan Pessel sebagai sentra IKM pengolahan hasil perikanan karena, potensi industri di Pessel ada pada pengolahan perikanan. Mulai makanan berbahan ikan, sampai produk turunan lainnya.

Kemudian sentra IKM pengelolaan coklat di Kabupaten Padangpariaman. Selama ini, Sumbar menjadi salah satu penghasil kakao di Indonesia, terutama Padangpariaman. Meski begitu, hasil kakao tersebut lebih banyak dijual dalam bentuk bahan baku. Tak banyak yang diolah langsung menjadi produk turunan. Untuk itu, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp15,5 miliar tahun ini. “Sekarang sudah ada beberapa kelompok masyarakat mengolah kakao. Mereka membuat menjadi coklat yang bisa langsung dikonsumsi, namun belum berproduksi rutin. Dengan adanya anggaran ini, diharapkan menjadi industri yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,”ujarnya.

Kemudian, pengembangan IKM sentra logam/perbengkelan di Kabupaten Dharmasraya. Di Kabupaten ini sekarang sudah ada sejumlah kegiatan perbengkelan sudah berjalan. Kemudian anak-anak muda yang memiliki kemampuan perbengkelan dilatih dan bantu menjadi mandiri.

“Untuk Kabupaten Dharmasaraya, tahun ini mendapat anggaran Rp29,2 miliar. Mudah-mudahan dapat melahirkan IKM yang mampu menyerap tenaga kerja,”tambah Asben.

Penetapkan Kabupaten Dharmasraya menjadi sentra IKM logam, selain tersedianya SDM, industri itu akan lebih produktif, juga didukung dengan banyaknya usaha sektor perkembunan membutuhkan industri logam. Apalagi didukung dengan provinsi tetangga yang menjadi pasar IKM kelak.

Sementara, Kabupaten Sijunjung ditetapkan menjadi sentra IKM pengolahan produk kesehatan, garnicia. Garcinia adalah asam gelugur yang selama ini terabaikan dan hanya terbuang begitu saja, kini dimanfaatkan menjadi sumber penghasilan baru bagi masyarakat.

Pusat pengolahan garcinia terletak di Nagari Latang, Kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung. Di tempat ini, puluhan warga yang sebagaian besar ibu-ibu rumah tangga, mengolah daun dan buah asam gelugur menjadi teh. Asam gelugur yang selama ini terabaikan dan hanya terbuang begitu saja, kini dimanfaatkan menjadi sumber penghasilan baru bagi masyarakat. “Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp6 miliar untuk mendukung berdirinya IKM untuk pengolahan garnicia ini,” ungkapnya.(**)


What do you think?

Written by virgo

Bulan Panjaitan – Legenda Cinta Pertama

Kritikus film AS banjiri “Avengers: Endgame” dengan ulasan positif