“Kita lihat bagaimana gerakan milita Abraham, dimana anggotanya di tawarkan keuntungan ekonomi. Menurut saya negara harus hadir untuk mensejahterakan rakyat dan berlaku adil kepada seluruh rakyat, sehingga gerakan-gerakan radikal itu akan hilang dengan sendirinya, ” kata Efendi Hasan dalam diskusi publik dengan tema “Resolusi Penanganan Berkembangnya Gerakan Radikalisme,” Kamis siang (30/3/2017) di salah satu cafe di Banda Aceh .
Sementara itu Kurniawan, anggota Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh mengatakan bahwa pendekatan sosial budaya digunakan untuk pencegahan berkembangnya gerakan radikalisme yang ada di Indonesia.
“Pendekatan sosial budaya menjadi pendekatan kami dalam mencegah gerakan radikalisme yang ada di Indonesia khususnya di Aceh,” jelas Kurniawan.
Kurniawan menambahkan bahwa perekrutan terorisme di Indonesia mudah di lakukan apabila tingkat pendidikan di Indonesia rendah, banyaknya ketidakadilan di tengah-tengah masyarakat dan kesenjangan ekonomi.
“Sistem perekrutan terorisme mudah di lakukan apabila orang-orang di Indonesia masih berada di tingkat pendidikan yang rendah,” jelas Kurniawan .
Sementara itu Tuanku Muhammad, ketua KAMMI Aceh mengatakan banyak aktor radikalisme adalah pemuda. Hal yang menjadi dasar membuat pemuda menjadi aktor radikalisme adalah pemikiran pemuda saat ini yang pragmatisme, tidak memiliki latar belakang ideologi yang kuat dan rasa cinta kepada Indonesia yang kurang.
“Pemuda memiliki potensi yang kuat untuk menjadi radikal, karena pemuda memiliki pola pikir yang kritis dan kekuatan fisik yang kuat. Hal ini berbeda dengan orang yang sudah tua yang sudah tidak kuat lagi,” tutup Muhammad.
Redaksi:
Please enable Javascript to see the email address
Informasi pemasangan iklan
Hubungi:
Please enable Javascript to see the email address
Telp. (0651) 741 4556
Fax. (0651) 755 7304
SMS. 0819 739 00 730