Tak Hadiri Rapat Tanpa Keterangan
Ketidakhadiran sejumlah pejabat eselon II Pemprov Sumbar dalam rapat koordinasi Gubernur dengan Bupati/Wali Kota di Auditorium Gubernur, kemarin (3/8), memicu kemarahan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. Bahkan, Irwan sampai menyuruh pejabat “bandel” tersebut pindah tugas atau mengundurkan diri.
“Pergi tidak mintak izin. Saya lo yang mengundang rapat ini. Kacau balau semuanya, tidak jelas mana yang pimpinan dan mana bawahan,” ujar Irwan sewaktu mengambil absen satu per satu nama kepala dinas provinsi.
Awalnya, kemarahan Gubernur muncul ketika menanyakan keberadaan Kepala Badan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Sumbar, Nazwir. Lalu, menanyakan Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan Sumbar, Candra Mustika yang juga tidak hadir tanpa keterangan. Kemudian Kepala Dinas SDM Sumbar Eri Martinus yang dijawab salah seorang stafnya, jika Kadis tengah ke Jakarta menghadiri rapat dengan KPK.
“Nah, kok saya tidak tahu dia keluar daerah. Atasannya siapa? Kalau tidak, pindah saja ke pusat jadi eselon I. Kalau di sini, ya gubernur pimpinannya. Kalau tidak, mundur saja,” beber Irwan yang meradang usai mendengar pemaparan Sekkab Pasaman.
Dari pantauan Padang Ekspres, kemarahan Gubernur membuat suasana rapat yang dihadiri kepala daerah itu kian suram. Nyaris, tak satu pun pejabat yang bersuara dan duduk tertunduk. Beberapa pejabat yang tampak hadir antara lain, Kepala Dinas Pendidikan Burhasman Bur, Kepala Dinas Kesehatan Merry Yuliesday, Kepala Dinas Sosial Abdul Gafar, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PU PR) Fathol Bahri, Kepala Dinas Peternakan Erinaldi, Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Alwis dan sebagainya.
Rapat koordinasi ini dibagi dalam tiga tahap. Kemarin (3/8), enam daerah mendapat giliran menyampaikan perkembangan pembangunan. Masing-masing, Kepulauan Mentawai, Solsel, Pasaman Barat, Pasaman, Dharmasraya, dan Pariaman. Kemudian, dilanjutkan dengan Padang, Bukittinggi, Kota Solok, dan Sawahlunto.
“Koordinasi ini penting untuk kelanjutan pembangunan. Makanya, setiap Kadis wajib hadir agar tahu apa yang dibutuhkan kabupaten/kota. Kalau tidak bisa hadir, minta izin dan jelaskan keterangannya,” terang Irwan sewaktu mendengarkan presentasi Bupati Solsel Muzni Zakaria.
Bupati Solsel ini mengatakan pihaknya membutuhkan bantuan anggaran cukup besar untuk penyempurnaan pembangunan di Solsel. Bidang pendidikan misalnya, sampai hari ini, angka partisipasi sekolah masih cukup rendah, terutama tingkat SMA.
Pendistribusian guru juga belum maksimal dan masih banyak sekolah kekurangan guru. “Peningkatan sarana dan prasarana dan meratakan pendistribusian guru adalah hal yang perlu dilakukan di Solsel saat ini,” jelas Muzni.
Begitu juga soal kesehatan, selain masalah infrastruktur, pemerataan pendistribusian bidan dan tenaga kesehatan lainnya juga menjadi kendala di Solsel. Bahkan, 1 unit puskesmas di Kecamatan Lubuk Ulang Aling, masih belum memenuhi sarana maupun tenaga kesehatan.
“Tapi, dari sekian banyak masalah, persoalan jalan yang paling mendesak saat ini. Sebagian besar sudah rusak dan banyak juga yang masih jalan tanah. Maka, peningkatan untuk pembangunan jalan sangat dibutuhkan,” jelasnya.
Sementara itu, Bupati Kepulauan Mentawai, Yudas Sabaggalet dalam presentasinya, mengutarakan kesiapan pemerintah setempat untuk menerima bantuan pembangunan pembangkit listrik dari pihak manapun. Sehingga, seluruh kawasan di Mentawai dapat dialiri penerangan.
Selain itu, memastikan menyediakan pendukung pembangunan, seperti penyediaan lahan. Namun, pendirian pembangkit listrik harus sesuai potensi daerah dan tidak bersifat uji coba yang justru menghabiskan anggaran.
“Dulu, ada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di setiap rumah. Tapi, baterai penyimpan energinya mudah rusak, dan tidak bisa digunakan lagi. Kalau rencananya ada bantuan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu atau Angin (PLTB), pastikan dulu apakah sesuai atau tidak,” tegasnya.
Yudas menerangkan, kebutuhan listrik di Mentawai sangat vital untuk membantu percepatan pembangunan. Sebab, rasio eletrifikasi di Kepulauan Mentawai saat ini baru mencapai 32 persen. Serta, masih ada 32 desa yang sama sekali belum terjamah listrik. Ketiadaan energi listrik di sejumlah lokasi juga menjadi sebab tidak terealisasinya pembangunan Base Transceiver Station (Stasiun Pemancar) Telekomunikasi.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Sumbar, Reti Wafda menyebutkan, membantu percepatan pembangunan kelistrikan di Sumbar, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memberikan bantuan berupa pendirian PLTB di 10 titik. Empat titik telah teralokasikan, dan 6 diproyeksikan untuk Kepulauan Mentawai.
“Syaratnya, harus membangun tapak tiang untuk PLTB. Kalau bersedia, pada kunjungan LIPI dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) akhir Agustus nanti, kami arahkan bantuan itu ke Mentawai,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kepulauan Mentawai, Naslindo Sirait mengatakan, PLTB memungkinkan untuk wilayah pesisir barat Mentawai. Diakuinya, saat ini Pemkab Kepulauan Mentawai telah menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
Dalam rencana aksi, rasio elektrifikasi di Kepulauan Mentawai bisa mencapai 100 persen di tahun 2045. Sumber energi yang digunakan yakni potensi energi terbarukan di daerah.
“Kita dapat bantuan hibah Rp120 miliar. Energi listrik dari biomassa dari bambu mulai dikembangkan di 3 desa. Ke depan, potensi energi mikro hidro dan angin yang akan dikembangkan,” katanya.
Di sisi lain, Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan memaparkan persoalan di bidang infrastruktur. Di antaranya, terjadi kerusakan jalan nasional, provinsi dan kabupaten di Dharmasraya. Lalu, seringnya terjadi kerusakan dini ruas-ruas jalan berstatus provinsi dan kabupaten di wilayah Dharmasraya.
Merujuk ini, pihaknya menekankan perlunya dilakukan pendataan ulang terhadap jalan nasional, provinsi dan kabupaten berdasarkan fungsi riil di lapangan sesuai kapasitas kendaraan yang melintasi jalan-jalan, serta peningkatan kualitas jalan nasional. Kemudian penataan ulang kembali ruas-ruas jalan berstatus provinsi dan kabupaten berdasarkan fungsi riil di lapangan sesuai kapasitas dan tonase kendaraan yang melewati.
Selain itu, Sutan Riska juga memaparkan banyaknya jaringan irigasi yang rusak dan belum tertangani akibat keterbatasan dana APBD. Berdasarkan PP No 20 Tahun 2006 tentang Irigasi dan Kepmen PU No 390/KAS/M/2007, luas kecil dari 1.000 hektare area menjadi wewenang dan tanggung jawab kabupaten/kota. Luas 1.000 hektare area sampai 3.000 hektare, areanya menjadi wewenang dan tanggung jawab provinsi dan lebih dari 3.000 hektare jadi wewenang dan tanggung jawab pusat.
Kemudian, terdapat rumah tangga yang tinggal di rumah tidak layak huni. Tahun 2016, dari 5.180 rumah tidak layak huni, baru sekitar 55 rumah bisa diperbaiki dengan bantuan APBN. (*)
LOGIN untuk mengomentari.