in

Mempromosikan “Desa Membangun” Berbasis  IDM

oleh : Yosnofrizal

Penulis adalah Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Agam

Menyusun Indek Desa Membangun (IDM). Itulah cara Pemerintah melakukan pengukuran kemajuan Desa. Dengan mengukur IDM, Pemerintah melihat sejauhmana dampak berbagai kegiatan  pembangunan terhadap kemajuan desa.

Dari IDM dapat diketahui apakah dana puluhan triliun yang dikucurkan sejak UU Desa dilaksanakan, berpengaruh terhadap eksisting faktor sosial, ekonomi dan lingkungan dalam mendukung upaya pengentasan kemiskinan dan pesejahteraan masyarakat di perdesaan.

Indeks Desa Membangun (IDM) sebagaimana yang disebutkan panduan IDM  Kementrian Desa – PDTT merupakan Indeks Komposit yang dibentuk berdasarkan tiga indeks, yaitu Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi dan Indeks Ketahanan Ekologi/Lingkungan.

Untuk mengukur ketiga indeks tersebut Kemendes membuat serangkaian pertanyaan tentang hal hal yang terkait  sosial, ekonomi dan lingkungan ada di desa. Ada 700-an buah pertanyaan diajukan agar dapat memotret kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan tersebut. Data itu kemudian diolah sedemikian rupa  sehingga mendapat gambaran tentang IDM Desa.

Ada lima kategori IDM bagi desa dari nilai yang dihasilkan dari hasil pengukuran itu, yakni Desa Sangat Tertinggal dengan nilai lebih kecil 0,4907; Desa Tertinggal dengan nilai antara 0,4907 – 0,5989; Desa Berkembang dengan nilai antara 0,5989 – 0,7072; Desa Maju dengan nilai antara 0,7072 – 0,8155 dan terakhir Desa Mandiri dengan nilai lebih besar 0,8155.

Tentang IDM ini, selain membuat panduan atau SOP pelaksanaannya, Kementrian Desa -PDTT telah membuat Permendes khusus sebagai dasar regulasi yakni Permendes No 2  tahun 2016 yang menegaskan tentang kegunaan IDM dan  proses penyusunan IDM.

Tahun 2020  adalah tahun ketiga Kementrian Desa -PDTT melakukan pengukuran IDM pada seluruh Desa di Indonesia. Menggunakan tenaga Pendamping Profesional yang bersama dengan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Desa, pengukuran IDM berhasil memotret kondisi Desa dan perkembangannya dari tahun ke tahun.

Sebagai satu contoh hasil pengukuran IDM pada seluruh Nagari di Kabupaten Agam, Kabupaten di mana penulis melakukan pendampingan, menunjukkan ada peningkatan agregasi status IDM Nagari dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2018, tahun pertama pengukuran IDM, jumlah Nagari yang berstatus Tertinggal, masih ada 10 Nagari, Nagari dengan status Berkembang 43 Nagari, status Maju 27 Nagari dan Nagari Mandiri 2 Nagari.

Pengukuran IDM Tahun 2019, Nagari yang berstatus Tertinggal hanya 1 Nagari, Sementara Nagari yang berstatus Berkembang menjadi 35 Nagari, Nagari Maju naik jadi 42 Nagari dan Nagari Mandiri 4 Nagari.

Demikian juga pada pengukuran tahun 2020. Pada tahun ini, tidak ada lagi Nagari di Agam yang berstatus tertinggal, 49 Nagari menjadi Nagari Maju, 29 Nagari berstatus Berkembang dan Nagari Mandiri tetap 4 Nagari.

Dari data – data di atas terlihat memang ada peningkatan angka IDM secara agregat di 82 Nagari di Kabupaten Agam. Namun, tentu kita tidak boleh berpuas diri dengan kondisi tersebut. Justru angka-angka IDM ini semakin melecut kita semua yang terlibat pembangunan desa  semakin tajam menganalisis data IDM yang ada sebagai sebuah batu pijakan dalam menyusun perencanaan  desa.

Basis Perencanaan Pembangunan Desa

Bulan Juni hingga September nanti adalah masa Desa memulai perencanaan desa. Diawali  Musyawarah Desa, puncak perencanaan terjadi pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan ((Musrenbang) Desa.

Sudah seharusnya dalam setiap iven tersebut, data -data IDM jadi acuan utama usulan kegiatan pembangunan. Bila ditilik lebih dalam unsur pembentuk IDM, baik indeks ketahanan sosial, ekonomi maupun lingkungan, akan terlihat titik lemah desa. Dari titik itulah masyarakat desa mengusulkan kegiatan pembangunannya.

Dan bukan hanya terkait perencanaan desa semata data IDM bisa digunakan. Dalam proses perencanaan Kabupaten dan Provinsi. Isian kuisioner dalam IDM tidak hanya soal yang terkait dengan kewenangan desa. Banyak di antara isian  kuisioner dari IDM  menyangkut kewenangan kabupaten, propinsi bahkan pusat. Karena itu, intervensi harus melalui kebijakan pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat. Bahkan mungkin ada kebijakan diambil tersebar di antara kewenangan desa, kabupaten, provinsi dan pusat

Oleh karena itu, sebelum didorong masuk dalam perencanaan, perlu satu workshop atau lokakarya khusus membedah  IDM yang melibatkan pihak – pihak terkait  pembangunan desa. Pembedahan penting sebab dengan cara itu bisa dilihat peran organisasi perangkat daerah  dan pihak terkait mengetahui kebijakan apa yang harus dioptimalkan.Tidak itu, lokus desa dari keebijakan juga lansung didapat sehingga ketika masuk dalam perencanaan pemerintah daerah seperti apa bentuk kegiatan dan di mana lokus kegiatannya.

Yang menarik lagi data-data IDM juga bisa dipadukan data-data lain yang ada di Desa, terutama data yang lebih mendetail, terutama data yang lansung menyentuh masyarakat sasaran. Bagaimanapun juga data IDM lebih bersifat kewilayahan.

Saat ini Kementrian Desa-PDTT sedang mengujicobakan pendataan dalam program Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM). Di mana pendataannya bersifat mikro (by name by address) dari keluarga yang hidup di desa. Melalui SIPBM, kondisi perumahan, sanitasi, penerangan, pendidikan, pendapatan dan pengeluaran satu keluarga bisa diketahui.

Bila data IDM dan SIPBM dapat dipadukan sebagai basis data dalam perencanaan pembangunan desa, tentu apa yang menjadi tujuan UU Desa yakni mengurangi kemiskinan dan peningkatan ekonomi masyarakat perdesaan dapat tercapai. (***)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Pilkada Serentak, Inilah Calon Kepala Daerah yang Diusung PPP

Konsumsi Avtur di Sumbar Bergerak Naik