JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada jajarannya agar turun langsung ke lapangan mengecek kondisi di berbagai wilayah yang sudah lama tidak turun hujan sehingga berpotensi mengalami kekeringan. Wilayah tersebut, antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTB), dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Saya minta para menteri dan kepala lembaga serta gubernur untuk turun melihat langsung ke lapangan dan segera melakukan langkah antisipasi, mitigasi terhadap dampak kekeringan ini,” kata Presiden Jokowi, saat memberikan pengantar rapat terbatas soal Antisipasi Dampak Kekeringan di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (15/7).
“Saya dapat laporan dari BMKG bahwa musim kemarau di 2019 akan lebih kering dan mencapai puncaknya di bulan Agustus sampai nanti September. Beberapa daerah di negara kita sudah mengalami keadaan 21 hari tanpa hujan, berarti statusnya Waspada, 31 hari tanpa hujan berarti status Siaga, dan juga 61 hari tanpa hujan ini statusnya sudah Awas,” papar Presiden.
Oleh sebab itu, Jokowi meminta pasokan air bersih maupun untuk pertanian dapat terjaga dengan baik. Dengan begitu, risiko petani gagal panen bisa terhindarkan.
“Kalau perlu kita lakukan modifikasi cuaca, pembangunan sumur bor, dan saya minta menteri LHK memantau, mengendalikan potensi titik panas hotspot yang ada dan kita harapkan kebakaran hutan dan lahan gambut bisa kita antisipasi dan kita hindari,” tutur Presiden.
Puncak Kemarau
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, melaporkan bahwa prediksi puncak musim kemarau tahun ini terjadi pada Agustus. “Dampaknya berupa kekeringan. Itu bisa sampai September, untuk wilayah di sebelah selatan khatulistiwa,” jelas Dwikorita.
Meski begitu, lanjut dia, seiring berjalannya waktu, kemarau bisa juga terjadi pada Oktober, November, dan Desember. “Jadi, bukan berarti sudah selesai. Itu bergerak ke arah utara. Jadi, tidak serempak. Cuma yang paling luas itu di bulan Agustus–September, paling luas puncak musim kemaraunya di bulan Agustus,” ungkap Dwikorita.
Menurut dia, wilayah yang akan terdampak mulai dari Sumatera bagian Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua bagian selatan. “Itu yang paling luas di bulan Agustus puncak musim kemaraunya. Dampaknya kekeringan itu masih berjalan sampai September untuk wilayah selatan itu,” papar dia.
Dwikorita menambahkan, saat masuk bulan Oktober, wilayah yang berada di daerah selatan ini sudah mulai ke arah musim hujan. “Keringnya berjalan menyeberang khatulistiwa, jadi ke arah utara. Itu sampai Desember, masih ada kekeringan di Kalimantan Utara, masih ada.,” jelas dia. fdl/WP