Jakarta (ANTARA News) – Binar Academy menawarkan sekolah coding gratis selama 2,5 bulan. Diinisiasi oleh mantan petinggi Gojek, Alamanda Shantika, Binar Academy didirikan dengan tujuan besar yaitu menciptakan lapangan pekerjaan.
“Tujuan akhirnya adalah menciptakan lapangan kerja. Waktu itu di Gojek aku juga mikir orang enggak bisa selamanya jadi driver Gojek, anak-anaknya driver Gojek harus lebih tinggi lagi levelnya, jadi apa yang harus aku lakukan? ya harus ada akademinya dulu,” ujar Alamanda kepada ANTARA News di Jakarta, baru-baru ini.
Kelas Binar Academy pertama dimulai pada Maret lalu. Saat ini sekolah yang berlokasi di Yogyakarta itu telah memiliki tiga angkatan, yakni Batch 1 berjumlah 30 orang, Batch 2 berjumlah 30 orang dan Batch 3 sekitar 60 orang.
Dengan jumlah pertemuan dua jam sebanyak tiga kali dalam seminggu, tak sedikit orang, menurut Alamanda, yang meragukan lulusan Binar Academy.
“Orang-orang tanya ‘Memang benar bisa coding dalam waktu dua bulan setengah?’, Sebenarnya kami hanya memberi tahu sedikit ke mereka.Kami encourage mereka untuk belajar sendiri. Setiap pertemua itu saya kasih tugas,” ujar dia.
Misalnya, Alamanda menjelaskan, saat pertemuan pertama student diberi tugas untuk membuat desain aplikasi. Dalam hal ini, Binar Academy menggandeng kelaskita.com, yang menurut Alamanda sudah memiliki kurikulum yang lengkap, agar para pelajar belajar secara online terlebih dahulu.
“Jadi, waktu mau masuk kelas, belajar dulu di kelaskita.com, baru habis itu nanti di kelas ditanya susahnya di mana, di-review,” kata perempuan yang akrab disapa Ala itu.
“Jadi, kita bukannya jadi musuh buat sekolah-sekolah programming yang sudah ada, justru di sini aku pengen mengedepankan kolaborasi,” sambung dia.
Konsep belajar dan monetisasi
Satu bulan pertama siswa Binar Academy akan masuk dalam team working class yang disebut Party Class di mana seluruh siswa akan belajar dalam satu kelas.
Setelah itu, selama satu setengah bulan siswa akan dibagi dalam kelas-kelas kecil, sebanyak lima orang dalam satu kelompok, untuk mempelajari sesuai bidang ketertarikan.
Belajar dalam kelompok-kelompok kecil tersebut, menurut Ala dilakukan agar mentor lebih memperhatikan siswanya, demikian pula siswa dapat lebih bekonsentrasi dalam menerima materi.
“Satu bulan mereka belajar general programming kalau yang sama sekali belum bisa coding, satu setengah bulan lagi mereka belajar the real product, benar-benar bikin apps-nya langsung,” ujar Ala.
“Di kelas product itu ada product design ada product management, sama product engineering, jadi mereka belajar cara bikin produk dari awal, planning produknya harus bagaimana, fitur-fitur apa yang ada di situ. Setelah itu mereka baru masuk kelas coding-nya, codingnya dibagi iOS, Android, sama back end,” sambung dia.
Ada yang berbeda dari Binar Academy. Tidak seperti tempat menimba ilmu lainnya, Binar Academy tidak menerapkan sistem ujian.
“Ketakutan-ketakutan waktu aku sekolah enggak mau aku ulang lagi. Waktu sekolah aku takut mau ujian stres nilai jelek dimarahi. Nah, hal itu yang benar-benar mau aku buang dari pendidikan di Indonesia,” Ala menjelaskan.
“Yang aku dorong adalah mereka harus mau belajar dan mau bertanya. Jadi bagaimana cara kami menilai anak-anak? Kami nilai seperti di kantor, 360 feedback, di-review sama peer-nya, atasannya, sama bawahannya,” lanjut dia.
Hal ini juga yang mendorong para siswa untuk saling bekerja sama, dan tidak individualis. Bagi siswa yang memiliki performa yang kurang, Binar Academy sama sekali tidak menerapkan sistem hukuman.
“Tapi kita memfokuskan anak yang masih kurang, justru mentor akan fokus mengajari anak itu, yang lain yang sudah bisa dilepas,” ujar Ala.
Setelah menyelesaikan program belajar, para siswa dapat bergabung dalam Career Hub Binar Academy yang merupakan tempat untuk mempertemukan startup-startup yang ada di Jakarta dengan lulusan Binar Academy.
“Sebenarnya mereka bisa keluar dari Career Hub kita, boleh ngapain aja asal mereka berkontribusi untuk dunia. Dan, message kita yang kita sampaikan di Career Hub itu bukannya setelah belajar mereka bisa dapat gaji besar, tapi bagaimana mereka dapat membawa perubahan,” Ala menegaskan.
Career Hub tersebut juga merupakan cara yang dilakukan Ala dalam monetisasi Binar Academy, yang awalnya didanai sepenuhnya oleh Ala. Para siswa yang bergabung dalam Career Hub 20 persen dari pendapatannya akan disalurkan untuk biaya operasi Binar Academy.
“Mereka tetap kita develop lewat academy kita, jadi enggak cuman nyari talent, talent tetap di kita, jadi kita punya coworing di sana yang kita sebut Hackerspace,” ujar Ala.
“Perusahaan enggak perlu buka kantor mereka sendiri di Jogja, jadi mereka bisa nyewa sendiri sama kita, dan di sana anak-anak ini tetap bisa ngobrol sama mentornya, anak-anak ini selalu bisa nanya sama mentor-mentor yang ada di Binar,” sambung dia.
Satu lagi, cara yang dipilih Ala dalam monetisasi Binar Academy, yaitu adanya Advisory. Advisory dibentuk Ala untuk membantu perusahaan menghadapi Digital Transformation dengan mengembangkan potensi sumber daya manusia.
“Saya buka Advisory ini untuk jadi advisor para korporasi yang mau digital transformation, dan setelah kita kasih advisor-nya mereka bisa langsung hire talent-talent-nya dari Career Hub kita,” kata Ala.
“Nah, itu sebenarnya monitizer yang paling besar, dan itu yang menghidupkan Binar,” imbuh dia.
(Video bincang-bincang bersama founder Binar Academy, Alamanda Shantika)
Rencana pengembangan
Saat ini Ala mengatakan sedang menggandeng sejumlah influencer dalam membuat aplikasi yang tengah dikembangkan oleh Batch 3 Binar Academy.
“App-nya yang punya dampak sosial, tech for good, teknologi yang membawa kebaikan. Orang masuk ke app itu mereka bisa submit positif thought-nya mereka. Pikiran-pikiran positif mereka kayak apa, dan pengalaman mereka hari ini,” ujar Ala.
“Itu yang akan kita bikin di Batch 3. Aku cuma kasih tema ke anak-anak, nanti mereka yang membesarkan fitur app-nya. Misalnya apppnya harus bisa share ke Facebook, Instagram,” lanjut dia.
Sebelumnya, Ala mengatakan lulusan Binar Academy telah menciptakan QuranIDProject di mana sejumlah artis, antara lain Afgan, Raisa dan Tulus, ikut berpartisipasi dalam mengisi suara.
Ala bahkan memiliki rencana untuk membawa Binar Academy di daerah lain di Indonesia.
“Enggak perlu anak-anak daerah datang ke Jakarta, toh cost di luar Jakarta itu jauh lebih rendah, toh juga dengan kita nge-hire mereka di sana mereka tetap bisa membangun kotanya, makanya aku pengen anak-anak luar kota itu bisa stay di kotanya masing-masing sambil membesarkan kotanya masing-masing,” kata Ala.
“Jadi kita mau buka di Malang, di Jakarta juga mau buka tapi kelasnya beda-beda di setiap kota, aku melihat keunikan talent-talent yang ada di setiap kota, kayak di Jakarta kita mau buka data science,” sambung dia.
Ala berencana membuka Binar Academy di Malang tahun depan untuk kelas digital maketing.
Untuk dapat mempercepat skalabilitas, Ala mengatakan bahwa Binar Acadmy tidak hanya melahirkan talent tetapi juga mencetak mentor. Tidak hanya itu, Binar Academy juga akan menggandeng co-working yang ada di kota itu.
“Yang ada di binar itu cuman master research bikin kurikulum, nah mentor itu kita freelance jadi master-master itu akan kasih license ke mentor-mentor Binar, nah mentor ini yang akan mengajar kelasnya,” kata dia.
Selain itu, Ala juga berniat untuk membuat Binar App dengan menggandeng sekolah-sekolah yang sudah ada.
“Soalnya aku melihat education tech itu masih kecil banget. Sekarang orang abis e-commerce, fintech, medical, baru education itu jauh banget, orang kayak enggak lihat sama sekali,” ujar dia.
“Aku ingin membawa lebih tinggi lagi education supaya banyak dilihat orang. Memang kayaknya enggak menguntungkan, tapi pasti ada kok jalannya,” tambah dia.
Editor: Fitri Supratiwi
COPYRIGHT © ANTARA 2017