in

Susahnya Mencapai Parliamentary Threshold 4 Persen

Oleh: Reviandi

Resminya putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep menjadi ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memang memantik banyak komentar miring. Namun satu yang pasti, PSI sudah tahu pedihnya menjadi peserta Pemilu, namun tak masuk ke DPR. 2019 PSI memperoleh 1,89 persen suara nasional, angka yang masih sangat jauh dari parliementary threshold (PT) 4 persen.

Dengan adanya Kaesang, partai bentukan urang awak Jeffrie Geovanie yang menjabat Ketua Dewan Pembina PSI ini tentu berharap bisa lolos ke Senayan 2024. Tidak sekadar menjadi partai ‘lokal’ yang hanya punya kursi di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Itu pun hanya di wilayah-wilayah perkotaan saja. Bahkan PSI sering disindir sebagai ‘Partai Seputar Ibukota’ karena suaranya yang banyak muncul di kota saja.

Kaesang juga sudah menyatakan akan bergerak ke seluruh Indonesia, utamanya pedesaan. Dia paham, PSI sangat-sangat lemah di pedesaan. Titik yang keluarga Kaesang sangat ahli, karena lama berkecimpung dengan wong cilik yang utamanya banyak tinggal di desa dibandingkan kota. Kalau Kaesang sukses, PSI juga akan mewarnai DPR periode 2024-2029, sama seperti kerasnya politik mereka di DPRD DKI Jakarta hari ini.

Namun sayang, saat ini hasil survei masih belum menempatkan PSI sebagai salah satu partai yang lolos ke parlemen. PSI masih ditempatkan di kisaran di bawah 1 persen. Bahkan saat Indikator Politik Indonesia (IPI) merilis survei akhir pekan lalu, angka PSI masih 0,8 persen. Angka yang bahkan jauh turunnya dari suara asli mereka 2019.

Mungkin survei ini dilakukan sebelum Bro Kaesang resmi jadi Ketum PSI. Tentu akan berbeda jika dilakukan ulang beberapa bulan ke depan. Karena Kaesang begitu bersemangat memastikan partai bro and sist ini diterima masyarakat. Dan tidak hanya partai peserta Pemilu yang suaranya menguap karena tak capai batas minimum yang terus meningkat dari Pemilu ke Pemilu.

Indikator Politik masih menempatkan PDIP di posisi pertama. Disusul Partai Gerindra dengan elektabilitas 12,6 persen dan Partai Golkar dengan  9,2 persen.

Lalu, disusul oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 7,5 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 5,2 persen, Partai Demokrat 5,1 persen, Partai Nasdem 4,8 persen, dan Partai Amanat Nasional (PAN) dengan 4,5 persen.

Selanjutnya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang hari ini menjadi juru kunci di Senayan, masih berkutat di angka 2,4 persen dan masuk golongan partai nonparlemen 2024. Mereka bisa saja bergabung dengan Partai Perindo 1,9%, PSI 0,8%, Partai Hanura 0,3%, Partai Garuda 0,3%, Partai Gelora 0,2%, PBB 0,1%, Partai Buruh 0,1%, Partai Ummat 0% dan PKN 0%. Sementara yang tidak tahu dan tidak menjawab masih di kisaran 19%.

Survei ini dilakukan pada 25 Agustus-3 September 2023 dengan metode wawancara tatap muka. Jumlah respondennya mencapai 1.200 orang yang dipilih dengan metode multistage random sampling. Margin of error survei mencapai +/- 2,9 persen. Tingkat kepercayaan survei 95 persen.

Sebenarnya, sejak kapan PT diberlakukan dan memaksa partai-partai tak lolos ke Senayan harus ada yang bubar atau kembali berjuang dalam verifikasi Pemilu berikutnya. Diketahui, PT dimulai pada Pemilu 2009 berdasarkan Pasal 202 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008. Saat itu ambang batas parlemen ditetapkan 2,5% dari jumlah suara sah secara nasional dan hanya diterapkan dalam penentuan perolehan kursi DPR dan tidak berlaku untuk DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota.

What do you think?

Written by virgo

Presiden Jokowi Buka Pameran Inacraft on October 2023

Komisi VI DPR RI Dukung PLN Wujudkan Sinergi BUMN dalam Transisi Energi