Tak dapat kita mungkiri, bahwa selama ini sering terjadi kasus bullying di kalangan siswa. Pada beberapa satuan pendidikan ada yang terdeteksi, bahkan ada yang terselubung dan tidak diketahui sama sekali oleh pihak sekolah.
Hal ini sering menjadi pemicu timbulnya rasa tidak nyaman bagi siswa yang menjadi korban bullying tersebut. Bahkan dapat menjadi penyebab putus sekolah, sebab siswa yang menjadi korban bullying menjadi takut datang ke sekolah.
Oleh sebab itu sudah sepatutnya menjadi perhatian dari pihak sekolah untuk mencegah terjadinya aksi bullying di lingkungan sekolah. Bullying adalah tindakan tidak menyenangkan dari seseorang kepada orang lain, yang menyebabkan korban menjadi tidak nyaman dan terluka secara fisik atau pun mental.
Selain itu bullying juga dapat didevinisikan sebagai suatu kekerasan fisik dan psikologi berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap individu. Pelaku tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana keinginan untuk melukai atau mengikuti orang, sehingga membuat orang lain tertekan, trauma atau depresi dan tidak berdaya (KPAI, 2014).
Berdasarkan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dinyatakan, bahwa setiap satuan pendidikan diharapkan dapat menciptakan kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta menghindarkan semua warga sekolah dari unsur-unsur kekerasan.
Bullying di sekolah dapat terjadi dalam bentuk tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberikan julukan atau panggilan yang tidak disenangi, mencela, mengejek, memaki, mengintimidasi, menyebarkan gosip dan lain sebagainya.
Semua itu termasuk bullying dalam bentuk verbal. Sementara ada juga bullying yang terjadi secara kekerasan, seperti memukul, meninju, dan lain-lain, yang menyebabkan korbannya mengalami kekerasan secara fisik. Sehingga dapat mengakibatkan korban terluka, memar, cedera, dan sebagainya. Bentuk tindakan ini disebut bullying secara fisik.
Kedua bentuk tindakan bullying tersebut, sama-sama memberikan dampak negatif bagi pelaku dan korbannya. Bulliying sebagai bentuk tindakan atau perbuatan yang tidak menyenangkan bagi si korban, jelas akan memberikan dampak yang tidak baik. Korban dapat menjadi trauma, bahkan tidak jarang yang memilih untuk putus sekolah.
Beberapa hal yang dapat dilakukan pihak sekolah dalam menghentikan praktik bullying antara lain, pertama, melakukan sosialisasi kepada siswa. Siswa perlu memahami tentang dampak negatif dari bullying, baik terhadap pelaku maupun korban.
Kedua, membuat program yang dapat menghentikan bentuk-bentuk pratik bullying di sekolah, misalnya dengan membentuk tim anti bullying. Tim ini kemudian dilatih, dan diberi tugas dalam mengatasi bullying di sekolah.
Tim anti bullying terdiri dari guru dan juga siswa. Siswa yang dipilih sebagai anggota tim adalah mereka yang disegani oleh teman-temannya serta mampu berkomunikasi dengan baik. Sehingga mereka dapat diandalkan dalam memengaruhi temannya yang suka melakukan bullying.
Mengapa siswa perlu dilibatkan sebagai tim anti bullying? Sebab secara realita, mereka lebih mengetahui tentang segala kejadian yang menimpa teman-temannya. Mereka mudah mendapatkan informasi dari temannya tentang siapa saja yang sering melakukan praktik bullying, dan siapa saja yang menjadi korban.
Merekalah yang lebih dekat dengan keseharian siswa di sekolah. Tim dapat bekerjasama dalam melakukan tindakan preventif, jika melihat gejala bullying. Mereka juga dapat dilibatkan, dalam melakukan menyebarkan informasi kepada siswa lain tentang bahaya bullying.
Ketiga, Jika perlu dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Pihak yang dapat dilibatkan dalam pencegahan bullying, misalnya orangtua siswa. Orangtua siswa dapat diberikan parenting dan diajak untuk bekerjasama dalam membetuk pola prilaku siswa.
Sebab sikap dan perilaku siswa diawali dari pola kehidupan di rumah tangga. Pihak kepolisian, juga dapat dimintai bantuannya dalam memberikan edukasi dan akibat praktik bullying.
Masih banyak pihak terkait yang dapat diajak oleh sekolah bekerjasama dalam mengatasi bullying. Tergantung kejelian pihak sekolah dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak terkait dalam hal ini.
Keempat, memberikan tindakan yang tegas terhadap pelaku bullying di sekolah. Tindakan bullying yang dilakukan siswa terhadap temannya tidak boleh dibiarkan saja. Perlu dilakukan tindakan mendidik yang dapat membuat mereka memahami kesalahannya.
Pelaku perlu mendapatkan treatment agar tidak lagi mengulangi perbuatannya. Perlu adanya peraturan sekolah yang mengatur tentang bullying. Peraturan ini dapat dimulai dari level kelas, sampai peraturan sekolah. Setiap siswa perlu memahami tentang konsekuensi akibat melanggar aturan sekolah.
Terkait dengan upaya mewujudkan sikap profil Pelajar Pancasila, maka siswa perlu memahami tentang nilai-nilai yang harus dimilikinya. Mereka harus mengetahui tentang enam dimensi sikap profil Pelajar Pancasila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Artinya keenam dimensi tersebut haruslah menjiwai setiap sanubari siswa.
Apabila satu dimensi ditiadakan, maka profil tersebut menjadi tidak bermakna dan tidak sempurna. Sebagai contoh, ketika seorang siswa ingin menyampaikan ide kreatifnya terhadap suatu permasalahan yang terjadi, maka perlu diiringi dengan sikap kritis.
Solusi yang dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah yang ada perlu mempertimbangkan akhlak terhadap sesama, yang bersumber dari dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia. Perlunya kerjsama atau melibatkan orang lain, sebagai bentuk dimensi gotong-royong, berkebinekaan global, serta kemampuan diri mencarikan solusi sebagai wujud mandiri.
Terkait dengan upaya mengatasi masalah bullying di sekolah, maka dapat disingkronkan dengan upaya mewujudkan sikap Profil Pelajar Pancasila tersebut. Apabila setiap siswa memiliki dan mengamalkan nilai-nilai sikap Profil Pelajar Pancasila, maka praktik bullying di sekolah akan dapat dihindari.
Sebaliknya, dalam mengatasi bullying di sekolah juga dapat diupayakan melalui program-program sekolah yang terkait dengan upaya mewujudkan sikap Profil Pelajar Pancasila. (Harnieti, S.Pd, M.Pd, KEPALA UPTD SMPN 1 KECAMATAN LUAK)