Tekan Utang l Kenaikan ULN Tak Terlepas dari Besarnya Kebutuhan untuk Membangun Infrastruktur
JAKARTA – Pemerintah perlu meminimalkan penggunaan utang luar negeri yang kian membengkak untuk pembangunan. Pemerintah dinilai dapat menjadi sumber pendanaan lain selain utang, termasuk optimalisasi dana BPJS Ketenagakerjaan. Kebutuhan pendanaan di dalam negeri, terutama untuk pembangunan infrastruktur selama ini sangat besar.
Terlebih lagi, penerimaan fiskal, terutama dari pajak, belum sesuai target yang diharapkan sehingga memicu defisit cukup besar. Namun, penarikan utang luar negeri dianggap bukan satu-satunya upaya untuk menekan defisit tersebut. Pemerintah dinilai dapat menggali sumber pendanaan lain dari dalam negeri, selain utang.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mendorong penggunaan dana-dana menganggur atau idle yang ada di dalam negeri untuk membangun infrastruktur. Dana idle itu, menurut dia, tersimpan dan dikelola dalam jangka panjang, seperti BPJS Ketenagakerjaan. “Jadi, sumber dana (idle) itu bisa dioptimalkan. Dana asuransi juga bisa.
Kita membayar asuransi, diapain uang kita, disimpan dan dikelola di reksadana dan saham. Nah, pemerintah bisa mendorong supaya jangan terlalu banyak di reksadana tapi dibanyakin di infrastruktur,” kata Heri. Menurut Heri, proyek infrastruktur merupakan proyek jangka panjang. Selama dalam kurun waktu tertentu, danadana idle itu dijamin bakal bisa kembali.
Seperti diketahui, selama lima tahun terakhir, utang luar negeri naik hampir dua kali lipat. Pada 2012, beban utang baru sekitar 2.000 triliun rupiah. Terkini, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia hingga Februari 2017 mencapai 321,7 miliar dollar AS atau sekitar lebih dari 4.262 triliun rupiah.
Diakui Heri, saat ini, pemerintah memang membutuhkan suntikan dana cukup besar untuk membangun infrastruktur. Terlebih lagi, proyek-proyek tersebut sudah groundbreaking. Karena itu, pemerintah membutuhkan biaya besar yang harus terus-menerus dikeluarkan agar proyek tersebut tetap berjalan sesuai target. “Berutang memang solusi tercepat untuk mengatasi krisis finansial di dalam negeri. Apalagi, penerimaan pajak tidak bisa diharapkan terlalu besar untuk membiayai infrastruktur,” ujarnya.
Bergantung Dollar AS
Sayangnya, lanjut Heri, utang yang diterbitkan pemerintah banyak dibeli oleh asing. Dampaknya, imbuh dia, negara akan semakin bergantung pada dollar AS untuk membayar utang. Kondisi tersebut dikhawatirkan semakin membuat kurs rupiah semakin rentan terfluktuasi.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menilai kenaikan utang luar negeri tak terlepas dari besarnya kebutuhan Indonesia membangun infrastruktur. Dalam lima tahun ke depan, anggaran pembangunan infrasruktur yang dibutuhkan sekitar 4.900 triliun rupiah.
Menurut Darmin, kebutuhan uang sebesar itu tidak cukup jika hanya dibiayai dari APBN. “Jadi, apa boleh buat (utang) karena pembangunan infrastruktur perlu biaya, tapi sekali investasi bisa dipakai 20–30 tahun,” ujar Darmin.
ahm/E-10