in

Homo Sapiens Tertua ASEAN Ditemukan di Sumbar

Hidup 73 Ribu Tahun  Lalu di Ngalau Lidah Aia

Homo sapiens atau manusia modern anatomi tertua di Asia Tenggara (ASEAN), ternyata pernah hidup di Sumbar. Persisnya di Goa Lida Ajer yang dikenal penduduk lokal sebagai Ngalau Lidah Aia di kawasan perbukitan Kojai, Nagari Tungkar, Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Limapuluh Kota atau sekitar 20  kilometer dari arah selatan Kota Payakumbuh.

Ihwal Goa Lida Ajer dihuni manusia sapiens tertua di ASEAN terungkap berkat penelitian tim ilmuwan dari Australia, Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan Belanda. Hasil penelitian yang diberi judul “An early modern human presence in Sumatera 73.000-63.000 year ago” (Kehadiran manusia modern awal di Sumatera 73.000-63.000 tahun lalu) itu,  dipublikasikan pertama kali di Nature: Jurnal Ilmiah Mingguan Internasional edisi 17 Agustus 2017.

Penelitian yang dipimpin K E Westaway dari Departemen Ilmu Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Macquarie, Australia tersebut, melibatkan beberapa arkeolog dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia (Kemendikbud RI). 

“Iya, ada beberapa peneliti kita yang ikut membantu penelitian di Goa Lida Ajer. Salah satunya bernama Rokus Due Ewe. Sayang, beliau sudah meninggal, saat penelitian ini dipublikasikan di jurnal Nature edisi Agustus lalu,” kata Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Profesor Harry Truman Simanjuntak ketika dihubungi Padang Ekspres, Senin (4/9).

Bagi Puslit Arkenas, hasil penelitian di Goa Lida Ajer yang dipublikasikan di jurnal ilmiah dunia tersebut merupakan sesuatu yang patut disyukuri bangsa ini. “Jika tidak ada klaim-klaim keberatan dari ahli-ahli lain di dunia, seperti sudah berlangsung sejauh ini, maka fosil gigi manusia modern yang ditemukan di Goa Lida Ajer itu, akan menjadi fosil manusia modern tertua di ASEAN, setidaknya di Indonesia. Sebab, fosil gigi itu diperkirakan sudah berusia 67 ribu hingga 73 ribu tahun lalu,” kata Harry Truman.

Profesor Riset yang pernah meraih penghargaan Sarwono Award dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menyebut, selama ini fosil homo sapiens tertua di ASEAN, diyakini adalah fosil yang ditemukan pada salah satu gua di Filipina. Usia fosil itu diperkirakan 67 ribu tahun. “Hanya saja, penelitinya sendiri masih meragukan apakah fosil itu memang fosil homo sapiens atau tidak. Sebab, baru meneliti dari fosil giginya saja,” bebernya.

Selain fosil di Filipina, ada temuan kontemporer Puslit Arkenas pada satu atau dua titik lainnya di Pulau Jawa. “Ada temuan kontemporer tentang fosil yang diperkirakan berusia 128 ribu tahun lalu. Tapi temuan kontemporer ini didasarkan pada fosil gigi saja. Para peneliti tidak terlalu concern dengan temuan itu karena terlalu tua untuk penyebararan homo sapiens di kawasan Asia Tenggara,” jelasnya.

Lelaki yang pernah menimba ilmu di Institut de Paleontologie Humaine, Paris, Perancis itu menjelaskan, hasil penelitian di Goa Lida Ajer meski masih mungkin bersifat catatan. Namun, seperti penelitian lainnya, selalu menemukan yang baru dan membuka perspektif baru. “Apa yang ditemukan, memang memberikan data baru tentang keberadaan manusia sapiens tertua di Indonesia dan ASEAN,” imbuhnya.

Paling penting lagi, menurut Harry Truman, hasil penelitian di Goa Lida Ajer yang dipaparkan Westaway dkk, memperlihatkan pentingnya Pulau Sumatera dalam penelitian terkait manusia modern. Selama ini, jagat ilmu pengetahuan seolah skeptis terhadap penyebaran manusia modern di Sumatera. 

“Walau kita juga pernah menemukan fosil homo sapiens berusia 45 ribu tahun di Goa Harimau, Batu Raja, Sumatera Selatan. Namun, Pulau Sumatera itu dianggap tidak penting-penting amat dalam penyebaran manusia modern, karena Dubois (ahli anatomi berkebangsaan Belanda Eugune Dubois, red), pernah frustasi di Sumatera. Tapi kini, Sumatera yang malu-malu itu telah mengeluarkan datanya. Hasil penelitian di Goa Lida Ajer adalah penemuan besar,” tegas Harry Truman.

Temuan besar yang sejauh ini dianggap Harry Truman masih aman-aman saja, karena tidak ada klaim keberatan dari ahli lainnya, perlu ditindaklanjuti dengan penelitian susulan. Misalnya, peneliti artefak atau peralatan yang pernah digunakan manusia modern yang mendiami Goa Lida Ajer. “Pak Rokus Due Ewe pernah bilang pada saya, pernah menemukan artefak juga di Goa Lida Ajer. Waktu itu, saya belum begitu perhatian. Mestinya, perlu penelitian lagi,” katanya.

Penelitian ulang ataupun penelitian susulan tidak mesti dilakukan peneliti asing. “Bangsa ini juga mampu. Kita punya banyak ahli. Seharusnya, temuan di Goa Lida Ajer ini memotivasi pemerintah kita, baik pusat atau daerah untuk melakukan penelitian susulan. Berapalah biayanya, tidak mahal-mahal amat. Dan, bangsa kita sebenarnya mampu loh untuk itu,” ulas Harry Truman dengan nada bergetar.

Hal senada disampaikan tiga arkeolog lainnya yang dihubungi Padang Ekspres secara terpisah. Yakni, Profesor Herwandi dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Nurmatias dari Balai Pelestarian Nilai Cagar Budaya (BPCB) Sumbar, dan I Ketut Wiratyana dari Balai Arkeologi Sumatera Utara.

Profesor Herwandi yang merupakan satu-satunya profesor arkeologi di Unand menyebut, hasil penelitian di Goa Lida Ajer menunjukkan bahwa manusia homo sapiens, telah menghuni Indonesia sekitar 73 ribu tahun lalu atau jauh lebih awal dari penghitungan semula sekitar 45 ribu tahun lalu. “Penelitian ini telah membuka berbagai perspektif baru. Memang menarik jika dilakukan penelitian susulan atau penelitian ulang,” imbuhnya.

Selain dilakukan penelitian susulan, menurut Ketut Wiratjana, pemerintah daerah di Sumbar perlu merespons hasil penelitian di Goa Lida Ajer. Kawasan tersebut perlu disiapkan sebagai kawasan destinasi wisata. Apalagi Sumbar memiliki banyak sekali potensi goa-goa masa lalu.

“Sebelum penelitian di Goa Lida Ajer itu dipublikasikan, kami dari Balai Arkeologi Sumatera Utara dan BPCB Sumbar, pernah meneliti goa lain yang berada di balik bukit Goa Lida Ajer, yakni sebuah goa di Situmbuk, Tanahdatar. Gua di Situmbuk ini memiliki lukisan berkonteks pertanian yang usianya sekitar 300 tahun. Nah, mestinya pemerintah daerah bisa lebih cepat menjadikan goa-goa masa lalu ini sebagai destinasi wisata,” kata Ketut.

Sejauh ini, Ketut melihat pemerintah daerah di Sumbar agak lambat memanfaatkan potensi goa-goa masa lalu tersebut. Baru-baru ini, baru Pemerintah Kabupaten Solok Selatan yang berniat menjadikan Goa Batu Kapal di daerah itu sebagai destinasi wisata baru. 
“Saya sudah sering ke Sumbar, bersama kawan-kawan arkelog. Akan sulit mendapatkan informasi budaya di Sumbar, sebab begitu banyak (masyarakat) yang bermigrasi (merantau). Sehingga, mereka mulai kehilangan akar budaya. Mereka tak banyak kenal dengan budaya yang ada. Padahal, Sumbar itu sangat potensial sekali,” kata Ketut Wiratyana.

Hasil penelitian di Goa Lida Ajer, menurut Ketut, bikin geger jagat arkelogi karena juga ada kaitannya dengan letusan ketiga Gunung Toba purba, Sumatera Utara. Sebab, ketika Gunung Toba purba meletus 74 ribu tahun lalu, ilmuwan mengira tak ada lagi kehidupan di Pulau Sumatera. “Namun, dengan penelitian terbaru ini, anggapan itu terbantahkan, ternyata ada manusia yang hidup di Goa Lida Ajer,” kata Ketut.

Sementara itu, Nurmatias menyebutkan, Goa Lida Ajer sudah diekskavasi atau penggalian peneliti asing sejak akhir abad 19. Persisnya, sejak ahli anatomi Belanda Eugene Dubois datang ke Sumbar pada Desember 1887. Kala itu, Dubois menemukan sejumlah fosil di Goa Lida Ajer. Dua di antaranya berupa fosil gigi yang seratus tahun kemudian diyakini ahli paleontologi Belanda bernama Dirk Hooijer sebagai gigi manusia modern.

Fosil gigi itulah yang kemudian diteliti ulang tim ilmuwan dari berbagai universitas di dunia, dengan penulis utama KE Westaway. 
Selain meneliti ulang fosil gigi yang ditemukan Dubois di Goa Lida Ajer, tim ilmuwan sebagaimana dikutip Padang Ekspres dari wawancara KE Westaway yang dimuat www.newsweek.com dan www.cosmosmagazine.com, juga meneliti lapisan deposit di dalam goa tersebut.

Lapisan deposit dalam Goa Lida Ajer itu diteliti dengan dua jenis analisis thermoluminescence atau metoda mengukur usia lebih dari 77 ribu tahun. Kemudian, ilmuwan melakukan penanggalan uranium-thorium tambahan untuk memberikan informasi pendukung. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan fosil gigi yang ditemukan di Goa Lida Ajer, dengan pendekatan yang disebut sebagai morfologi junction enamel-dentin, ketebalan enamel dan morfologi komparatif. 

Hasil serangkaian penelitian inilah yang kemudian menunjukkan, manusia modern atau homo sapiens, sudah hidup di nusantara dalam rentang 63 ribu hingga 73 ribu tahun lalu. Mereka salah satunya, mendiami Goa Lida Ajer yang dulunya diyakini KE Westaway dkk berada dalam kawasan hutan hujan lebat di Pulau Sumatera. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Patrialis Akbar Divonis 8 Tahun

Hari Pelanggan, BNI Berikan Kejutan