in

UPT SMA Negeri 2 Tanjungbaru: Giatkan Coaching, Bangun Karakter Siswa

AKRAB : Para guru dan siswa SMPN 1 Tanjungemas terlihat kompak dalam kegiatan perpisahan dan wisuda tahfiz.(IST)

Sekolah pada hakikatnya adalah tempat berkumpulnya suatu ekosistem yang “semestinya” memiliki tujuan yang sama. Ekosistem itu terdiri dari warga sekolah yang meliputi kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa.

Bagusnya ekosistem ini akan menjadikan suatu sekolah juga akan semakin bagus. Akan tetapi ada beberapa hal yang membuat perubahan dan perkembangan pendidikan sedikit terganggu. Pendidikan mempunyai tu juan utama sebagai proses terbentuknya perubahan karakter siswa setelah pembelajaran berakhir.

Disisi lain, ada dilema yang justru menguji keterampilan guru dalam menghadapi karakter siswa-siswa di sekolah. Kondisi Loos Learning yang kita dirasakan sampai saat ini membuat guru harus semakin cepat “memutar otak” agar keadaan ini jangan terus berlangsung.

Keadaan ini dipicu oleh banyak hal. Peran penting guru, orang tua, dan lingkungan sekitar sangat mempengaruhi kemajuan pendidikan. Terlebih lagi dalam meningkatkan karakter dan budi pekerti siswa.

Dalam dunia pendidikan ketiga komponen tersebut akan saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Lingkungan sekolah tidak akan bisa menhandle sendiri semua hal yang berkaitan dengan siswa. Tentu hal ini akan semakin rumit, apabila guru selaku aset utama di sekolah “menyerah” mengarahkan siswa-siswanya ke arah yang lebih baik.

Selain dengan cara jembatan hati antara siswa dengan guru, mungkin kita semua juga pernah mendengar kata coaching. Kegiatan ini bisa dilakukan oleh semua guru tanpa terkecuali. Salah satu cara yang bisa dilakukan sebagai alternatif dalam menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan siswa di sekolah.

Kegiatan coaching ini tentu akan sangat membantu pekerjaan guru lebih mudah, asalkan dilakukan secara berkelanjutan. Hal pertama yang perlu ditanamkan dalam hati seorang guru adalah meyakinkan bahwa siswa adalah mitra belajar terbaiknya.

Proses coaching membuka ruang emansipatif bagi guru dan siswa untuk merefleksikan kebebasan mereka melalui kesepakatan dan pengakuan bersama terhadap norma-norma yang mengikat mereka. Ruang emansipatif pada siswa akan memberikan peluang bagi mereka untuk menemukan kodratnya, potensi diri dan kekuatan yang dimilikinya.

Untuk melakukan proses coaching ini harus dilakukan secara pribadi. Pertemuan antara siswa dengan guru secara pribadi ini akan membuat keduanya merasa saling mempercayai. Rasa kebebasan pun juga akan muncul dengan interaksi seperti ini.

Dalam proses coaching berlangsung, guru selaku coach dan siswa selaku coachee harus bisa saling percaya dengan apa yang mereka bicarakan. Guru hanya bertindak sebagai penanya masalah terhadap siswa, bukan pemberi solusi.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tentunya harus sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi siswa. Biarkan siswa menjawab dengan versinya sendiri dengan arahan pertanyaan reflektif yang diberikan.

Dan pada akhirnya siswa akan bisa menemukan sendiri jawaban atau solusi terhadap masalah yang sedang dihadapinya. Guru diharapkan terampil dalam memilih pertanyaan reflektif yang diberikan agar siswa dapat menyimpulkan sendiri solusi yang akan diambilnya setelah itu.

Kebebasan dalam bertanya dan memberi jawaban inilah yang menjadi kunci utama dalam kegiatan coaching, karena tidak ada “sistem keroyok” dalam menyelesaikan masalah siswa. Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan guru dalam berkomunikasi.

Hindari pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan dan membuat siswa merasa dihakimi. Hal ini tentu akan membuat siswa dapat mengenali diri, mengenali emosi, dan mengenali solusi. Jangan terlalu berharap jawaban yang diberikan siswa adalah jawaban yang kita inginkan.

Terkadang diawal coaching kita akan dihadapkan pada jawaban yang tidak dapat diterima oleh akal sehat. Akan tetapi hal ini tidak akan berlangsung lama dengan keterampilan guru dalam memilih pertanyaan berikutnya. Perkembangan dalam proses coaching tentu membutuhkan waktu.

Apakah perkembangannya akan lambat, cepat, perlahan-lahan, atau mungkin berhenti merupakan tanggung jawab besar guru dalam memaksimalkan proses coaching itu sendiri. Jika proses coaching berhasil akan memotivasi siswa untuk menjadi lebih baik lagi kedepannya. Hal ini terjadi karena siswa merasakan potensi yang mereka miliki tergali dan berkembang seiring dengan proses dan hasil coaching yang telah dilakukan.

Mengingat masih banyaknya PR yang harus diselesaikan oleh guru, terutama masalah menghadapi siswa yang majemuk di sekolah, maka guru harus tetap berusaha agar siswa akan terlahir sebagai siswa yang santun, berkarakter, berbudi pekerti luhur, dan berilmu. Ayo, Bapak/Ibu guru, kita bangun kembali jembatan hati dengan siswa dengan kegiatan coaching ini. (Diana Riska, S.Pd, GURU UPT SMPN 2 TANJUANGBARU)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Pasar Kuliner Belakangbalok Hadirkan Menu Kekinian

Buya Safrijon Azwar MA, Dulu Ketua MUI Kini Ketua IPHI