in

Langkah Cepat Memulihkan Dampak Gempa Aceh

Dalam menangani gempa bumi di Aceh, pemerintah bertindak sigap. Usai tanggap darurat kegiatan belajar mengajar segera dimulai pada awal Januari 2017 ini dan secepatnya melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Gempa bumi berkekuatan 6,5 skala Richter mengguncang Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh pagi pukul 05.36 WIB, Rabu, 7 Desember 2016 lalu. Data yang dilansir oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pusat gempa terletak di darat pada jarak 106 km arah tenggara Kota Banda Aceh pada kedalaman 15 km.

Sesaat setelah terjadinya gempa, Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki untuk terjun ke lapangan bersama dengan Panglima TNI, Menteri Kesehatan, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Bantuan juga langsung diberangkatkan sore harinya.

Usai memimpin rapat koordinasi penanganan bencana gempa bumi di Pidie Jaya dan sekitarnya, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki melaporkan, dampak gempa terberat ada di tiga kabupaten: Pidie Jaya, Bireuen, dan Pidie. Gubernur Aceh pun telah menetapkan status tanggap darurat bencana selama 14 hari (7-20 Desember 2016) melalui surat Nomor 39/PER/2016. Masa tanggap darurat ini berlaku untuk tiga kabupaten: Kabupaten Pidie Jaya, Pidie dan Bireuen. Penetapan tanggap darurat diperlukan untuk memudahkan penanganan darurat dan kemudahan akses.

langkah cepat

Ketika memimpin rapat terbatas tentang penanganan gempa di Aceh di Kantor Presiden, Jakarta, pada Jumat 16 Desember 2016, Presiden Joko Widodo meminta perhitungan yang cermat, akurasi data dan identifikasi kebutuhan pasca benca gempa, termasuk detil lokasi yang terkena dampak bencana.

“Saya minta Kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menyampaikan laporan dan langkah-langkah konsolidasi dan koordinasi terutama dalam soal jumlah dan kaitannya dengan lokasi serta jenis kebutuhan yang diperlukan. Saya ingin agar semuanya bisa dikerjakan secepat-cepatnya terkait dengan penanganan pascabencana agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi secepat-cepatnya dimulai,” ucap Presiden. Kepala Negara juga meminta agar setelah berakhirnya masa tanggap darurat, TNI dilibatkan pada tahap rekonstruksi.

Menghilangkan trauma menjadi pekerjaan pertama dan penting. Salah satunya dengan secepatnya menyingkirkan puing-puing bangunan. Sebab rumah dan bangunan yang roboh bakal mengingatkan korban pada tragedi yang memilukan itu. Keberadaan relawan untuk menghibur anak-anak secara perlahan pun dipercaya akan mengalihkan perhatian dan pikiran pada bencana tersebut.

Berikutnya adalah mengelola pengungsi yang jumlahnya sekitar 80.000 orang. Sebelum masa rehabilitasi dan rekonstruksi, mereka tentu akan tinggal di tempat yang aman dan tenda pengungsi. Kebutuhan logistik, sanitasi, dan kesehatan harus benar-benar di perhatikan. Khususnya kebersihan lingkungan agar kasus diare, misalnya tidak mewabah.

Perlu juga diperhatikan, bagaimana agar anak-anak bisa bersekolah kembali. Apakah dengan melakukan kegiatan belajar mengajar di tenda ataukah dengan membangun sekolah darurat. Atau barangkali dengan mengatur penjadwalan pada sekolah yang tidak terkena dampak gempa.

Tak kalah penting adalah mengawasi masa rekonstruksi, agar struktur bangunan yang baru tahan terhadap gempa. Tentu pemerintah perlu memberikan panduan teknis, ikhwal tahapan pembangunan dan material tahan gempa. Ini penting, karena Aceh dan sebagian besar daratan Indonesia termasuk dalam sabuk cicncin api. Dalam sabuk itu lempeng-lempeng benua terus-menerus bergerak dan pada akhirnya saling bertabrakan.

Bergeraknya lempeng benua itu, membuat gempa bumi bisa muncul sewaktu-waktu di sepanjang sabuk cincin api tersebut. Itulah sebabnya, cara bijaksana mengurangi korban adalah dengan membuat bangunan tahan gempa. Sebab, berdasarkan banyak studi, gempanya sendiri tidak langsung merenggut korban, tapi korban justru muncul umumnya oleh lemahnya struktur bangunan yang tidak memenuhi kaidah bangunan tahan gempa.

Akhirnya, dari pengalaman lapangan menghadapi dampak bencana ada satu hal yang tak boleh ditinggalkan yaitu mempererat koordinasi antar instansi, masyarakat, atau lembaga donor. Sebab setiap tahap kebencanaan, entah itu masa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi banyak bagian dan sektor terlibat. Tanpa kerja sama waktu pemulihan bagi masyarakat yang terkena dampak akan semakin lama.

What do you think?

Written by virgo

Ketua Lembaga Sensor Film Dapat Honorarium Rp 24 Juta, Anggota Rp 20,4 Juta Per Bulan

Komunitas 1000 Guru Aceh Salurkan Bantuan ke Cubo