Soal Polemik Pucuak Pimpinan Raja Alam Minangkabau Pagaruyuang
Limbago Tinggi Pucuak Adat Alam Minangkabau bersuara dan menjelaskan kondisi yang sebenarnya, terkait keresahan masyarakat adat Minangkabau dengan berkembangnya informasi seseorang yang mengklaim akan dilewakan menjadi Raja Alam Pagaruyuang.
”Beberapa minggu lalu di media massa Sumbar, hangat diberitakan Muchdan Taher Bakri akan melewakan dirinya menjadi Raja Alam Pagaruyung. Tentu ini membuat masyarakat Sumbar sontak terkejut, karena selama ini Raja Alam Pagaruyung sudah ada,” ujar H St Nirwansyah, salah seorang keluarga Darul Qoror Sultan H. Muhammad Taufiq Thaib Tuanku Maharajo Sakti yang menjabat raja ke 20 dipertuan Rajo Alam Minangkabau Pagaruyung, Senin (27/2).
Sementara itu, Ketua Badan Pekerja Limbago Tinggi Pucuak Adat Alam Minangkabau, Dr H Fadlan Maalip Tuanku Bosa Talu XIV menilai, klaim Muchdan Taher Bakri akan dilantik Raja Alam Pagaruyuang, tidak benar. Sebab, Raja Alam Kerajaan Minangkabau Pagaruyuang tidak pernah vakum.
Raja Pagaruyuang sekarang dijabat generasi ke-20 Daulat Yang Dipertuan Rajo Alam Minangkabau Pagaruyuang Darul Qoror Sultan H. Muhammad Taufiq Thaib Tuanku Maharajo Sakti.
Beliau menjabat sejak 2002 bersama Marlius Sultan Rajo Khatib sebagai Rajo Adat dan Sultan Mardi sebagai Rajo Ibadat. Keabsahannya dapat dibuktikan dalam ranji dimana akan terlihat dari sistem matrilinieal dan patrilineal.
”Silahkan saja Muchdan Taher Bakri mengaku jadi raja di tempat lain tapi jangan pakai nama jadi Raja Pagaruyuang. Karena akan membuat masyarakat Minangkabau marah,” ujarnya.
Disebutkannya, Muchdan Taher Bakrie memang keturunan ke enam dari Sultan Alam Bagagarsyah, akan tetapi tidak merupakan keturunan langsung. Prosedur pengangkatan Daulat Yang Dipertuan Rajo Alam Minangkabau Pagaruyung Darul Qoror sesuai dengan warih nan bajawek.
Sultan H. Muhammad Taufiq Thaib Tuanku Maharajo Sakti menambahkan, Daulat Yang Dipertuan Rajo Alam Minangkabau Pagaruyuang berkedudukan di Istana Silinduang Bulan Pagaruyuang Darul Qoror dan mempunyai pandam kuburan yang disebut juga Ustano Rajo, Sasok Jarami, Tapian Tampek Mandi dan kaum kerabat.
”Sedangkan Muchdan Taher Bakri yang menurut sepanjang adat tidak mempunyai istana, pandam pekuburan (ustano rajo), sasok jarami, tapian tampek mandi dan kaum kerabat di Pagaruyung karena yang bersangkutan keturunan dari Alanglaweh Padang,” ujarnya seraya menambahkan, jika Muchdan nekad meneruskan langkahnya, pihak istana Pagaruyuang akan membawa Muchdan ke lembaga peradilan adat Kerajaan Pagaruyuang.
Sebaliknya, Muchdan Taher Bakrie, yang mengaku merupakan generasi kelima dari raja terakhir Minangkabau Sultan Alam Bagagarsyah, mengungkapkan, Taufik Thaib bukanlah keluarga kerajaan yang berhak memberikan gelar kehormatan kerajaan.
Sementara itu pada pemberitaan media-media sebelumnya Muchdan Taher Bakrie atau Duli Yang Mulia Paduka Sri Baginda Sultan Muchdan Taher Bakrie gelar Sultan Alam Bagagarsyah Daulat Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyung Minangkabau didampingi beberapa orang yang berasal dari “Rajo Duo Selo”, Raja Adat dan Raja Ibadat dari Sumpur Kudus dan Pulau Punjung serta beberapa perwakilan dari Kampar (Riau) dan Muara Takus (Jambi) datang ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar.
Muchdan memaparkan kisah singkat mengenai ihwal silsilah raja Pagaruyuang terakhir hingga sampai kepada generasi ke lima atau kepadanya. Menurutnya, Sutan Taufik Tahib bukanlah dari garis keturunan raja, sehingga ia menyayangkan pemberian gelar kehormatan yang telah diberikan oleh orang yang tidak berhak.
”Ini bukan perselisihan pribadi antara saya dengan Sutan Taufik, tetapi adalah dalam upaya meluruskan sejarah,” ujarnya.
Ia mengaku, beberapa kali sempat diajak oleh Sutan Taufik yang memanggilnya paman untuk menghadiri pertemuan-pertemuan. Ia juga masih diam ketika beberapa kali Sutan Taufik memberikan gelar kehormatan.
Namun ketika salah seorang Wakil Ketua DPR RI akan diberikan gelar ia mulai tidak sependapat. Sebab, gelar kehormatan itu belum tepat disandangkan, namun Sutan Taufik bersikeras.
Sekali lagi ia tegaskan, bahwa apa yang dilakukan saat ini adalah meluruskan sejarah. Ia tidak ingin masyarakat Sumatera Barat memahami sejarah yang keliru.
Soal pemberian gelar kehormatan selama ini, Muchdan yang saat ini sudah berusia 73 tahun ini berpendapat bukan tidak patut tetapi persoalannya adalah siapa yang memberikan.
”Pemberian gelar terhadap sejumlah pejabat dan tokoh-tokoh besar selama ini bukannya tidak patut, namun persoalannya adalah siapa yang memberikan. Ini hanya upaya meluruskan sejarah yang sudah hampir 200 tahun sejak Perjanjian Bukik Marapalam tahun 1835,” pungkasnya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.