Tolak bala adalah suatu tindakan yang dilakukan orang, baik secara individu maupun oleh sekelompok masyarakat dengan tujuan untuk membebaskan diri dari pengaruh jahat yang mereka percaya ada di sekitarnya.
Pada masyarakat Dayak di Kalimantan Selatan, tradisi tolak bala sudah menjadi budaya yang mereka lakukan sebagai warisan leluhur. Secara berkelompok, tradisi tolak bala yang dianggap sebagai tindakan pencegahan sekaligus dilakukan dengan maksud menyelamatkan masyarakat, misalnya dengan memasang patung tertentu di tepi jalan masuk kampung, dengan maksud untuk menjaga kampung tersebut.
Ada juga yang memasang patung dengan maksud menjaga balai adat, atau juga untuk menjaga lahan pertanian. Semua tujuannya untuk keselamatan dan menolak marabahaya yang mungkin datang. Pada suasana kritis, pada saat upacara kematian seperti membatur, wara, mambuntang dan lainnya, orang yang datang diberi minyak yang dioleskan di dahinya. Ini dimaksudkan untuk tolak bala, menghindarkan dari gangguan kekuatan gaib yang ada di lingkungan mereka. Pemberian tanda v (cacak burung) juga menjadi pertanda penolak bala yang dioleskan pada tubuh dan pintu dengan bahan kapur sirih.
Bagi masyarakat Dayak Bukit, upacara adat Bawanang yang merupakan upacara panen raya dengan maksud ungkapan rasa syukur dan harapan agar panen yang akan datang lebih melimpah. Pada upacara ini, juga ada ungkapan tolak bala yang tercermin dari perlengkapan upacara mereka.
Seperti diketahui bahwa upacara adat selalu dilakukan di balai adat. Untuk itu, biasanya perlengkapan tolak bala digantung di tengah-tengah balai.
Perlengkapan tolak bala itu ditaruh di suatu wadah yang disebut langgatan, berbentuk bujur sangkar dibuat dari bahan kayu dan bambu dilengkapi janur-janur. Wujudnya seperti meja gantung yang bersusun dengan rumbai-rumbai janur.
Dari laman kemendikbud.go.id dijelaskan tentang benda-benda upacara yang berkaitan dengan tolak bala Suku Dayak antara lain: Ancak ka gunung. Sebuah ancak (seperti langgatan kecil) yang diletakkan di samping langgatan, berisi kue, darah ayam dan buah pisang. Dimaksudkan sebagai penjaga kampung dari serangan jin dari laut dan sebagai pembuang atau penangkal kesialan.
Berikutnya Kalangkang hantu. Dibuat dari batang bambu yang salah satu ujungnya dibelah-belah lalu dianyam menyerupai penjolok buah. Benda ini diletakkan di sebelah barat langgatan, berisi arangan dan janur enau. Dimaksudkan sebagai suguhan bagi para hantu agar tidak mengganggu.
Kalangkang ka nyaru. Seperti kalangkang hantu tetapi dibuat dari bambu kuning. Diletakkan di sebelah timur langgatan yang berisi arangan dan dirimbuni janur enau. Benda ini dimaksudkan untuk menolak gangguan petir. berbagaisumber/ars