Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, tentang Potensi Konflik dalam Pilkada
Kini, potensi konflik kian kompleks. Ancaman pun tak lagi konvensional, tapi sudah ancaman multidimensi. Untuk memperjelas persoalan tersebut, berikut rangkuman pernyataan Wiranto dalam bentuk tanya jawab.
Bagaimana soal potensi konflik itu?
Musuh makin banyak. Musuh bersama. Karena itu, semua elemen bangsa harus waspada. Terlebih ancaman dan potensi konflik kian kompleks.
Apa sebenarnya pemicu konflik itu?
Kadang konflik yang terjadi, pemicunya bukan berasal dari luar namun kadang dipicu dari dalam negeri sendiri. Misalnya, konflik karena politik identitas. Dan ini cukup mencemaskan menjelang digelarnya pesta akbar politik di tahun ini, Pilkada serentak dan Pemilu nasional serentak 2019.
Sudah sedemikian mencemaskan?
Sekarang kita masuk Pilkada serentak dan Pemilu serentak 2019. Dulu, bupati di Aceh enggak apaapa, dulu bupati di Irian orang Jawa enggak apa-apa. Tetapi, kita sekarang ini masuk politik identitas, harus putra daerah dan lainnya.
Lalu, bagaimana penanganan konflik itu?
Jadi, sekarang bagaimana kita tangani konflik sosial, karena itu yang kita hadapi. Dulu dicekoki bahwa ada musuh dari luar. Nah, kalau enggak ada ancaman musuh bersama kita siapa? Ancaman baru kita sekarang multidimensi, masuk dalam bentuk proxy war, narkotika, terorisme, radikalisme, mencekoki bangsa dengan ide-ide baru.
Saran lain atas kondisi saat ini?
Maka sekarang yang dibutuhkan kesadaran kebangsaan. Identitas sebagai bangsa Indonesia yang mesti ditonjolkan. Bukan identitas primordial yang sempat, hanya menonjolkan asal usul daerah dan lain-lain.
Jika demikian, bagaimana mengantisipasinya?
Tahun ini, tahun 2018, merupakan tahun politik yang penuh dinamika. Dua hajatan besar politik yakni Pilkada 2018 dan Pemilu nasional serentak 2019 saling berhimpitan waktunya. Tentu ini membutuhkan antisipasi. Kesiapsiagaan, sebab tensi politik meningkat. Potensi gesekan pun menggeliat. Ini harus diantisipasi.
Jangan sampai terjadi trauma sehingga terjadi konflik. Karena bahaya itu, seperti investasi, jadi wait and see. Jangan sampai ada pemikiran, mau pilkada atau pemilu, lalu konflik. Dengan demikian, maka kita fokus saja karena mau potong akar konflik sosial.
agus supriyatna/ AR-3