in

Geliat Rupiah di Daerah Wisata Provinsi Kepri

SOSIALISASI RUPIAH: Pengunjung kawasan pariwisata Lagoi, Bintan, November 2016, mengenakan kaus bertuliskan ”rupiah keren”. Bank Indonesia terus sosialisasikan pakai rupiah. F-martua/TANJUNGPINANG POS

Mini Market Kini Punya Money Changer untuk Permudah Transaksi Rupiah

Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 17/3/PBI/2015 tentang kewajiban penggunaan rupiah di Wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI) sebagai turunan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang Rupiah, menjadi titik awal perubahan di kawasan pariwisata di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Perubahan berjalan, pada pemanfaatan mata uang rupiah, di kawasan-kawasan pariwisata, khususnya di Batam dan Bintan.

Batam – Sebelum pemberlakuan UU Mata Uang Rupiah, restoran dan hotel di Batam dan Lagoi (Bintan), menyajikan tarif dengan harga rupiah. Demikian dengan pembayaran yang dapat dilakukan dengan mata uang dolar.

Bahkan pada kemasan makanan dan minuman yang dijual di resort, hotel dan restoran dilabeli dengan harga dolar. Namun pemandangan itu hanya berlangsung, hingga tahun 2015 awal di daerah pariwisata di Batam dan Bintan.

Pada kunjungan kunjungan Tanjungpinang Pos ke beberapa tempat di Lagoi, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri, hingga tahun 2015 awal, sejumlah tempat wisata dengan penginapan, baik resort dan hotel, tidak memiliki money changer. Misalnya, Hotel Nirwana, Hotel Lagoon Lagoi dan lainnya, termaksud mini market serta restoran di dalam kawasan itu.

Walau tarif yang digunakan dalam nilai dolar Singapura, namun pengunjung bisa menggunakan rupiah, sebagai alat bayar. Mata uang rupiah menjadi alternatif alat transaksi dan bukan satu-satunya alat tukar. Demikian dengan tarif hotel di Batam yang menggunakan dolar sebelum dikoversikan ke rupiah, saat transaksi pembayaran berlangsung. Seperti tarif di resort-resort di Nongsa.

Namun kondisi itu berubah, pada tahun 2016. Pada kunjungan Tanjungpinang Pos, Januari tahun 2016 di Nongsa Point Marina, Batam, tarif yang digunakan sudah rupiah, untuk setiap menu yang disajikan. Saat akan membayar uang muka penginapan di resort, Nongsa Point.

”Tidak bisa lagi pakai dolar pak. Tarifnya Rp 2,2 juta per hari. Di dalam ada dua kamar, ruang tamu dan tempat memasak,” ungkap petugas di lobi pendaftaran untuk penginapan di resort, yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka itu.

Kondisi yang sama berlangsung, 23 November 2016, di Lagoi, Bintan. Jika konter, money changer sudah tersedia di lokasi itu. Bahkan, pemilik mini market di kawasan itu sudah memiliki usaha tambahan. Membuka konter penukaran uang atau money changer. Disana, ada tiga konter money changer. Salah satunya, minimarket oleh-oleh Tourist Shop, di Blok A, tepat disebelah Hotel Grand Lagoi Village, Lagoi, Bintan.

Bagi pengunjung yang ingin berbelanja dan hanya mengantongi uang dalam nilai dolar, bisa memanfaatkan money changer, untuk menukar uang menjadi rupiah. Menurut Ayu, seorang pelayan disana, money changer itu disiapkan setelah ada aturan untuk penggunaan rupiah sebagai alat transksi. Termaksud pengunjung hotel yang akan belanja di mini market itu.

Selain itu, pada daftar harga makanan ringan, minuman kaleng dan rokok juga, ditempel harga dengan nilai rupiah. Seperti minuman air mineral sedang dengan harga Rp 5 ribu dan rokok Sampoerna, seharga Rp 21 ribu.

”Kalau ada turis asing mau belanja disini, harus tukar duit dulu. Kan aturannya gitu. Konter money changer menjadi kebutuhan, biar wisatawan bisa lebih mudah transaksi. Tapi sekaligus juga kita dapat untung,” ujar Ayu.

Pasca PBI 37, kawasan pariwisata Kepri, khususnya Batam, Bintan dan Tanjungpinang terjadi peningkatan pembukaan usaha money changer atau kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA). Hampir tiap dua minggu, atau setiap bulan ada yang membuka money changer.

Pengusaha jasa penukaran uang yang tinggal di Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), yang juga Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Indonesia, Amat Tantoso mengatakan, untuk Kepri, pertumbuhan konter money changer paling banyak di Bintan. Secara umum di Kepri, ada 151 money changer.

”Konter money changer paling banyak bertambah, sekarang di Bintan. Ke depan, pengembangan akan ke arah Anambas dan Natuna. Di Anambas, pariwisatanya akan dikembangkan, tapi belum ada money changer,” jelasnya.

Menurut Amat Tantoso, pertumbuhan itu didukung keberadaan Batam dan Bintan yang merupaka wilayah pariwisata di perbatasan Indonesia. Diakui, pemberlakuan pelaksanaan UU Mata Uang Rupiah, menjadi penting di wiayah Kepri. Hanya saja, Amat mengaku tidak tahu secara pasti, berapa banyak transaksi di money changer tahun ini.

”Tidak penerapan UU Mata Uang tidak berpengaruh kepada dunia pariwisata. Ini juga terkait kedaulatan mata uang di wilayah negara kesatuan Republik Idonesia (NKRI). Sama dengan kita kalau ke Singapura. Kalau kita makan, tidak bisa pakai rupiah. Tidak diterima,” cerita Amat Tantoso.

Pemberlakuan UU Mata Uang juga juga mendorong perekonomian masyarakat di daerah pariwisata di Batam. Setiap transaksi yang berlangsung di konter money changer, membawa keuntungan bagi pelaku usaha, seperti diakui Kepala Dinas Parawisata Batam, Yusfa Hendri.

”Secara langsung, UU Mata Uang mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Lapangan kerja bertambah. Untuk dunia pariwisata, tidak berpengaruh negatif,” imbuh Yusfa.

Sementara Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri, Gusti Raisal Eka Putra mengungkapkan, saat ini money changer, ada 165 izin. Pertumbuhannya terus meningkat, pasca penerapan penggunaan mata uang rupiah, sebagai satu-satunya alat transksi di dalam negeri.

”Dipastikan dalam satu tahun belakangan ini, tiap bulan ada pembukaan usaha money changer,” kata Gusti.

Gusti menceritakan pengalamannya saat baru bertugas di Batam, tahun 2014 lalu. Saat itu, PBI yang diberlakukan saat ini, belum keluar.

”Sebelum ada ketentuan atau saya baru datang ke Batam, belum ada PBI. Saya coba mau beli ponsel pakai dolar, bisa. Tapi saya tidak mau,” ungkap Gusti.

Selanjutnya setelah PBI keluar, saat rekan-rekannya dari luar Batam datang, mereka mencoba membeli ponsel atau handphone dengan dolar. Tapi hal berbeda kemudian terjadi. Tempat konter penjualan ponsel yang ada di Lucky Plasa, Nagoya, Batam menolak.

”Saya juga minta kawan yang datang ke Batam untuk beli ponsel di Lucky Plaza pakai dolar, tapi ditolak penjual ponsel. Mereka mulai sadar dan tidak mau lagi menerima transaksi dolar,” ungkap Gusti.

Kondisi kontras itu berlangsung didukung kegiatan operasi yang dilakukan Polda Kepri. Pada akhir tahun 2015, Polda melakukan operasi untuk shock terapi. Aparat Polda mengamankan beberapa orang warga yang belanja, dengan menggunakan dolar.
Selain itu, ada juga seorang turis yang sempat diamankan aparat kepolisian, karena membayar hotel dengan dolar.

”Tapi kemudian kita bincang-bincang dengan kepolisian, yang ditangkap turis. Kita minta dilepaskan. Kalau turis menggunakan dolar, kan karena mereka tidak tahu UU ini saat itu,” jelas Gusti.

Diingatkan, karena UU itu milik Indonesia, maka perlu pihak hotel atau restoran menjelaskan kepada turis sebagai pengunjung. Pihak hotel atau restoran yang menerima pembayaran, harus menjelaskan pembayaran yang diterima, menggunakan rupiah.

”Jelaskan, kita tidak bisa menggunakan valas dolar atau mata uang lain selain rupiah,” himbau Gusti.

BI Kepri juga mendorong pengusaha hotel dan restoran di Batam melalui asosiasinya, untuk membuka money changer. Dorongan diberikan, jika masih banyak turis yang kesulitan mendapatkan rupiah saat mereka belanja.

”Dan sekarang, sudah banyak yang membuka. Terakhir bisa dilihat di Bintan Lagoon. Dulu belum ada. Jadi perkembangan cukup baik,,” ungkap Gusti

Tambahan cukup banyak, karena tiap dua minggu atau paling tidak tiap bulan kita pasti ada menerima pembukaan money changer.

”Tiap bulan pasti ada,” tegasnya.

Setelah Batam, Tanjungpinang dan Bintan ada yag mengajukan buka usaha money changer.

Awalnya diakui, mereka harus bekerja untuk mensosialisasikan UU Mata Uang Rupiah, berikut PBI. Alasannya, pengusaha banyak yang takut buka usaha itu, karena khawatir biaya mahal. Namun diakui, dengan syarat lengkap, pembukaan money changer tanpa biaya.

”Mereka takut, pada hal zero cost (tanpa biaya). Kalau syarat lengkap, tanpa biaya dan kita proses cepat,” ungkap Gusti.

Selain untuk dunia pariwisata, transaksi untuk retail juga diakui Gusti meningkat. Hanya saja, data lengkapnya, tidak diketahui secara pasti. Namun penggunaan mata uang rupiah untuk usaha retail sudah tinggi untuk Kepri.

”Setelah penerbitan PBI, cukup lumayan. Kalau tidak salah, penggunaan dolar dalam negeri, secara nasional berkurang sekitar 60 persen,” kata Gusti.

Hanya saja, untuk industri manufaktur di Kepri diakui, masih kesulitan untuk menjalankan UU Mata Uang Rupiah. Alasannya, mereka mendatangkan bahan baku dari luar negeri. Sehingga masih menggunakan dolar. Karena pengusaha manufaktur banyak yang komplain untuk transaksi dengan rupiah, sehingga diberikan toleransi, hingga tahun 2021.

”Tapi untuk sewa gedung atau saat mereka menggunakan hotel, belanja di restoran, supermarket, tidak boleh lagi menggunakan dolar,” tegasnya mengakhiri.

Dorongan terhadap penggunaan mata uang rupiah untuk investor asing, juga dilakukan Bank Indonesia (BI) bekerjasama dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam. BP Batam merupakan Badan Layanan Umum (BLU) yang menangani investasi asing di Batam.

”Kita ingin menjaga stabilitas nilai mata uang rupiah sekaligus dalam rangka penerapan UU. Mata uang rupiah wajib digunakan di wilayah NKRI, sebagai lambang kedaulatan negara,” tegas Gusti

Penggunaan mata uang rupiah di Kepri, termaksud Batam, diakui Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo juga, saat berkunjung ke Batam, 10 Agustus 2016 lalu. Kondisi ini diakui menunjukkan, mata uang rupiah semakin berdaulat di negara sendiri.

Implementasi positif tersebut dapat dilihat dari peningkatan penggunaan mata uang rupiah di Kepri. Penggunaan mata uang rupiah semakin digalakan hingga ke transaksi-transaksi bisnis dan kontrak kerjasama. (MARTUA p butarbutar)

What do you think?

Written by virgo

IPPNU Kota Tegaskan Tidak Ada Dualisme

Puluhan Sekolah di Pidie Jaya Rusak Akibat Gempa Aceh