Malang (ANTARA News) – Lima mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Brawijaya Malang mengembangkan budidaya tanaman yang bisa tetap hidup dengan memanfaatkan air laut dengan pola hidroponik di pesisir Pantai Selatan Malang.
Salah seorang anggota tim FTP yang memanfaatkan air laut untuk menanam berbagai jenis sayuran itu, Lantip Titik Sarici, di Malang, Jawa Timur, Jumat, mengemukakan kondisi air laut yang mengandung kadar garam sangat tinggi itu tetap bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan tanaman sayuran maupun lainnya.
“Air laut yang akan digunakan untuk menyiram tanaman ini memang harus melalui proses panjang, yakni destilasi. Alat destilasi ini dibuat dengan bahan yang sangat sederhana berupa kaca yang dibentuk seperti trapesium sehingga mudah diaplikasikan bagi masyarakat,” urainya.
Ia menjelaskan secara rinci proses destilasi tersebut, yaitu pertama air laut dimasukkan ke dalam ruang destilasi kemudian dengan memanfaatkan panas matahari, air laut yang berada di ruang destilasi akan menguap sehingga membentuk titik-titik embun.
Titik-titik embun tersebut akan dialirkan ke lubang penampungan air tawar (air hasil destilasi).
Apabila panas matahari maksimal, air destilasi dapat mencapai 600 ml per hari dan sampai saat ini hasil destilasi tersebut mencapai 25 liter sampai 30 liter air tawar,” ujar Diki Darmawan, anggota pengabdian masyarakat Univeritas Brawijaya (UB).
Selanjutnya, kata David, air hasil destilasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk media budidaya hidroponik melalui berbagai media. Desa Sendangbiru sudah melakukan budidaya tanaman sawi, kangkung dan dengan 50 bibit tanaman.
Harapannya, dengan adanya program pengabdian masyarakat ini dusun Sendangbiru dapat menjadi daerah percontohan pengembangan pertanian hidroponik di daerah pesisir lainnya di Indonesia.
Sulitnya persediaan sayuran di daerah pesisir mengakibatkan kurangnya konsumsi masyarakat pesisir akan sayuran. Salah satunya adalah Dusun Sendangbiru yang berada di Desa Tambakrejo. Faktor utama penyebab tidak adanya persediaan sayuran di dusun tersebut yaitu tidak adanya lahan bercocok tanam.
Hal tersebut dikarenakan kondisi fisik lahan mudah tererosi, berkapur dan mengandung kadar garam yang tinggi, sehingga tidak memungkinkan lahan tersebut untuk ditanami tanaman khususnya sayur sayuran.
Di daeah ini pernah ditanami tanaman tapi tumbuh tidak optimal bahkan tanaman tersebut mati. Selama ini, pemenuhan sayur Dusun Sendangbiru hanya bergantung pada pedagang dari luar karena jauhnya akses ke dusun tersebut mengakibatkan harga beli sayur tersebut dua kali lebih mahal dari harga normal.
Keempat Lantip, mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya lainnya adalah, Diki Darmawan, Rizky Adha Lubis, Laela Firtiani dan Adamsyah Harika.
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2017