Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku (QS.Thaha: 25-30)
Ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Musa as untuk mendakwahi Fir’aun, Nabi Musa as meminta beberapa permintaan sebagai “senjata” menghadapi penguasa lalim tersebut. Salah satunya adalah mengangkat seorang pembantu yaitu Harun. Usulan Nabi Musa as memilih Harun antara lain karena Beliau orang saleh dan ucapannya fasih. Dengan kata lain Harun kemampuan berkomunikasi yang bagus.
Tugas ini tentu bukan tugas yang ringan, mengingat Fir’aun memiliki sifat yang bengis, suka main tangkap bahkan main bunuh terhadap orang yang dianggapnya membahayakannya. Apalagi sejarah Nabi Musa as yang pernah membunuh seorang pemuda di kerajaan Fir’aun. Tapi karena keimanan dan juga kemampuan keduanya, melaksanakan perintah Allah tersebut dengan penuh ketaatan.
Kemampuan berkomunikasi Harun menyampaikan ayat-ayat Allah telah menaikkan kedudukannya hingga setara dengan para nabi. Allah SWT kemudian mengangkat Beliau menjadi salah seorang nabi-Nya. Dan Kami telah menganugrahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya (Nabi Harun as) menjadi seorang Nabi (QS.Maryam Ayat 53).
Ayat ini memberi kesan bahwa keberanian dan kemampuan Harun as telah membuatnya sampai ke maqam yang sangat tinggi di sisi Allah SWT, yaitu menjadi Nabi. Namun tentu apa yang dialami Nabi Harun as bukanlah hal yang ringan. Beliau mendapat ancaman dari kekuasaan yang menolak ayat-ayat Allah.
Para penceramah, da’i, ustadz sesungguhnya juga menjalankan peran menyampaikan ayat-ayat Allah SWT, baik kepada umat maupun kepada penguasa. Dalam menjalankan peran tersebut, mereka juga mengalami dinamika, tak terkecuali intimidasi dari pihak-pihak yang memiliki kekuasaan.
Belakangan ini banyak para ustadz, ulama yang mengalami intimidasi secara sporadis. Bahkan ada yang sampai tewas terbunuh. Materi-materi dakwahnya dipantau, dimata-matai, dan dibatasi. Seolah-olah ada ayat-ayat Alquran ataupun Alhadis yang boleh dan tidak boleh disampaikan kepada umat di masjid-masjid.
Ayat yang belakangan menjadi kontroversial adalah Alquran Surah Al-Maidah ayat 51 tentang larangan memilih pemimpin dari kalangan no muslim. Sesungguhnya kondisi seperti sekarang ini adalah ujian bagi para ustadz dan para ulama untuk membuktikan semangat perjuangan untuk menyampaikan ayat-ayat Allah SWT. Kondisi ini juga peluang untuk menggapai maqam yang tinggi, karena memang sejatinya menjadi ustadz bukan sekedar profesi mencari nafkah. ****** Dedi Sahputra *****