in

Menang di MK, Marwah UUPA dan DPRA Kembali Terangkat

ACEHTREND.CO,Banda Aceh – Sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Kamis (11/1/2017) yang mengabulkan
uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, telah mengembalikan Marwah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 (UUPA) dan DPRA kembali terangkat. Upaya pengeliminasian UUPA melalui UU Pemilu, gagal dilakukan.

Dalam putusannya MK mengabulkan sebagian permohonan Ketua DPRA Teungku H. Muharuddin, Kautsar, SH.I, dan Samsul Bahri bin Amiren, yang menggugat Pasal 571 huruf d dan Pasal 557 ayat (2) UU Nomor tujuh Tahun 2017.

Dalam amar putusannya, MK menyebutkan bahwa pasal yang disengketakan itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Anggota DPRA Iskandar Usman Al Farlaky, seusai sidang mengatakan bahwa pasca penetapan dari MK, maka semua kegiatan yang berkaitan dengan pemilihan calon anggota KIP Aceh, KIP Kabupaten/kota, yang dilakukan oleh KPU RI, khusus di Aceh harus dihentikan, karena tidak sesuai dengan konstitusi.

“Dengan adanya putusan tersebut, semua hal yang berkaitan dengan kewenangan DPRA terhadap seleksi KIP tidak ada yang berubah, termasuk jumlah keanggotaan tetap 7 orang untuk KIP Aceh dan 5 orang untuk KIP Kabupaten/kota,” katanya.

Marwah Aceh Terangkat

Politikus muda Aceh dr. Purnama Setia Budi, Sp.OG, yang ikut hadir pada sidang pembacaan putusan itu, seusai sidang mengatakan bahwa putusan MK kali ini telah mengangkat kembali Marwah UUPA dan DPRA.

“UUPA itu bukan Undang-undang biasa. Itu produk hukum sekaligus produk politik yang lahir dari konflik bersenjata antara GAM dan RI. Tidak serta merta semua hal, atas alasan UU terbaru bisa menganulir UUPA. Hari ini MK telah dengan sangat bijaksana mengembalikan kehormatan itu kepada Aceh,” ujarnya.

Sementara itu pengamat politik dan keamanan Aceh Aryos Nivada, memberikan apresiasi terhadap keputusan MK terkait gugatan yang dilakukan oleh DPRA.

“Selain itu MK mengakui keistimewaan dan kekhususan Aceh. pengakuan Aceh sebagai daerah berstatus khusus diatur UUPA. Secara substansi kewenangan konsultasi yang diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 269 UUPA, khusus diberikan kepada Pemerintahan Aceh tidak kepada daerah- daerah lainnya. Baik yang diatur dengan undang-undang khusus atau istimewa maupun yang diatur dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Jika perubahan UUPA oleh DPR tidak melakukan konsultasi dan mendapat pertimbangan DPRA, maka proses perubahannya secara yuridis formal menjadi tidak sah. Hingga detik terakhir, diketahui Pemerintah Pusat tidak menyertakan bukti konsultasi antara pemerintah pusat dan DPRA. Sehingga MK menilai pencabutan pasal dalam UUPA tersebut belumlah melalui proses konsultasi sebagaimana diamanatkan UUPA” katanya.

Namun di sisi lain, aryos mengingatkan bahwa meskipun proses seleksi KIP tetap dikembalikan kepada DPRA, namun prosedur rekrutmen haruslah dilakukan secara transparan.

“proses seleksi KIP ke depan harus dilakukan secara transparan, kemudian dibuka peluang bagi publik untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Intinya, DPRA harus menjamin track record calon komisioner KIP yang diseleksi ke depan dengan membuka ruang bagi publik untuk mengawasi jalannya proses rekrutmen KIP dan Panwaslih” pungkas Aryos.

Komentar

What do you think?

Written by Julliana Elora

Pendapatan Bea Cukai Kepulauan Riau Melebihi Perkiraan Target

Sering Makan di Warteg Tak Bayar, Pria Berpangkat ‘Kolonel’ Dibui