Palembang, BP
Pemerintah Daerah tidak boleh mengurangi anggaran pendidikan sesuai amanat Undang-undang, yakni 20 persen dari postur anggaran negara maupun daerah.
Amanat undang-undang tentang besaran anggaran pendidikan 20 persen dari postur APBD dan APBN tertuang di UUD 1945 pasal 31 ayat 4 dan UU Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 49 ayat 1.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan di pasal 171 ayat (1) dijelaskan “Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5 % (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji”. Pada ayat (2) : “Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 % (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji”.
Penjelasan dari ayat di atas adalah bahwa pemerintah pusat minimal harus menganggarkan 5 % dari APBN untuk pembiayaan sektor kesehatan. Sedangkan pemerintah propinsi atau Kota/Kabupaten minimal harus menganggarkan 10 % dari APBD untuk sektor kesehatan dengan ketentuan masing-masing minimal 2/3 untuk kepentingan publik terutama bagi penduduk miskin.
Untuk Sumsel sendiri malah bidang pendidikan dan kesehatan belum memenuhi quota undang-undang.
Sekretaris Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Mgs Syaiful Padli melihat untuk Sumsel anggaran pendidikan di Sumsel belum sampai 20 persen.
“Anggaran kesehatan UU No 36 tahun 2009 dia harus 10 persen APBD yang harus di alokasikan untuk bidang kesehatan, Sumsel juga belum mencapai angka itu, “ katanya, Selasa (4/6).
Terkait dengan kedua hal tersebut, terkait janji Gubernur yang memperbanyak infastruktur ini juga mengurangi target alokasi kesehatan dan pendidikan sesuai dengan undang-undang.
“ Tentu ini khan akan di evaluasi oleh Kemendagri, jadi artinya jika di evaluasi Pemprov harus memenuhi target itu, sehingga anggaran sesuai undang-undang itu harus dilaksanakan oleh Pemprov Sumsel karena itu perintah undang-undang,” katanya.
Berbeda dia era Gubernur Sumsel H Alex Noerdin dimana alokasi Sumsel untuk kesehatan sudah mencapai 10 persen dan pendidikan 20 persen.
“Aku lihat ini mungkin tahun pertama program, dan gubernur punya janji politik , dia mungkin memenuhi janji politiknya itu, tapi di DPRD akan terus mengawal bahwa anggaran kesehatan dan pendidikan harus sesuai peraturan perundang-undangan, karena perintah undang-undang ,” katanya
Terkait program berobat gratis dirinya selalu mengingatkan malah di rekomendasi pansus V DPRD Sumsel sudah menyebutkan kalau Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan harus bersinergi dalam menghimpun data penerima bantuan iuran PBI yang tidak mampu sehingga masyarakat miskin yang tidak memiliki kartu kesehatan gratis , Kartu Indonesia Sehat (KIS) bisa mendapatkan solusi dari pemerintah daerah sehingga mereka tidak mendapatkan kesulitan dalam mengakses kesehatan di Sumsel.
Selain itu harus dibuat data base penerima bantuan iuran PBI.
“ Hasil kunjungan Pansus V DPRD Sumsel ke Kemenkes bahwa untuk 2019 , pemerintah akan menaikkan alokasi anggaran untuk premi kelas III, kalau sekarang Rp25,500 ini naik Rp5000, ini justru menjadi beban APBD , kedepan APBD Sumsel akan bertambah berat dengan kenaikan premi untuk masyarakat miskin atau masyarakat yang ada di kelas III yang akan mengakses BPJS gratis,” katanya.
Ini juga menurut politisi PKS ini akan berimbas ke APBD Sumsel.
“ Kalau 2019 ini kita hanya menganggarkan Rp57 miliar artinya 2020 besok, anggaran untuk kelas III yang harus dialokasikan dari APBD Sumsel ini akan lebih besar lagi,” katanya.
Selain itu Gubernur Sumsel menginstrusikan kepada pihak kabupaten dan kota kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan bantuan kesehatan yang gawat darurat ini menjadi tanggungjawab kepala daerah kabupaten kota.
“Pada prakteknya ini itu juga menjadi sulit warga untuk mengakses kesehatan dengan KTP, alokasi APBD kita belum maksimal untuk mensuport orang yang tidak punya tadi dengan hanya menggunakan KTP tadi, kedepan masalah ini harus di prioritaskan oleh pemerintah daerah ,” katanya.#osk