Menurut pembaca, uang lima miliar rupiah itu sedikit, banyak, atau banyak sekali? Tentu beragam jawaban yang bisa dikemukakan. Namun, bila mengingat kondisi masyarakat sekarang, sangat mungkin kebanyakan akan menjawab banyak sekali atau setidaknya banyak. Namun, ada yang menganggap uang lima miliar rupiah itu sedikit atau sangat sedikit. Uang itu bisa habis hanya sekali perjalanan ke luar negeri.
Setidaknya itulah yang diungkapkan pengacara Ketua DPR, Setyo Novanto, yang bernama Fredrich Yunadi. Pengacara ini memang luar biasa. Orang biasanya sangat merendah terhadap kekayaannya. Namun, dia terangterangan mengatakan bahwa hidupnya memang mewah. Dia gemar kemewahan. Bayangkan, sekali ke luar negeri saja dia menghabiskan lima miliar rupiah. Sementara itu, uang sebanyak lima miliar bagi orang kebanyakan bisa untuk hidup tujuh turunan.
Selain pengacara, banyak juga artis yang hidup bergelimpangan harta. Mereka terlalu mudah mendapat uang sehingga gampang pula menghabiskannya. Gampang masuk mudah keluar juga, begitulah kira-kira ungkapan yang tepat bagi harta para artis. Sesungguhnya, pamer kemewahan sangat tidak elok pada saat masyarakat hidup setengah mati karena terbelit kemiskinan.
Mari kita menghitung yang bisa dikerjakan dengan uang lima miliar rupiah. Andai dibagikan kepada 1.000 orang, setiap orang bisa memperoleh lima juta rupiah. Dengan uang lima juta rupiah seseorang bisa hidup dua bulan. Jadi dengan lima miliar, pengacara itu bisa menghidupi 1.000 orang selama minimal dua bulan.
Pertanyaannya, relakah uang tersebut dibagikan kepada sesama yang miskin? Hanya yang bersangkutan yang bisa menjawab. Selain itu, itu baru satu pengacara. Bagaimana kalau lima pengacara mendonasikan masing-masing lima miliar rupiah.
Itu berarti aka nada 5.000 orang tertolong hidupnya selama dua bulan. Di Indonesia ini banyak yang memiliki ratusan miliar rupiah. Bagaimana andai ada 1.000 orang menyumbangkan masing- masing satu miliar saja, tidak usah lima miliar rupiah, akan jauh lebih banyak orang miskin tertolong hidupnya.
Masalahnya, semangat berbagi belum menjadi darah daging bangsa, walau ada yang secara diam-diam, tanpa pamer di depan kamera atau media, telah melakukannya. Banyak yang diam-diam dengan penuh ketulusan berbagi kepada sesama. Mereka tidak pamer kemewahan, tapi dengan tulus budi “pamer” kemurahan hati di hadapan Tuhan. Manusia seperti inilah yang dibutuhkan masyarakat miskin Indonesia.
Orang miskin tidak membutuhkan pamer belanja sampai lima miliar karena tidak berdampak apa-apa bagi mereka. Orang miskin hanya berharap pada orang-orang kaya yang diam-diam terus bergerilya membantu tanpa pamer di depan wartawan.
Marilah hidup secara wajar. Boleh saja orang kaya raya kalau itu dari hasil kerja yang jujur, bukan korupsi atau mendapat aliran dana dari orang yang korupsi karena bekerja padanya. Mereka tak perlu pamer kemewahan kepada orang lain. Kalau tidak mau membantu orang miskin, tidak apa-apa, tetapi tidak perlu pamer kemewahan di depan mereka. Hal itu bisa sangat menyakitkan.
Betapa tidak, di saat jutaan orang tidak memiliki makan untuk hari ini, di depan mata mereka ada yang pamer memuntahkan uang lima miliar dalam sekali jalan-jalan. Jangan pamer, kalau tidak mau berbagi.