Hasil pengembangan dugaan penyuapan kasus pengurusan anggaran DAK, KPK menetapkan Wali Kota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah sebagai tersangka.
JAKARTA – Wali Kota Dumai periode 2016-2021, Zulkifli Adnan Singkah (ZAS) ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Zulkifli diduga tersangkut kasus suap pengurusan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun anggaran (TA) 2017 dan APBN 2018.
“Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan perkara ketiga dari dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan TA 2018,” kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, di Jakarta, Jumat (3/5).
Sebelumnya dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 4 Mei 2018 di Jakarta. Dari OTT ini diamankan uang 400 juta rupiah dan ditetapkan empat orang tersangka yang telah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Mereka adalah anggota Komisi XI DPR, Amin Santono (AMS); Swasta, Eka Kamaluddin (EKK); Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yaya Purnomo (YP); dan Swasta, Ahmad Ghiast.
“Tersangka ZAS diduga memberi uang total sebesar 550 juta rupiah kepada Yaya Purnomo, dan kawan-kawan terkait dengan pengurusan anggaran DAK APBN-P Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018 Kota Dumai,” kata Laode.
Menurut Laode, diduga pada tahun 2017, Zulkifli meminta bantuan Yaya untuk mengawal proses pengusulan DAK Pemerintah Kota Dumai dan disanggupi Yaya dengan fee dua persen. Selanjutnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar TA 2016 sebesar 22 miliar rupiah.
Tambahan Anggaran
Akhirnya, tambah Laode, dalam APBN-P Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar 22,3 miliar rupiah. Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan. Kemudian, Pemkot Dumai kembali mengajukan usulan DAK untuk TA 2018 kepada Kemenkeu, beberapa bidang yang diajukan antara lain rumah sakit rujukan, jalan, perumahan dan permukinam, air minum, sanitasi, dan pendidikan.
Selanjutnya, Zulkifli kembali melakukan pertemuan dengan Yaya guna membahas pengajuan DAK Kota Dumai dan disanggupi untuk mengurus pengajuan DAK TA 2018 Kota Dumai yaitu untuk pembangunan RSUD dengan alokasi 20 miliar rupiah, dan pembangunan jalan sebesar 19 miliar rupiah.
“Untuk memenuhi fee terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada Yaya Purnomo, ZAS memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai. Penyerahan uang setara dengan 550 juta rupiah dalam bentuk dollar Amerika Serikat, dollar Singapura, dan rupiah pada Yaya Purnomo dan kawan-kawan dilakukan pada bulan November 2017 dan Januari 2018,” kata Laode.
Selain itu, tambah Laode, Zulkifli diduga menerima gratifikasi berupa uang 50 juta rupiah dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai.
“Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018. Gratifikasi ini tidak pernah dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK sebagaimana diatur di Pasal 18 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Pasal 12C UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” jelasnya.
Akibat perbuatannya, Zulkifli disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a alau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selanjutnya, Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ola/N-3