Jakarta (ANTARA Sumsel) – Organisasi lingkungan Kaoem Telapak dan Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) menilai usulan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk pembukaan ekspor kayu bulat akan memicu pembalakan liar dan penyelundupan kayu bulat.
“Jika rencana pemberlakuan kembali ekspor kayu bulat ini benar ditetapkan maka disinyalir kejahatan pembalakan liar dan penyelundupan kayu akan kembali marak,” kata Juru Kampanye Hutan Kaoem Telapak Johanes Jenito dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Selain memicu pembalakan liar, menurut dia pembukaan ekspor kayu bulat dapat menghambat perkembangan industri kayu dalam negeri dan berdampak pada tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawan industri primer dan lanjutan.
Johanes mengatakan ekspor kayu bulat akan mendorong efisiensi produksi, misalnya rata-rata tiap industri kehutanan mempekerjakan minimal 200 orang pekerja per pabrik, sekitar 150 ribu pekerja akan mengalami PHK dan sekitar 600 industri terancam tutup karena tidak ada bahan baku.
Pasar domestik seperti industri kayu skala kecil yang dikelola oleh masyarakat pun akan turut terkena imbasnya.
“Bukan hanya itu saja, ekspor kayu bulat akan mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati,” ucap Johanes.
Untuk itu, Kaoem Telapak dan JPIK meminta Kementerian LHK membatalkan rencana pemberlakuan kembali ekspor kayu bulat.
Pihaknya meminta Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian LHK bekerja sama menjamin ketersediaan pasokan bahan baku kayu bulat untuk industri primer kehutanan dari sumber legal dan lestari.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berencana membuka keran ekspor kayu bulat dengan syarat kayu berkualitas sangat baik.
Adapun Indonesia memberlakukan larangan ekspor kayu bulat pada 2001 melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk mengatasi pembalakan liar dan penyelundupan kayu bulat.