Palembang, BP
Gubernur Sum
Rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Sumsel HM Giri Ramanda N Kiemas dan didampingi jajaran Wakil Ketua DPRD Sumsel, kepala dinas dan SKPD terkait, Gubernur menjelaskan, guna mengoptimalkan pendapatan daerah khususnya yang bersumber dari bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB), ia mengusulkan perubahan ketentuan pasal 20 ayat (1) huruf a Perda No 3 tahun 2011 tentang pajak daerah yang mengatur bahwa tarif BBN-KB untuk penyerahan pertama semua ditetapkan sebesar 10 persen menjadi 12,5 persen .
Hal ini menurutnya sejalan dengan target penerimaan pajak daerah dari sektor BBN-KB pada tahun 2017 yaitu sebesar Rp600 miliar. Dengan estimasi rata-rata kendaraan roda empat yang daftar baru sebanyak 22.000 unit, roda dua yang daftar baru berjumlah 120.000 unit.
Dasar pengenaan tarif pajak BBN-KB sesuai dengan undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, pasal 12 ayat (1) huruf a yang menyebutkan penyerahan pertama BBN-KB paling tinggi sebesar 20 persen.
Dasar pertimbangan penyesuaian tarif tersebut adalah memperhatikan tingkat kemampuan masyarakat dan ketentuan pasal 12 ayat (1) huruf a undang-undang No 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang memberikan batas maksimal tarif BBN-KB untuk penyerahan pertama sebesar 20 persen.
Adapun keenam raperda tersebut adalah raperda tentang perubahan atas Perda No 4 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif ramah anak, raperda tentang perubahan ketiga atas perda No 3 tahun 2012 tentang retribusi jasa umum, raperda tentang perubahan atas Perda No 3 tahun 2011 tentang pajak daerah, raperda tentang perubahan keempat atas perda No 4 tahun 2012 tentang retribusi jasa usaha.
Lalu raperda tentang rencana pembangunan industri provinsi Sumsel tahun 2016-2035, dan raperda tentang ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat.
Gubernur menilai sebagai negara yang berdasarkan atas hukum, segala aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa serta bernegara termasuk dalam penyelenggaraannya pemerintah daerah harus berdasarkan hukum.
Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya suatu tatanan yang tertib di bidang peraturan perundang-undangan (produk hukum daerah).
Peraturan daerah, menurutnya, merupakan aturan hukum yang paling dekat dan paling bersentuhan langsung dengan kehidupan dan kepentingan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan materi/muatan/substansi dari peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Di samping itu, mengingat peraturan daerah merupakan sub sistem atau bagian dari kerangka sistem hukum nasional maka pengaturan substansinya harus dapat memperkuat sendi-sendi negara kesatuan berdasarkan konstitusi, sendi kerakyatan (demokrasi) dan sendi kesejahteraan sosial.
Dalam perkembangan dunia modern yang serba cepat, kegiatan-kegiatan pembangunan tentu tidak dapat menunggu sampai dengan terciptanya sistem hukum yang komprehensif. Pembangunan menuntut adanya aturan-aturan hukum yang melandasi segala kegiatannya termasuk hal-hal baru yang ditimbulkan oleh pembangunan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka produk hukum yang diperlukan saat ini adalah peraturan yang akomodatif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan dinamika pembangunan yang terus berubah dan berkembang.
Oleh karena itu produk hukum yang dibuat harus mampu mengakselarasi perubahan, kebutuhan pembangunan dan lentur terhadap munculnya tuntutan kebutuhan hukum masyarakat yang senantiasa terus berkembang dan dinamis.
“Sehubungan dengan hal-hal tersebut pada rapat paripurna DPRD Sumsel XXII tahun 2017 ini kami mengajukan enam raperda masing-masing,” katanya.
Persidangan akan dilanjutkan pada 18 Januari 2017 untuk mendengarkan tanggapan fraksi-fraksi.#osk