Aroma Kolusi Pemberian Opini WTP
Wajar tanpa pengecualian (WTP). Level opini tertinggi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu memang menjadi gengsi tersendiri bagi sebuah institusi. Ada yang meraihnya dengan giat memperbaiki transparansi dan akuntabilitas. Namun, ada juga yang mengambil jalan pintas dengan menyuap pemeriksa atau auditor BPK agar laporan keuangan instansinya diganjar WTP.
Pada 2010 Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis penjara dua auditor BPK Jawa Barat (Jabar). Keduanya terbukti menerima suap terkait dengan pemberian opini WTP untuk Pemerintah Kota Bekasi. Modus serupa diduga kembali terjadi. Kali ini melibatkan pejabat tinggi di BPK serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan, penyidik KPK sudah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di lapangan dan menahan tujuh orang. “Dilakukan di Jakarta terkait dengan penyelenggara negara di salah satu institusi,” jelasnya, kemarin (26/5).
Namun, Febri belum bersedia menjelaskan secara detail hasil OTT tersebut. Mereka masih perlu melakukan pemeriksaan secara intensif untuk melangkah ke tahap selanjutnya. “Besok (hari ini, red) akan disampaikan perkembangannya,” katanya. Dari pantauan koran ini di gedung KPK, para pihak yang ditahan belum keluar dari gedung KPK hingga tadi malam.
Menurut informasi, KPK menangkap tiga orang di BPK. Mereka adalah Auditor Utama III Rochmadi Saptogiri, Kepala Auditoriat III Ali Sadli dan seorang staf berinisial Y. Adapun di Kemendes PDTT, KPK menangkap empat orang. Mereka adalah Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendes PDTT Sugito dan tiga lainnya berinisial G, J dan F.
Konfirmasi datang dari BPK. Sebagai gambaran, Rochmadi dan Ali yang merupakan pejabat di Auditoriat III berada di bawah koordinasi anggota III BPK Achsanul Qosasi. Auditoriat III bertugas memeriksa laporan keuangan puluhan kementerian/lembaga. Salah satunya Kemendes PDTT.
Saat dihubungi tadi malam, Achsanul menyatakan sudah menerima informasi bahwa anak buahnya ditangkap KPK. “Iya, Pak Rochmadi, Pak Ali, dan seorang staf,” katanya. Namun, hingga tadi malam, dia mengaku belum mengetahui detail perkara yang menjerat ketiganya.
Mengenai informasi bahwa mereka bertiga menerima suap dari pejabat Kemendes PDTT agar memberikan opini WTP, Achsanul belum bisa memastikan. “Saya belum tahu info pastinya seperti apa. Kami masih coba komunikasi dengan KPK,” ucapnya.
Meski demikian, Achsanul menyatakan bahwa KPK pasti bertindak sesuai dengan prosedur. Apalagi jika memang benar terjadi OTT dan ada bukti uang suap. “Kami serahkan sepenuhnya ke KPK. Kalau terbukti bersalah, berarti mereka (pejabat BPK) akan diberhentikan,” tegasnya.
Sementara itu, Menteri Desa (Mendes) PDTT Eko Sandjojo mengaku terkejut atas penangkapan anak buahnya oleh KPK. Tadi malam, dia mengutus kepala biro hukum untuk mengecek penangkapan tersebut ke KPK. “Informasi masih simpang siur. Karena itu, saya kirim biro hukum saya ke KPK untuk mendapatkan informasi,” kata Eko saat dihubungi koran ini, tadi malam (26/5).
Meski demikian, dia mengaku menerima laporan bahwa ada salah satu ruangan di Kantor Pusat Kemendes di Kalibata, Jakarta Selatan, yang disegel KPK untuk kepentingan pemeriksaan. Setelah dicek, ruangan tersebut merupakan ruangan biro keuangan. “Saya balik ke kantor Kalibata untuk memastikan,” ujarnya.
Soal informasi bahwa OTT KPK terkait dengan opini WTP yang diberikan BPK kepada instansinya, Eko menyatakan belum mendapat kejelasan. Meski begitu, dia siap mengawal proses hukum perkara tersebut. “Sedih saya dengan kejadian ini,” katanya. Eko mengaku sudah berkali-kali mengingatkan jajarannya untuk selalu menerapkan good governance.
Dia berharap kejadian itu bisa dijadikan pelajaran, sehingga memberikan efek pencegahan di internalnya. “Saya sudah umumkan berkali-kali bahwa KPK saya minta untuk dapat mengaudit satker di Kemendes kapan saja. Saya harap ini bisa memberi efek pencegahan ke depan,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu. (*)
LOGIN untuk mengomentari.