Jangan Injak Taman, Nanti Dihujat di Medsos
Banyak aksi simpatik selama demonstrasi besar-besaran di Jakarta, kemarin (4/11). Mulai relawan yang menyiapkan makanan dan minuman secara gratis hingga tindakan aparat keamanan yang membantu para pengunjuk rasa. Berikut beberapa catatannya.
Setelah Shalat Jumat di Masjid Itiqlal, ribuan anggota jamaah yang sekaligus peserta unjuk rasa 4 November mulai mengalir menuju depan Istana Merdeka. Cuaca panas tak menyurutkan tekad para demonstran berjalan ke titik utama aksi itu. Sesekali teriakan takbir berkumandang memompa semangat.
Saat pengunjuk rasa melewati jalan depan kantor Bareskrim Mabes Polri, seorang lelaki yang mengenakan jaket hitam dan memakai helm mendadak menghentikan motornya di depan barisan putih-putih itu.
Lelaki yang enggan disebutkan namanya tersebut lalu menurunkan tiga kardus air mineral dan mempersilakan orang-orang untuk mengambilnya. “Silakan ambil. Silakan ambil,” ujarnya langsung disambut para pengunjuk rasa yang tampak kehausan dan kepanasan.
Lelaki itu mengaku aksinya tersebut spontan dan merupakan inisiatif pribadi. “Saya hanya bisa membantu mereka dengan cara ini. Mudah-mudahan semua berjalan lancar dan damai,” tuturnya.
Pukul 13.45 lautan manusia itu bergerak menuju ke arah balai kota. Tepat di pertigaan pertemuan Jalan Medan Merdeka Timur dengan Jalan Pejambon, tiba-tiba seorang korlap (koordinator lapangan) dengan menggunakan pengeras suara berteriak keras, “jangan injak taman, jangan injak taman!”
Rupanya, tidak sedikit pengunjuk rasa yang tidak sadar bahwa mereka telah menginjak taman kota saat berjalan. Dan, teriakan korlap itu seolah mengingatkan mereka untuk menghindari kawasan taman tersebut. “Sekali lagi, jangan menginjak taman. Nanti dihujat di medsos,” ujarnya mengingatkan lagi.
Jarak Istiqlal ke Istana Merdeka sejatinya hanya 500 meter. Namun, pengunjuk rasa harus menempuh perjalanan sepanjang 2 km karena harus ke selatan dulu mengelilingi Monas sebelum akhirnya tumplek blek di depan kantor presiden itu.
Tentu saja, perjalanan di tengah siang bolong tersebut cukup melelahkan dan membuat kerongkongan terasa kering. Tapi, ada saja orang-orang yang berbaik hati. Selain si lelaki yang memberikan air mineral tersebut, banyak orang yang membagi-bagikan puluhan nasi bungkus dan roti di tengah aksi yang mempersoalkan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu.
Lain lagi yang dilakukan dua anggota TNI yang bertugas di sekitar Kantor Wapres di Jalan Veteran. Saat itu, sejumlah demonstran hendak menjalankan ibadah Shalat Ashar di tengah jalan. Ada yang berwudu dengan menggunakan air mineral. Ada pula yang memilih tayamum.
Nah, saat itulah dua anggota TNI berinisiatif menjulurkan slang air dari balik pagar tempat mereka bertugas ke arah jalan. Maksudnya, pengunjuk rasa bisa berwudu dengan air dari slang tersebut. “Alhamdulillah, ada air,” ujar seorang anggota jamaah sambil mencincing baju, serta celana panjangnya bersiap berwudu.
Antrean pun langsung panjang. “Mas, antre di belakang. Jangan main serobot,” hardik Taufik, salah seorang anggota TNI yang menjulurkan slang dari dalam pagar Kantor Wapres itu.
Jalan Veteran pun penuh oleh demonstran yang menjalankan Shalat Ashar. Jalan itu juga dijaga barikade polisi antihuru-hara. Di antara anggota barikade polisi itu, dua orang mengikuti salat jamaah di tengah Jalan Veteran. Berbaur dengan para demonstran. Setelah shalat, keduanya juga bersalaman dengan para pengunjuk rasa, lalu kembali ke barisan barikade.
Pemandangan lain terlihat di Jalan Medan Merdeka Barat. Ratusan santri duduk bersimpuh di samping jalur Transjakarta. Mereka merupakan santri yang datang dari Purworejo, Jawa Tengah. Para santri tersebut melafalkan wirid di tengah serunya orasi oleh sejumlah tokoh dalam demonstrasi itu.
Meski berdesakan, para santri tersebut mendapat pengawalan ketat dari sesama santri lainnya. Selama wiridan berlangsung, tidak ada seorang pun demonstran yang boleh melintasi lingkaran santri tersebut. Kehadiran mereka cukup memberikan kesejukan di tengah panasnya suasana unjuk rasa.
Di dalam kompleks Istana Merdeka, penjagaan berlapis dan ekstraketat. Paspampres bersenjata lengkap bersiaga di seluruh penjuru istana. Sejumlah menteri berkumpul di halaman selatan Gedung Sekretariat Negara yang bersebelahan dengan Istana Merdeka.
Tampak Menko Polhukam Wiranto, Menag Lukman Hakim Saifuddin, Memsesneg Pratikno, Seskab Pramono Anung, dan Jubir Presiden Johan Budi S.P. Terlihat pula Kapolri Jenderal Tito Karnavian, serta Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Ada pula anggota Komisi III DPR Asrul Sani dan Abu Bakar.
Gurat lelah tampak di wajah Tito. Sebagai penanggung jawab keamanan, dia harus mampu mengambil keputusan dengan cepat. “Jangan difoto ya,” ujar Tito pelan sembari berusaha tersenyum kepada wartawan di hadapannya.
Dia berusaha mengimbangi gerak Gatot yang meski tampak lelah, berupaya tetap tampak bugar. Dua pemimpin polisi dan militer itu tidak ingin pasukannya kendur hanya karena mendapat informasi bahwa komandannya kelelahan.
Karena itu, ketika berjalan menuju Wisma Negara untuk berdiskusi dengan para menteri, Tito tetap berusaha semringah. Salah seorang ajudannya yang berusaha memberi jarak dengan wartawan yang mengikuti dari belakang dicegah Tito.
Sementara itu, halaman Kantor Wakil Presiden sempat menjadi “jalan umum” sesaat. Hal itu terjadi saat Kapolda Metro Jaya Irjen Muhammad Iriawan dan Pangdam Jaya Mayjen Teddy Lhaksmana bersama anggotanya melintasi halaman Kantor Wapres dengan menggunakan sepeda motor. Ada sekitar 10 motor yang melintas.
Kebetulan, pada saat bersamaan, Wapres Jusuf Kalla sedang melihat suasana demonstrasi di halaman kantornya. Maka, tanpa dikomando, Kapolda dan Pangdam langsung turun dari motor dan meminta izin kepada JK untuk melintas. “Iya, silakan,” ujar JK. (*)
LOGIN untuk mengomentari.