Judul : Nasihat-nasihat Keseharian Gus Dur, Gus Mus, dan Cak Nun
Penulis : Ahfa Waid
Penerbit : Diva Press
Terbit : Oktober 2017
Tebal : 184 halaman
ISBN : 978-602-391-447-0
Buku Nasihat-nasihat Keseharian Gus Dur, Gus Mus, dan Cak Nun menyajikan rangkaian nasihat tiga tokoh tersebut. Gus Dur, misalnya, menasihati, “Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian (halaman 13).” Menurutnya, jabatan/kekuasaan sifatnya sementara. Maka ketika ada yang mempertahankan jabatan secara mati-matian, menimbulkan masalah berantai. Segala cara akan ditempuh demi mempertahankan jabatan.
Skandal korupsi KTP elektronik hingga kini menjadi sorotan nasional. Ini mendudukkan Ketua DPR, Setya Novantu, sebagai salah satu tersangka. Jelas ini akibat upaya mempertahankan jabatan dengan segala cara. Gus Dur meyakini, politik adalah cara menemukan jalan dan bekerja sampai batas tak tertanggungkan bagi kebahagiaan sebanyak-banyaknya manusia.
Para politikus yang tersangkut kasus korupsi 10 tahun terakhir membuktikan bahwa nasihat Gus Dur harus dilaksanakan, bukan hanya dilafalkan. Dalam sosok Gus Dur tecermin prinsip hidup kemajemukan, pluralisme, toleransi, dan taat kepada Tuhan tanpa batas. Itu menjadi nukleus (intisari) nasihat-nasihat Gus Dur. Intisari nasihat Gus Dur yang lain, menghormati setiap manusia berarti juga menghormati pencipta-Nya. Tanpa diskriminasi terhadap setiap manusia adalah upaya penghormatan tertinggi kepada Tuhan.
Sementara itu, Gus Mus menambahkan nasihat-nasihat humanistik. “Yang menghina agamamu tidak bisa merusak agamamu. Yang bisa merusak agamamu justru perilakumu yang bertentangan dengan ajaran agamamu,” kata Gus Mus (halaman 79). Konflik berbau SARA yang mencuat karena “sumbu pendek” atas dialektika yang tidak harmonis di antara masyarakat multikultural Indonesia, hanya bisa direkatkan melalui pemahaman dan komunikasi multiarah yang saling mengerti.
Untuk itulah, jangan sampai kesombongan dan kedengkian (kebencian) bersemayam dalam hati manusia. Gus Mus berpesan agar manusia selalu waspada. Jangan sampai kesombongan, kedengkian, dan kebencian terhadap manusia merasuki hati kita (halaman 82). Sebagai tokoh yang banyak hidup dan menimba ilmu di lingkungan pesantren sejak kecil membuat nasihat-nasihat Gus Mus berorientasi ke urusan akhirat.
Adapun Cak Nun, tokoh multitalenta, menyampaikan pesan-pesan orisional yang diperoleh berdasarkan pengalaman hidup. Cak Nun memberi petuah bahwa Tuhan telah menciptakan jodoh masing-masing. Jadi, kalau orang berbuat baik, jodohnya berkah. Kalau berbuat zalim, jodohnya azab.
Jangan gampang melakukan keburukan karena nanti akan ketemu jodohnya. Melihat berbagai persoalan manusia kontemporer dewasa ini, dia mengibaratkan orang hidup seperti permainan sepak bola. Setiap orang harus memiliki pemahaman memadai tentang diri dan posisinya agar tahu arah melangkah.
Ketiga tokoh ini banyak menggeluti bidang agama dan sosial kebudayaan. Tipologi Gus Dur yang moderat, Gus Mus yang religius, dan Cak Nun yang visioner-futuristik, menjadikan nasihat-nasihat mereka sangat tepat diteladani.
Sayang materi yang disajikan tidak mendapat kupasan mendalam dari akar historisnya. Misalnya, alasan nasihat-nasihat tiga tokoh tersebut dilontarkan. Idealnya harus disesuaikan antara teks, konteks, dan interkontekstualitas dengan kondisi sekarang. Diiresensi Imro Atun Fatimah, tinggal di Sleman