”Mimpi yang sebentar lagi terwujudnya adalah, kami membayangkan rumah kami berada tepat di pinggir Danau Toba, dengan keelokan danau, air yang tenang, seperti lukisan pemandangan yang sejuk nyaman. Itulah mimpi yang mudah-mudahan segera terwujud,” ujar Ketua Tim CV Realline Studio, Deni Wahyu Setiawan.
Wahyu dalam menciptakan karya itu tidak sendirian. Pria yang berdomisili di Semarang itu memiliki tim diantaranya adalah Christian Ihotasi Siregar, Hendrayawan Setyanegara, Ricky, Gabriel Hutagalung, Muhammad Najib Sholeh, dan Bayu Andika Putra. Seperti diketahui, Sayembara Desain Arsitek Nusantara 2016 merupakan gawean Badan Ekonomi Kreatif, Kementarian Pariwisata dan PT Propan Raya sebagai panitia pelaksana.
Lebih lanjut Wahyu memaparkan, Jabu Na Ture punya arti banyak bagi karifan lokal di Danau Toba. Kata dia, timnya membuat desain homestay itu memang untuk disiapkan sebagai rumah yang nyaman untuk wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.
”Yang kami pikirkan di desain Homestay ini adalah pencahayaannya, jadi sensasi cahaya dan udara yang sejuk di Danau Toba akan terasa hingga di dalam rumah. Itulah keunggulan Jabu Na Ture dan kenikmatan si wisatawan. Sangat bagus banget kalau jaraknya hanya 500 meter dari Danau Toba,”kata Wahyu.
Wahyu bercerita, Jabu artinya rumah hunian, na artinya yang memberikan, Ture adalah yang bagus, komplit atau selaras yang memiliki makna sebagai rumah hunian yang indah selaras alam. ”Dan semua terkoneksi kembali dengan kebudayaan lokal, melalui respresentatif filosofi rumah Batak. Sekarang sudah mulai hilang, dengan Homestay yang kami bikin semoga akan bangkit lagi dan muncul lagi, tapi bedanya, desain kami akan membuat anda betah di Rumah,”ujarnya.
Ruang Tataring, imbuh Wahyu, menjadi ciri khas Homestay ini terletak pada bagian tengah atau pusat, langsung terlihat dari pintu ruangan dapur terbuka, ruang ini menjadi tempat menanak atau memasak, nasi dan minuman serta berfungsi sebagai heating atau pemanas ruangan dan dalam pengembangannya akan memiliki ruang yang dapat digunakan untuk ruang baca, maupun galery kerajinan khas tiap desa.
”Desain Homestay ini mencoba untuk mengakrabkan wisatawan dengan nuansa budaya lokal yang masih sangat alami, sehingga wisatawan dapat berinsteraksi sekaligus belajar mengenai aneka kebudayan Batak dan peradabannya.Itu pula sebabnya kenapa bentuk desain yang dikreasi mengambil analogi dan filosofi rumah Batak yang beresensi harmonis, alami, berbudaya dan wah,” bebernya.
Untuk bahan, beber Wahyu, material bambu dan batu muntahan gunung sebagai solusi. Penggunaan material bambu , material lokal yang melimpah, namun masih belum dimanfaatkan, mengedukasi bahwa bambu juga dapat dijadikan bangunan yang indah dan terjangkau dan daun ijuk dari pohon aren, tersedia melimpah.
Komposisi ruangan, Kamar Pemilik Rumah, Kamar Tamu, Kitchen, Ruang Perapian (Tataring), Kamar Mandi, Meja Cuci, Tempat berjemur, Teras, Ruang Perpustakaan dan Kloset.
”Dan para-para terletak di atas dapur berfungsi sebagai tempat bersantai, ruang baca ataupun tempat meditasi. Membayangkan di bangunan itu, nyaman dan penuh inspirasi. Bangunan Panggung agar dapat menyesuaikan kontur kampung di Danau Toba yang berbeda – beda baik yang berada di bukit, di lembah, maupun di pinggir pantai, akan terlihat lebih asri dan alami. Kami sudah tidak sabar desain kami digunakan pelaku Pariwisata,” kata Wahyu.
Menpar Arief Yahya dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf sudah menyerahkan hadiah total Rp 1 M, kepada 30 pemenang Sayembara Arsitektur Nusantara untuk homestay. Menpar menyampaikan, bagi wisatawan itu yang paling penting adalah experience. Pengalaman mereka sejak turun di airport, sampai ke tempat tinggal mereka di penginapan. Tentu, desain homestay ini nanti tidak akan menjadi real estate. Karena kearifan lokal justru menjadi atraksi dan daya tarik bagi wisatawan.
Mimpi itu rupanya juga sama dengan apa yang dibayangkan Menpar Arief Yahya. Dia berimajinasi bangunan-bangunan di seputar Danu Toba itu memberi ciri khas arsitektur local. Sehingga jika orang bangun tidur, belum sadar betul, begitu menyaksikan bentuk dan model bangunannya saja sudah paham, bahwa dia sedang berada di Danau Toba. “Arsitektur local inilah yanga akan menjadi penanda ciri khas rumah adat Batak yang bersumber pada budaya setempat,” kata Arief Yahya, Menpar RI. (*)