Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan, tentang Persaingan Tenaga Kerja
Untuk mengetahui lebih jelas persoalan tersebut, berikut wawancara Koran Jakarta dengan Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin), I Gusti Putu Suryawirawan.
Beredar kabar bahwa kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, dibanjiri pekerja migran asal Tiongkok. Tanggapan Anda?
Iya, di sana memang ada pekerja migran asal Tiongkok, tetapi jumlahnya tidak banyak. Dari sekitar 13 ribu pekerja di sana, pekerja asing hanya sekitar 2.000 orang.
Mereka didatangkan karena saat ini di kawasan industri tersebut sangat membutuhkan keahlian mereka. Mereka tidak semuanya bekerja di semua sektor tetap, hanya pada sektor-sektor tertentu saja yang benar-benar membutuhkan keahlian mereka. Mereka hanya dibutuhkan saat pembangunan proyek (EPC) dan comissioning.
Pengendalian penggunaan TKA diatur dalam UUUU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksananya. Selain itu, dalam UUUU dimaksud, ditegaskan bahwa dalam mempekerjakan TKA, pemberi kerja wajib menunjuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebagai pendamping TKA.
Anda hendak menggantikan pekerja migran dengan pekerja lokal. Seperti apa persiapan pemerintah?
Banyak hal yang kami rencanakan dan semuanya akan dilakukan. Kami menyiapkan pendidikan vokasional bagi industri Morowali serta bekerja sama dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi terdekat yang dianggap mampu menghasilkan SDM andal di sektor industri.
Sementara itu, dari tahun 2015–2017 Pusdiklat Industri Kemenperin telah menyiapkan SDM sektor smelter sebanyak 1.200 orang serta memulai pembangunan Politeknik Industri Logam Morowali Berbasis Kompetensi, Akademi Komunitas Industri Logam Bantaeng, dan Program Studi di Politeknik Akademi Teknik Industri Makassar yang ketiganya link and match dengan Industri.
Apakah Kemenperin punya skema pengurangan jumlah TKA?
Yah, kami sudah memiliki skemanya. Pemerintah memiliki skema terkait alih kompetensi di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Ditetapkan bahwa penggunaan TKA sebanyak 55 persen dan TKI sebanyak 45 persen pada tahap engineering, procurement, and construction (EPC).
Kemudian, menginjak tahun ketiga produksi, jumlah TKA berkurang menjadi 25 persen dan jumlah TKI meningkat menjadi 75 persen hingga menginjak tahun ke-5 produksi, jumlah TKA berkurang menjadi 15 persen dan jumlah TKI meningkat menjadi 85 persen. Itu bentuk proteksi kami untuk pekerja lokal.
Berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh kawasan industri Morowali itu?
Kawasan Industri Morowali serta membutuhkan tenaga kerja langsung sebanyak 20 ribu orang dan tidak langsung sekitar 80 ribu orang. Luasan areanya mencapai 2000 hektare dan diproyeksikan mampu meraup investasi sekitar 78 triliun rupiah karena kian banyak industri yang ditarik ke sana.
Saat ini, Kemenperin serius mendorong pertumbuhan industri smelter. Seperti apa perkembangannya sekarang?
Jumlah proyek itu sekarang 32. Namun, tidak semuanya smelter, ada yang hanya pengolahannya saja, tidak dengan pemurnian, tetapi semuanya sering digeneralkan sebagai smelter. Proyek itu tersebar di 22 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan nilai investasi sebesar 222,6 triliun rupiah atau 17,51 miliar dollar AS.
Apa keuntungannya dengan pembangunan smelter?
Keuntungannya nilai tambahnya kita peroleh. Kita tidak lagi mengeskpor barang mentah, tetapi barang jadi, banyak keuntungan untuk kita. Karena makin banyak industri yang ikut ditarik. Selama ini, kita hanya menjadi penonton perdagangan stainless teel di dunia, padahal sumber daya alam kita potensial untuk menjadi salah satu pemain terbesar di dunia. erik sabini/AR-3