Lost Generation Masih Mengancam
Sumbar belum lepas dari ancaman lost generation (kehilangan generasi) unggul. Menyusul masih banyaknya ditemukan kasus gizi buruk hampir di seluruh kabupaten/ kota se-Sumbar. Bahkan, tujuh kabupaten memperlihatkan grafik peningkatan kasus gizi buruk.
Belum berhasilnya Sumbar mengatasi kasus gizi buruk ini, jelas menjadi catatan khusus dalam peringatan Hari Gizi Nasional yang diperingati hari ini (28/2).
Tujuh daerah memperlihatkan grafik peningkatan gizi buruk sesuai data Dinas Kesehatan Sumbar itu masing-masing, Pesisir Selatan (Pessel) meningkat dari 15 kasus pada 2015 menjadi 19 kasus pada 2016, Kabupaten Solok dari 9 kasus menjadi 12 kasus.
Kepala Dinkes Kabupaten Solok, Sri Efianti, tak menutup mata kasus gizi buruk masih ditemukan di daerahnya. Pasiennya tersebar mulai dari Singkarak, Kayujao, Tanjungbingkuang, Bukitsileh dan beberapa kawasan lainnnya.
“Tidak terkonsentrasi di suatu tempat. Tapi, menyeluruh di Kabupaten Solok,” terang Sri, kemarin (27/2).
Hanya saja, Sri menekankan bahwa penderita gizi buruk di Kabupaten Solok tidak seperti kasus-kasus di negara Afrika dan sebagainya. “Tidak sampai ceking dan sekurus kasus di luar negeri. Berat badannya kurang 60 persen dibandingkan dengan usianya,” bebernya.
Pemicunya, tambah dia, bukan soal ketercukupan. Namun, dampak penyakit lain yang diderita korban memicu menurunnya berat badan. Seperti, penyakit jantung, kelainan paru-paru, ginjal dan sebagainya. “Mayoritas yang terjangkit itu keluarga kurang mampu,” sebutnya.
Biar begitu, bukan berarti Dinkes Kabupaten Solok berlepas tangan. Di samping layanan berobat gratis, juga mendesak seluruh puskesmas segera menemukan pasien gizi buruk ke instansi terkait. “Seratus persen kita jamin pengobatan gizi buruk,” katanya.
Cenderung meningkatnya gizi buruk di kabupaten ini, juga diikuti dengan rendahnya pencapaian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif.
“Tahun 2016 lalu, ASI eksklusif kita baru mencapai angka 37 persen,” kata Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes Kabupaten Solok, Ada Herlina. Ke depan, pihaknya melakukan penyadaran kepada ibu-ibu menyusui akan arti penting ASI terhadap perkembangan anak.
Di Solok Selatan (Solsel), progress penurunan prevalensi penderita gizi buruk juga memperlihatkan grafik peningkatan. Bahkan periode Januari-Februari 2017, tercatat dua kasus penderita gizi buruk di Dikes Solsel.
Sekretaris Dinkes Solsel Vera Elfiatri didampingi Plh Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas), Yessi Darma Ikaputri menyebutkan, ada multifaktor yang mempengaruhi masalah gizi buruk di Solsel.
Persoalan ekonomi plus minimnya pengetahuan orang tua guna memberikan asupan perbaikan gizi bagi anak-anaknya masih menjadi sandungan. “Namun, kami tegaskan bahwa kami akan selalu bekerja keras mengatasinya,” katanya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Solsel, penderita mengalami demam, saraf terjepit disertai TBC, jantung bawaan dan TB anak, serta palaitostikis dan failvretothrive. “Kami sudah menyebar bidan di setiap jorong dan menggencarkan pos pelayanan terpadu (posyandu),” bebernya.
Berdasarkan statistik, sebaran penderita gizi buruk meliputi Nagari Pakanrabaa 1 kasus, Muarolabuh 2 kasus, Pakansalasa 2 kasus, Lubukgadang 2 kasus, Mercu 2 kasus dan Abai 1 kasus. Sedangkan 2 kasus yang terdata di Januari 2017 terdapat di Nagari Abai dan Lubukgadang.
Sementara penderita gizi kurang sepanjang tahun 2016 berjumlah 74 kasus. Nagari Pakanrabaa terbanyak dengan 23 kasus, disusul Pakansalasa 13 kasus, Mercu 11 kasus, Talunan dan Muaralabuh masing-masing 8 kasus, serta lalu Abai 6 kasus.
Sementara Nagari Bidaralam terendah dengan hanya 1 kasus dan Lubukgadang 4 kasus. “Alhamdulillah, semua penderita sudah mulai membaik,” katanya.
Kepala Dinkes Solsel, Novirman menekankan, untuk memantau kesehatan ibu hamil dan membantu kelahiran di Solsel, pihaknya menyediakan fasilitas rumah tunggu gratis. Lalu, pemberian makanan tambahan dan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI).
Di Pasbar, kasus gizi buruk memicu jatuhnya korban jiwa tahun lalu. Tepatnya, seorang warga Airbangis, Kacamatan Sungaiberemas. Mengenai anggaran gizi buruk dalam APBD 2017, dialokasikan bagi 25 anak dengan nominal Rp 1.080.000 per orang. Lalu, dibantu APBD Sumbar dan APBN pusat.
Selain itu, juga dialokasikan anggaran pemulihan gizi buruk dari pos gizi sebanyak Rp 2 juta per orang di 12 kejorongan. Sedangkan 2016 lalu, hanya dianggarkan Rp 1,5 juta per orang dari delapan kejorongan.
Kasi Gizi Resniwati melalui stafnya Ina Korestinawati menyebutkan, pihaknya membantu dengan memberikan makanan bergizi. “Pihak keluarga juga harus bertanggung jawab dan tidak menelantarkan anaknya,” kata dia.
Pakar gizi dari Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Unand Dr Denas Symond MCN menyebutkan, sebetulnya pemerintah sudah berupaya menekan kasus gizi buruk. Salah satunya lewat program 1.000 hari pertama kehidupan.
“Cuma saja, semua itu belumlah cukup. Pemerintah masih perlu menyalurkan bantuan langsung pada keluarga miskin guna memberantas gizi buruk,” tambah dia.
Di samping itu, perlu dibuat lokasi terapi khusus bagi anak-anak bergizi buruk, seperti dilakukan di Puskesmas Nanggalo Padang. Pemerintah juga harus melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah dan desa-desa untuk menerangkan bahaya gizi buruk.
Di sisi lain, Dinkes Sumbar mencatat 411 kasus gizi buruk sepanjang tahun lalu. Angka ini menunjukkan grafis penurunan sebanyak 79 kasus dibandingkan tahun 2015 berjumlah 490 kasus.
Cuma saja, seperti diakui Kepala Dinkes Sumbar Merry Yuliesday ketika dihubungi, tadi malam (27/2), tujuh daerah masih terjadi peningkatan.
Gizi buruk, menurut dia, bukan hanya terjadi karena faktor ekonomi, namun bisa terjadi karena kurangnya pendidikan dan perhatian orangtua terhadap pemenuhan gizi anak.
Hal ini diikuti dengan pola makan yang tidak seimbang orangtua ketika hamil, karena pemenuhan gizi dimulai ketika anak berada dalam kandungan.
“Mengantisipasi kasus gizi buruk, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah. Di antaranya, pemberian makanan tambahan dan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI). Kemudian melakukan pelayanan rutin melalui posyandu di masing-masing kabupaten dan kota di Sumbar,” kata dia. Sosialisasi dan pemantauan terhadap balita di masing-masing wilayah dengan langsung turun ke lapangan, juga dilakukan. (*)
LOGIN untuk mengomentari.