in

Terdakwa E-KTP Minta Keringanan Hukuman

Hari Ini Giliran Sidang Miryam

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mempercepat penuntasan proses hukum terkait perkara kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Selain menuntut terdakwa Irman dan Sugiharto, komisi antirasuah itu akan memulai sidang perdana terhadap Miryam S Haryani di Pengadilan Tipikor Jakarta, hari ini (13/7).

Politikus Partai Hanura yang menjadi tersangka dugaan pemberian keterangan tidak benar dalam sidang e-KTP tersebut bakal menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan. Miryam menjadi politikus pertama yang berurusan dengan KPK sepanjang pengusutan perkara e-KTP bergulir. “Sidang terbuka untuk umum,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, kemarin (12/7). 

Sebelumnya Miryam ditetapkan sebagai tersangka setelah tiba-tiba mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) ketika proses persidangan e-KTP berjalan. Dia mengungkapkan, semua keterangannya dalam BAP, khususnya tentang dugaan aliran dana ijon proyek e-KTP dari Andi Agustinus alias Andi Narogong ke DPR, tidak benar. 

Miryam kala itu mengaku ditekan penyidik KPK saat pemeriksaan berlangsung. Majelis hakim pun sempat mengonfrontasi keterangan mantan anggota komisi II yang kini duduk di komisi V tersebut dengan para penyidik KPK. Salah satunya Novel Baswedan yang kini tengah dirawat di rumah sakit di Singapura. 

Febri mengatakan, dalam sidang Miryam nanti sejumlah barang bukti yang diinginkan para anggota DPR dibuka. Salah satunya video rekaman tentang proses pemeriksaan Miryam di KPK. “Akan kami perlihatkan kepada publik video rekaman pemeriksaan yang menyebutkan sejumlah nama (penekan Miryam, red) dan video pemeriksaan Miryam sebagai saksi saat itu,” terangnya.

Sementara itu, terdakwa e-KTP Irman dan Sugiharto akhirnya membacakan nota pembelaan (pleidoi) di hadapan majelis hakim kemarin. Agenda yang sempat tertunda karena Irman dirawat lima hari di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta tersebut diwarnai isak tangis para terdakwa yang membacakan pleidoi. 

Sugiharto misalnya. Mantan direktur pengelolaan informasi administrasi kependudukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu sesenggukan ketika membacakan kesimpulan pembelaannya. “Saya mohon maaf atas kejadian ini. Terutama kepada istri, anak, dan cucu. Saya melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum dan aturan,” ujarnya sambil terisak. 

Irman dan Sugiharto meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman seringan-ringannya. Sebab, keduanya secara resmi telah menjadi justice collaborator (JC) untuk membantu KPK membongkar kasus e-KTP yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun. Keduanya juga sudah mengembalikan uang hasil korupsi yang didapat dari Andi Narogong. 

“Saya tidak ada niat atau dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU),” kata Irman. Sebelumnya JPU KPK menuntut Irman hukuman 7 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta. Sedangkan Sugiharto dituntut 5 tahun serta denda Rp 400 juta. “Kiranya majelis hakim dapat memberikan hukuman seringan-ringannya kepada saya,” harapnya. 

Minta Perlindungan Polisi

Di sisi lain, Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK bertemu dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di gedung utama Mabes Polri, kemarin (12/7). Dalam pertemuan itu, pansus meminta mendapatkan perlindungan dari Polri untuk aktivitasnya dalam hak angket.
 
Sebelumnya DPR sempat melontarkan keinginan agar Polri menjemput paksa Miryam S Haryani dari KPK. Namun, pertemuan membahas keinginan tersebut bakal sia-sia karena terkunci dengan gugatan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Dimulai sekitar pukul 12.00, pertemuan berlangsung secara tertutup. Setelah lebih dari dua jam, barulah anggota pansus keluar. Ketua Pansus Angket KPK DPR Agun Gunandjar menjelaskan, pansus datang dalam rangka berkomunikasi dan berkoordinasi untuk meminta dukungan Polri dalam tugas penyelidikan angket yang dilakukan. Sehingga, angket itu bisa berjalan efektif dan efisien. “Tidak malah menimbulkan hal-hal yang kontraproduktif,” ujarnya.

Bentuk dukungan tersebut bisa berupa perlindungan terhadap setiap narasumber, ahli, serta anggota pansus dan bahkan perlindungan dari mobilisasi massa. “Kami ini tidak ingin menimbulkan kegaduhan,” ucapnya. 

Agun berdalih tidak ada kepentingan lain yang melatari kedatangan pansus angket itu. “Tidak ada kepentingan A, B, C, dan D. Kami menyelidiki sesuai aturan yang berlaku. Serta, sudah masuk dalam lembaran negara. Tidak lagi perlu dipertanyakan legalitasnya,” tutur dia. 

Sementara itu, Tito Karnavian berkomentar normatif soal pertemuan tersebut. Menurut dia, pengamanan secara lengkap akan diberlakukan agar pansus yang berjalan sesuai konstitusi itu tidak terganggu. “Pengamanan pada setiap orang yang terlibat pansus dilakukan,” katanya. 

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengungkapkan, kedatangan Pansus Angket KPK ke Polri tersebut sia-sia bila menginginkan Polri membantu membawa Miryam ke hadapan pansus. “Sebab, sudah ada gugatan dari MAKI terkait Pansus Angket KPK sekaligus pada Polri, khususnya soal pemanggilan paksa Miryam,” ujarnya.

Gugatan itu telah dijadwalkan untuk disidang pada 25 Juli dengan gugatan berfokus pada upaya paksa Miryam oleh DPR yang ingin menggunakan Polri. Maka, selama sidang ini belum ada putusan, tindakan upaya paksa tidak bisa dilakukan. 

“Karena harus berdasar pada putusan pengadilan. Walau putusannya nanti kalah, selama proses persidangan tidak boleh ada upaya apa pun. Gugatan sudah saya ajukan sejak bulan puasa,” jelasnya.

Boyamin memprediksi sidang tersebut berlangsung tiga bulan. Maka, waktu itu akan cukup karena masa kerja pansus angket hanya dua bulan. “Jadi, opsi upaya paksa terkunci,” ucap dia. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Menanti Sikap Presiden

Kelainan Saluran Buang Air Kecil Bisa Diobati