in

Melecut Semangat Anak Muda dengan Agrikultural

Riset yang dilakukan lembaga riset Indonesia terkait minat karier anak–anak muda Indonesia memperlihatkan lebih dari 50 persen generasi muda ingin menjadi pop stars.

Tak banyak anak muda melirik karier sebagai petani. Padahal, profesi ini sangat menjanjikan secara finansial, mulia, dan berperan vital dalam membangun ketahanan pangan dunia. 

Menurut Bambang Susantono, Wakil Presiden bidang Knowledge Management and Sustainable Development dari Asian Development Bank (ADB), salah satu tantangan yang dihadapi pemerintah dan masyarakat Indonesia saat ini adalah bagaimana membuat desa sebagai tempat berkarya dan lebih menarik. Sebab sejauh ini, desa mengalami kekurangan orang-orang yang produktif. Mereka yang berotak encer lebih memilih pindah ke kota besar untuk mendapat peruntungan yang lebih baik. 

Di beberapa negara berkembang, banyak eksekutif muda yang kembali ke desa dan menjadi petani. Mereka menanam komoditas yang “seksi” bagi komoditas dunia. Misalnya, produk-produk organik yang sangat prospektif karena masyarakat dunia mulai peduli pada kesehatan. Hal ini bisa menjadi contoh bagaimana pemerintah dan masyarakat Indonesia merevitalisasi desa. 

Contoh lainnya, membuat sektor pertanian sebagai bagian dari pariwisata. Aktivitas membajak dan menanam padi menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi anak-anak kota yang tidak pernah ke desa. Hal ini bisa menjadi paket agar membuat desa lebih bergairah sebagai sentra-sentra ekonomi baru yang terhubung dan tidak bisa terpisah dari konteks pembangunan keseluruhan. 

“Kalau sekarang hanya segelintir anak muda Indonesia yang ingin menjadi petani, kita harus menyajikan bahwa ada contoh-contoh dari negara lain. Sekarang, dengan keterhubungan teknologi, internet, dan digitalisasi, jarak desa dan kota itu hanya sebatas klik. Kita masih bisa berhubungan dengan pasar komoditas di Wall Street, meski kita ada di desa. Nah, packaging seperti ini yang harus kita cari sehingga kita semua bisa melihat ini sebagai profesi yang menjanjikan,” kata Bambang.

Sementara itu, Endah Murniningtyas, dari Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) menjelaskan agriculture itu bukan hanya sekadar cocok tanam. Petani adalah agropreneur, yakni orang yang mengerjakan sekaligus menjadi manajer dari produk pertanian yang dihasilkannya. 

Untuk membuat anak-anak muda lebih tertarik pada profesi ini harus ada kebijakan untuk mengangkat petani-petani kecil keluar dari kemiskinan. Komoditas pertanian pun harus dilihat sebagai combine price karena atributnya banyak. 

“Komoditas adalah identitas nasional. Hasil pertanian itu berbeda dengan barang. Contohnya, kopi dari Indonesia akan berbeda dengan kopi dari negara lain,” kata Endah. 

Anak muda Indonesia harus luas dalam memandang karier sebagai petani. Sebab pekerjaan ini bukan sekadar nyangkul, tetapi mengubah produk pertanian from the soil to the table. Inilah yang harus di eksploitasi. 

“Banyak modal usaha untuk pertanian di Indonesia and you can make lot of money. Caranya, dengan menjadi agropreneur,” kata Endah.

Pandangan serupa juga disampaikan Dan Zook, Director of Investments for the Initiative for Smallholder Finance (ISF) dari Global Development Incubator, New York. Dia menyarankan jadilah petani cerdas. Jangan berakhir di pabrik, tetapi masuklah ke level yang lebih tinggi, yakni menjadi bagian dari mata rantai industri pertanian. uci/R-1

Memilih Jalan Berbeda

Ketika hampir sebagian besar anak muda Indonesia bercita-cita ingin menjadi pop stars, Alfi Irfan, 24 tahun, memilih jalan berbeda, yakni berkarier sebagai agropreneur. Kepada Koran Jakarta, Alfi bercerita tentang keputusannya untuk menggeluti bisnis bidang pertanian berkaca pada salah satu riset yang dilakukannya pada 2013, terhadap sekitar 350 responden yang merupakan mahasiswa/mahasiswi di 17 perguruan tinggi.

Dari mini riset tersebut, ditemukan hasil bahwa 82 persen dari sampel pesimistis (underestimate) dengan karier sebagai petani. Sebuah hasil yang mengejutkan mengingat sektor konsumsi dan agriculture diproyeksi bakal naik daun.

“Saya melihat adanya kesenjangan yang cukup besar. Pangan dan pertanian adalah bidang strategis, tetapi herannya tidak banyak anak muda yang terjun ke bidang ini. Inilah yang menjadi alasan saya terjun ke bidang ini. Anak-anak muda yang mengerjakan sektor pangan, pada beberapa tahun ke depan akan memegang sektor kunci,” kata Alfi. 

Alfi membangun AgriSocio pada 2013 atau saat dia masih berstatus mahasiswa IPB. Awalnya, Alfi memulai dari sebuah langkah kecil, yakni menjual produk-produk pertanian yang dibutuhkan pasar.

Tak butuh waktu lama, dia mulai memberanikan diri untuk mengembangkan AgriSocio. Alfi menekankan modal bukan masalah karena melalui networking yang baik, urusan modal bisa dipecahkan. Tidak hanya itu, dikampusnya, cukup banyak dosen yang bermurah hati untuk mengucurkan pinjaman modal usaha pada para mahasiswa/mahasiswi, yang mau berwirausaha. Akses ke lembaga-lembaga permodalan pun, termasuk dari pemerintah, bukan hal yang sulit. Hanya saja lantaran tak memiliki lahan pertanian sendiri dan harga lahan yang sangat mahal, Alfi menyiasatinya dengan membangun sebuah sistem kemitraan dengan para petani. 

“Saya menyewa lahan dan menerapkan standar AgriSocio, di situ karena bisnis awal saya adalah processing product,” kata Alfi.

Produk pertama yang diproduksi AgriSocio adalah jahe merah yang ditanam di lahan seluas 1.000 meter. Ketika itu, Alfi mengaku sangat optimistis karena segala langkah yang diambil sudah berdasarkan perhitungan yang serius.

Sekarang, AgriSocio sudah bermitra dengan 43 kelompok tani dan memiliki lahan sendiri seluas tiga hektare yang menghasilkan 21 jenis sayur-mayur, seperti bayam dan kangkung serta tanaman biofarmaka untuk pasar domestik maupun ekspor. Untuk produk, AgriSocio memproduksi IndoRempah – minuman rempah dan KingChips – opak singkong. 

“Alhamdulillah, AgriSocio berkembang dan mampu bertahan hingga sampai sekarang. Ini adalah pekerjaan yang sangat positif. Orang-orang yang bergerak di dunia pangan dan pertanian saat ini akan merasakan manfaatnya beberapa tahun yang akan datang, karena kita sedang menyiapkan masa depan Indonesia,” pungkasnya. uci/R-1

Kepada anak-anak muda Indonesia yang ingin menjadi agropreneur sukses, Alfi memberikan kiat-kiatnya:

1. Harus memiliki motivasi kuat. Hal ini berlaku mutlak dalam aktivitas apa pun.

2. Harus bersikap optimis bahwa setiap tantangan, pasti ada solusinya. Masalah pasar bisa diatasi dengan strategi market, urusan modal – sekarang sudah ada channeling permodalan, kendala di sumber daya manusia (SDM) – bisa diselesaikan dengan rekruitmen yang baik.

3. Gagal adalah hal yang wajar. Tidak ada pertumbuhan di zona nyaman.

What do you think?

Written by virgo

20 Manfaat Jeruk Lemon Untuk Kesehatan dan Kecantikan

Jonan Minta Freeport Lakukan Divestasi Saham