JAKARTA – Hanya 500 ribuan dari 2,9 juta anak tidak bersekolah yang berhasil didorong untuk kembali ke bangku sekolah maupun lembaga kursus. Pemerintah mengakui kesulitan untuk mengembalikan anak tidak bersekolah kembali ke bangku sekolah. Staf Khusus Mendikbud Bidang Monitoring Implementasi Kebijakan, R Alpha Amirrachman, mengakui pemerintah mengalami kesulitan mengembalikan anak tidak bersekolah ke bangku sekolah.
Menurut Alpha, pemerintah mengasumsikan ada 2,9 juta anak tidak sekolah di Indonesia. Namun, dari jumlah tersebut hanya 500 ribunya saja per Mei 2017 yang kembali ke sekolah dan lembaga kursus tahun ini. “Tahun lalu lebih parah lagi, hanya 60 ribuan anak yang berhasil diajak untuk bersekolah atau masuk lembaga kursus,” kata Alpha di Jakarta, Rabu (7/6). Menurut Alpha, data ini akan terus bergerak naik sehingga semakin banyak anak yang dapat melanjutkan pendidikan.
Menurutnya, anak yang tidak menggunakan KIP lebih banyak tidak sekolah . Padahal, KIP sudah dikirim dan diberikan, tapi petunjuknya tidak juga dibaca oleh penerima. “Alhasil, dana PIP-nya ngendon di bank penyalur, sayang kalau uang tidak dipakai,” jelas Alpha. Sekjen Dikdasmen Kemendikbud, Thamrin Kasman, mengatakan siswa miskin pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang tidak mencairkan dana Program Indonesia Pintar (PIP) cukup banyak.
Data Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebuday aan (Kemendikbud) menyebutkan, pada 2016 siswa yang sudah mencairkan dana PIP sebanyak 16,628 juta orang atau 87 persen dari target 17,927 juta orang. Terdiri dari 9,76 juta siswa SD, 4,08 juta siswa SMP, 1,24 juta siswa SMA, 1,53 juta siswa SMK. Menurut Thamrin, banyak pemegang KIP tidak mau mencairkan dana PIP karena mengalami kesulitan ongkos.
Hal itu yang membuat pemerintah menginstruksikan agar sekolah melakukan pencairan secara kolektif. “Kalau siswa yang datang ke bank kan orang tuanya ngeluh gak punya uang untuk ongkos ke bank, makanya pemerintah menganjurkan untuk mendekatkan bank dengan siswa agar pencairannya bisa kolektif,” ujar Thamrin. Alasan lainnya adalah minimnya informasi tentang bagaimana mencairkan dana PIP.
“Tidak dapat informasi kalau jadi pemegang KIP. Ada pula yang sedang menunggu giliran pencairan,” paparnya. Thamrin mendorong agar masyarakat aktif mencairkan dana PIP di bank. Menurutnya, akan lebih baik bila dananya diambil dan bisa beredar di masyarakat sehingga membantu perekonomian masing-masing daerah. “Di sini, peran daerah sangat kami butuhkan. Sebab, sosialisasi tentang PIP bukan hanya urusan Kemendikbud, tapi juga daerah-daerah,” tegas Thamrin. cit/E-3