in

Tak Terampil, Dokter Gigi Bisa Digantikan Robotik

BERBAGI ILMU: Drg Rudy Djuanda SpKG (kiri), staf pengajar
FKG Universitas Maranata Bandung bersama Dr drg
Widyawati SpKG MKes staf pengajar FKG Universitas Baiturrahmah di sela-sela seminar di Bukittinggi, kemarin.(IST)

Dokter gigi GP (General Praktisionir/dokter gigi umum) jangan menafikan pesatnya perkembangan teknologi kedokteran gigi, akibat pesatnya peningkatan ilmu kedokteran gigi berikut teknologinya.

Pada suatu saat ke depan, peran dokter gigi GP bisa digantikan oleh peran operator non dokter gigi atau robotik yang berperan sebagai dokter gigi. Robot tersebut bisa dikendalikan dari jarak jauh.

Jika pasienya ada di Indonesia, dokter gigi pengendalinya bisa saja sedang berada di Amerika atau di belahan dunia lain. Apagi era globalisasi ini, arus keluar dan masuknya dokter gigi dari satu negara ke negara lainya tidak ada batasan lagi. Untuk itu perlu diingatkan agar dokter GP harus bersiap menghadapi tantangan global.

“Dokter Gigi Indonesia harus bersiap menghadapi persaingan global dengan menguasai empat hal, yaitu keilmuan dengan menguasai keterampilan, menguasai, mengetahui dan memahami pemakaian bahan kedokteran dan menguasai teknologinya serta memiliki keberanian Bertindak,” kata dr Rudy Djuanda Sp sewaktu menjadi pembicara di Seminar Kedokteran Gigi PDGI Agam, di Santika Hotel Bukittingi, Sabtu dan Minggu (22-23/10).

Ia menambahkan, jika selama ini seorang pasien dalam perawatan saluran akar gigi harus berulang-ulang sampai empat kali kunjungan ke dokter gigi spesialis konservasi, maka lewat teknologi kedokteran kunjungan ke dokter gigi spedialis konservasi gigi dapat dipersingkat menjadi satu kali kunjungan saja.

Saat ini menurut dr Rudy Djuanda, teknologi cad Cam sangat memudahkan seorang dokter gigi dalam menangani pasien yang mengalami kerusakan dalam saluran akar. Perawatannya sangat efektif.

Jika terjadi kerusakan di mahkota gigi yang sangat parah dapat disiasati dengan memasangkan crown memakai teknologi cad cam. Misalnya bagian gigi yang rusak di-scan, lalu diproses cetak menjadi crown, begitu selesai crown-nya langsung dipasangkan ke gigi pasien.

Sementara itu ilmuwan Dr drg Widyawati SpKG MKes staf pengajar di FKG Universitas Baiturrahmah, menyatakan bahwa sebagian besar praktisi kedokteran gigi dalam hal ini dokter gigi belum memiliki keberanian untuk berinvestasi dalam jumlah besar untuk memiliki peralatan kedokteran yang berbasis teknologi tinggi.

Selain peralatannya mahal, penguasaan teknologinya pun sangat terbatas. Dokter gigi di Indonesia masih mengandalkan pelayanan manual dengan keterampilan yang masih bisa dihandalkan berdasarkan keilmuan hasil berbagai penelitian dalam keilmuan.

Ia mengimbau agar dokter gigi GP senantiasa menambah ilmu konservasinya, karena kedua dokter gigi spesialis ini sependapat, bahwa untuk 15 tahun ke depan ketersediaan dokter gigi spesialis konservasi ini belum akan memenuhi kebutuhan di Indonesia. (cr8)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Waspadai Gangguan Ginjal Akut Misterius

Raih Gelar Super 750, FajRi Jaga Konsistensi