in

Welcome Fase Negatif Ekonomi

Two Efly
Wartawan Ekonomi

Ada dua skenario besar pertumbuhan ekonomi Indonesia ditahun 2020 yang disiapkan bangsa ini menghadapi pandemi Covid-19. Pertama, pertumbuhan ekonomi buruk dengan angka pertumbuhan 2,3 persen. Kedua pertumbuhan sangat buruk diangka -0,4 persen. Satu dari dua skenario terburuk inilah yang bernama fase ekonomi negatif.

Bak air mengalir, prediksi itu mulai mendekati kenyataan diawal tahun 2020 ini. Tepatnya pada QI/2020 pertumbuhan ekonomi relatif masih baik karena tercapai 2,97 persen. Ini tak terlepas relatif masih berjalannya roda ekonomi diawal tahun 2020 khususnya pada bulan Januari dan Februari. Kalaupun ada “turbulensi” ekonomi itu baru dimulai pada Maret 2020. Awal yang relatif baik di dua bulan pertama inilah menyelamatkan pertumbuhan ekonomi kita.

Beda kuartal beda realitas. Bangsa ini sudah memasuki fase pertumbuhan ekonomi negatif. Bila kita mengutip www.datakata.co.id, memasuki Q2 tahun 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami fluktuasi berat akibat pukulan telak pandemi Covid-19. Sejumlah pihak memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraktif walaupun secara akumulatif masih positif dikisaran 1,2 sampai 1,6 persen. Pemerintah pada Q2/2020 ini melalui Kementrian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi -3,8 persen secara year on year (y-o-y). Moody’s memprediksi kontraktif pertumbuhan ekonomi masih positif diangka 1,9 persen secara (y-o-y). Beda lagi dengan Bloomberg yang memperkirakan kontraktif pertumbuhan ekonomi diangka -3,1 persen (y-o-y). Begitu juga dengan Mandiri Securitas yang memproyeksi pertumbuhan ekonomi Q2 berkontraksi -3,4 persen (y-o-y). Terparahnya Oxford Economics memperkirakan kontraksi ekonomi Indonesia di akhir Q2/ 2020 mencapai -6,1 persen secara (y-o-y).

Bila kita mengkomparasikan dengan data BPS Indonesia tahun 2019 yang lalu khususnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di Q2/2019 sebesar 5,05 persen. Pertumbuhan ekonomi ini diakumulasi dari April 2019 sebesar 5,1 persen, Mei 5,07 persen dan 5,00 persen Juni 2019. Artinya, bila kita persandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi ditahun 2019 yang lalu semakin gamblang jurang penurunannya. Intinya, selain pertumbuhan ekonomi yang mengecil, secara kontraksi pertumbuhan semakin besar tajam.

Apapun alasannya, metode apapun yang dilakukan untuk memproyeksi pertumbuhan ekonomi Q2 tahun 2020 oleh berbagai pihak, fakta di lapangan linier adanya dengan proyeksi tersebut. Sejumlah indikator ekonomi nyaris melemah dan bahkan ada yang lumpuh total. Economics Turn Over berhenti. Sektor produksi ada yang berhenti dan ada pula yang mengurangi produksinya dalam skala besar sebagai dampak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sektor transportasi terutama transportasi udara dan transportasi umum antarpulau tak beraktivitas. Begitu juga di sektor pariwisata lengkap dengan turunan usahanya terpukul telak oleh wabah Covid-19.

Pusat perbelanjaan sebagian besar close. Kalaupun ada yang buka mesti mengikuti protokol kesehatan dan itu jumlahnya tak seberapa. Pasar tradisional juga terimbas. Dunia pendidikan pun terhenti. Intinya tak ada yang tak dihondoh Covid-19 ini. Korona tak ubahnya pukulan mematikan yang membuat seorang petinju harus terkapar Knock Out (KO) di tengah ring tinju.

Sejumlah indikator pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan dan melemah tajam. Komparasi dengan metoda year on year ini menunjukkan terjadinya penurunan volume pasar ekspor yang berkontraksi sebesar -18,8 persen akibat pembatasan di sejumlah negara tujuan ekspor. Nilai impor bahan baku sebagai sarana utama produksi dalam negeri mengalami penurunan hingga -29,6 persen. Volume penjualan kendaraan yang selama ini dinilai sebagai pasar gemuk seiring jumah penduduk Indonesia lebih kurang 257 juta jiwa juga nyungsep ke -39,2 persen. Di sektor infrastruktur juga terimbas seiring kontraktifnya volume penjualan semen nasional ke -19,6 persen.

Begitu juga dengan Indeks Penjualan secara nasional. Pada bulan April tepatnya memasuki masa PSBB mengalami kontraktif -16,9 persen secara y-o-y. Kontraktif ini lebih dalam lagi memasuki Bulan Mei 2020 yang menukik menjadi -22,9 persen.

Kondisi yang sama juga terjadi di Indeks Keyakinan Konsumen. Secara year on year antara bulen April dan Mei tahun 2020 juga berkontraksi sangat sangat tajam. Bulan April 2020 Indeks Keyakinan Konsumen turun menjadi -33,8 persen secara y-o-y. Memasuki Bulan Mei 2020 Indeks Keyakinan Konsumen ini kembali menukik lebih tajam mencapai -39,3 persen. Tak jauh berbeda dengan Indeks Produksi Manufaktur yang berkontraksi negatif. Bulan Mei Indeks Produksi Manufaktur melorot ke -45,4 persen dan Bulan April sedikit membaik menjadi -44,6 persen.

Melorot tajam Indeks Keyakinan Penjualan dan Indeks Keyakinan Konsumen serta Indeks Produksi Manufaktur di Bulan April dan Mei bukanlah suatu hal yang biasa bila kita mengacu kepada karakter konsumsi masyarakat Indonesia. Predikat sebagai Negara Islam terbesar di dunia, biasanya selama bulan Mei dan Juni yang bertepatan dengan Ramadhan dan Lebaran maka konsumsi melambung tinggi. Di sini pulalah pertumbuhan ekonomi bangsa ini biasanya mengalami peningkatan tajam. Tapi realitas berkata lain. Pandemi Covid-19 mengubah segalanya. Stay At Home, Work For Home dan pembatasan aktivitas umat memukul telak semua. Tak ada mudik bersama, tak ada saling kunjung mengunjungi. Tak ada keramaian dan tumpukan manusia di pusat perbelanjaan untuk membeli baju baru, sepatu baru. Bisnis kue dan minuman tinggal sajipun mengalami penurunan tajam.

Apa yang diprediksi sejumlah pihak ini juga linier dengan proyeksi Badan Pusat Statistik Indonesia. Dikutip dari www.cnnindonesia.com Kepala BPS Indonesia Suhariyanto mengungkapkan pertumbuhan ekonomi mengalami kontraktif tajam hingga ke -3,1 sampai dengan -3,8 persen. Sejumlah indikator ke arah itu sudah memperlihatkan tanda-tanda. PSBB sebagai upaya untuk membatasi perluasan corona virus telah memakan korban dengan melumpuhkan ekonomi bangsa.

Penulis melihat masuknya kita dalam fase ekonomi negatif adalah suatu yang sangat patut diwaspadai. Sebab, fakta di lapangan menunjukkan bahwa Juli tahun 2020 kondisi ekonomi bangsa ini masih sangat berat. Betul sejumlah kegiatan ekonomi sudah diizinkan untuk beraktivitas dengan catatan. Namun, bak kapas yang jatuh ke bumi, butuh waktu yang cukup lama untuk menyentuh tanah. Begitu juga dengan pertumbuhan dan ekonomi efek yang diharapkan. Sangat sulit rasanya ekonomi bangsa ini bisa bangkit dalam setahun ke depan apalagi tiga bulan mendatang menjadi positif. Gangguan stabilitas nasional juga sudah mulai terjadi seiring Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Ini juga ikut berperan mememukul ekonomi dimasa mendatang. Ekonomi itu membutuhkan kepastian dan kenyamanan. Satu hal yang mesti kita ingat bila di Q2/2020 growth ekonomi kita berkontraktif dan di Q3/2020 kembali itu terjadi maka nyatalah bangsa ini sudah dalam kubangan krisis.

Apa yang mesti dilakukan bangsa ini? Pertama menuntaskan penanganan dan penularan corona virus demi meyakinkan publik dan pelaku ekonomi. Sudah jadi rahasia umum keyakinan pelaku ekonomi sangatlah menentukan pulih atau tidaknya ekonomi suatu bangsa. Kondisi ini sangat linier pula dengan melorotnya Indeks Penjualan dan Indeks Keyakinan Konsumen. Bagi pelaku usaha, Indeks Penjualan dan Indeks Konsumen serta Indeks Produksi Manufaktur adalah jantung usaha. Bila tiga ini down, maka down pulalah upaya dari pelaku ekonomi.

Saat ini bangsa ini memang sudah memasuki New Normal. Namun, New Normal baru sebatas slogan. Realitas di lapangan masih berkata lain. Jumlah warga yang terpapar dari hari ke hari justru semakin besar dan bahkan melampaui apa yang kita alami di awal-awal kita memberlakukan PSBB. Jumlah warga yang terpapar masih melebihi angka 1.000-an per hari. Tidak itu saja, episentrum pandemi pun juga sudah berpindah. DKI Jakarta tidak lagi sentral utama saat ini. Jawa Timur dan Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan muncul dengan episentrum baru yang jauh lebih menakutkan. Artinya, janganlah New Normal ini mengurangi perhatian dan semangat pemerintah untuk mengurangi dan membatasi penularan Covid-19. Tetaplah fokus dan berjuang walaupun pimpinan bangsa ini sudah mengajak kita bersahabat dengan corona virus.

Jujur kita akui, di lapangan aktivitas sudah berjalan. Protokoler kesehatan hanya sebagai catatan tertulis dalam lembaran kertas. Himbauan tak ubahnya bak nasehat yang bisa diikuti dan bisa pula diabaikan. Jaga jarak yang menjadi kata kunci dengan pola hidup bersih sudah jarang ditemukan di lapangan. Pemerintah sebagai regulasi dan pemilik hak eksekusi harus menggencarkan kembali protokol itu. “Nuansa perang” seperti di awal-awal pandemi ini melanda tak lagi kita rasakan. Serasa korona itu telah habis, serasa korona telah usai.

Kedua, hindari “benalu” yang bisa memicu instabilitas seperti RUU HIP yang mengutak-atik Pancasila. Pancasila bagi bangsa ini sudah final dan tumbuh subur dalam jiwa kita dalam berbangsa dan bernegara. Tegasnya, ideologi itu sudah final baik secara tekstual maupun dalam aplikasi. Saat ini, Bangsa Indonesia membutuhkan ketenangan dan fokus dalam bekerja. Kebijakan yang bisa menjadi “benalu” stabilitas yang memicu kemarahan umat sebisa mungkin dihindari. Fokuskanlah pikiran, sikap dan kebijakan untuk menyelamatkan bangsa ini dari Covid-19 dan menghidupkan kembali ekonomi bangsa.

Ketiga, kembali beraktivitas. New Normal memang suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Jika bangsa ini terus dibatasi, mobilisasi manusia terus dibatasi maka banyak sektor yang akan turut terbatasi. Roda ekonomi bangsa ini harus dihidupkan kembali. Aktivitas ekonomi manusia mesti dimulai kembali. Pabrik mesti kembali beroperasi, karyawan yang dirumahkan mesti ditarik kembali untuk menggenjot produksi. Pusat perbelanjaan mesti dibuka dan berjualan kembali. Transportasi antarpulau baik darat, laut dan udara harus dimulai kembali demi melancarkan arus barang dan manusia.

Harapan kita sederhana, dengan New Normal dan kembali berputarnya roda ekonomi bangsa ini kita bisa bangkit. Ekonomi bangsa ini sangat penting demi kelanjutan kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Namun, keselamatan manusia juga tidak kalah penting. Mari beraktivitas kembali dan kita patuhi protokol kesehatan demi terhindar dari wabah corona virus. (*)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Bupati Sutan Riska Tulari Semangat Goro di SMKN 1 Koto Baru

Pakai Masker Jangan di Dagu, Pelayan Rumah Makan Jangan Banyak Bicara