JAKARTA – Dua negara Asia, Singapura dan Korea Selatan, pekan lalu sudah mengumumkan perekonomian mereka memasuki resesi setelah ekonominya berkontraksi dua kuartal berturut-turut. Beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Australia pun juga diperkirakan sulit dari jurang resesi.
Perekonomian Indonesia sendiri sangat bergantung pada kinerja kuartal III-2020 yang hasilnya baru dipublikasikan sekitar Oktober mendatang. Sedangkan pada kuartal II atau periode yang berakhir pada Juni hampir semua kalangan memperkirakan akan berkontraksi cukup dalam.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, di Jakarta, Senin (27/7), mengatakan butuh upaya ekstra untuk meloloskan ekonomi Indonesia dari resesi. Bahkan, resesi sulit dihindari tahun ini jika vaksin anti Covid-19 belum ditemukan.
“Kuartal triwulan III dan IV ekonomi masih berkontraksi, resesi tahun ini sulit dielakkan,” kata Piter.
Menurut dia, bila vaksin sesuai harapan bisa diproduksi pada awal tahun 2021, dan wabah bisa benar-benar bersih pada triwulan kedua maka pertumbuhan ekonomi bisa di atas 5 persen pada tahun depan.
“Saya perkirakan kita akan mampu tumbuh di atas 5 persen. Kuncinya ada di berakhirnya wabah,” katanya.
Relatif naiknya proyeksi pertumbuhan pada tahun depan karena output ekonomi yang sudah terkontraksi pada 2020, sehingga perhitungan statistik pasti terjadi peningkatan output meskipun kecil, tetapi persentasenya naik signifikan. Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini sekitar minus 2 persen.
Belum Ada Sinyal
Pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, yang dikonfirmasi secara terpisah, mengatakan pemerintah sangat kesulitan untuk mencapai pertumbuhan hingga 4,5 persen pada tahun depan. Dengan melihat pencapaian pada kuartal I-2020 yang jauh dari harapan. Selain itu, belum ada tanda perekonomian belum bisa segera pulih dari krisis akibat pandemi Covid-19.
“Lebih tepatnya, lupakanlah target 4,5–5 persen, karena bisa positif saja itu sudah bagus. Ini adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri, sebab dengan perolehan kuartal 1 yang hanya 2,97 persen dari target 4,5 persen sesungguhnya ini sudah merupakan noda hitam catatan pertumbuhan dalam 15 tahun terakhir,” kata Bambang.
Belum lagi prediksi banyak pihak bahwa kuartal II pun akan ter-kontraksi sampai 5,1 persen. Dengan history data seperti itu, untuk masuk ke kuartal III dengan pandemi Covid-19 yang belum berakhir tentu tidak mudah untuk membalikkan situasi demikian.
“Sekalipun tim pemulihan ekonomi tidak tidur dan terus bekerja 24 jam, target Kemenkeu tetap akan sulit dicapai. Jadi yang tepat, jangankan ke 4,5 persen, bisa positif saja sudah untung. Apapun, apakah terjadi resesi atau tidak di 2020 ini, keberadaan negeri ini di 2021 tetap bersandar pada keberadaan Covid-19. Jika penanganan Covid-19 membaik maka ekonomi pun membaik,” katanya. n yni/SB/E-9