MEDAN ( Berita ) :Pengamat Politik dari Universias Sumatera Utara (USU) Ahmad Taufan Damanik, menilai ambang batas dukungan memajukan pasangan calon presidan (Presidential Threshold) sebesar 20 persen tidak fair. Seharusnya itu ditiadakan, krena pemilihan umum (Pemilu ) legislatif dan presiden dilakukan serentak.
Ahmad Taufan Damanik,mengatakan itu kepada Wartawan, Jumat (21/7), menanggapi telah disahkannya Undang-undang Pemilu oleh DPR RI.Dalam memutuskan UU Pemilu ini, isu yang paling hangat adalah menyangkut persoalan Presidential Threshold dan Parliamentary Threshold. Selain itu, telah ditetapkan juga Sistem Pemilu, Dapil Magnitude dan Metode Konversi Suara.
Ahmad Taufan Damanik,menyebutkan dengan adanya ambang batas, berarti system yang dilakukan pada Pemilu 2019, masih menggunakan hasil Pemilu 2014. Padahal, dipastikan hasil tersebut akan berubah. “Ini juga tidak fair bagi partai baru yang mengikuti Pemilu 2019. Karena mereka tidak punya suara di dalam pencalonan,”tegasnya.
Kemudian, sebut Ahmad Taufan Damanik, untuk mendapatkan pencalonan lebih luas, ambang batas tentu tidak relevan. Dengan begitu member kesempaatan seluas-luasnya kepada semua calon pemimpin bangsa untuk tampil mengajukan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
“Ini juga semakin mengecilkan peluang oligarki partai besar di dalam pencalonan. Artinya, bila tanpa ambang batas,maka partai kecil pun bisa mengajukan calon presiden. In ijuga mengurangi peluang Pilpres terlalu dikendalikan kekuatan uang, karena tanpa ambang batas berarti calon dengan modal kekuatan uang terbatas juga bisa tampil,” bebernya.
Paling baik lagi, menurut Ahmad Taufan Damanik, jika pintu terbuka untuk mengajukan diri lewat perseorangan,walaupun setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) peluang ini sudah tertutup sama sekali.
Ahmad Taufan Damanik,menyebutkan jika melihat peta politik yang ada, maka pemenang Pemilu 2014 yakni PDIP, sekali pun tak punya pilihan lain,kecuali harus berkoalisi, demikian juga lainnya
.Isunya adalah, apakah peta politik di parlemen, yakni terdiri dari dua kubu (Gerindra, PKS, Demokrat dan PAN) akan tetap berlangsung hingga 2019. Kalau masih berlangsung maka calon presiden kemungkinan hanya ada dua, yakni Jokowi dan penantangnya dari kubu Gerindra-PKS-PAN dan Demokrat. “Pemilu lalu bisa terulang antara Prabowo Subianto dan Jokowi,’’ sebutnya.
Cepat berubah
Begitupun, Ahmad Taufan Damanik, menyebutkan bahwa realitanya dinamikan politik nasional seringkali cepat berubah,sejalan dengan perubahan kepentingan politik masing-masing partai.“Lihat saja Pilkada DKI, dimana Demokrat berhasil membangun kubu kekuatan ketiga dengan mengajak PKB, PPP dan PAN melawan kubu partai pemerintah yang akhirnya mengganjal Ahok, memenangkan Pilkada di putaran pertama, dan akhirnya malah kalah telak diputaran kedua,” ulasnya.
Katanya, tidak bisa disangkal pula, kekuatan Golkar faksi Jusuf Kalla (JK), memainkan peranan penting memenangkan Anis-Sandi.
Demikian pula sebagian elemen PKB dan PPP.Kekenyalan politik ini lah yang juga perlu diperhitungkan dalam pemilihan legislatif nanti.Sedangkan terkait ambang batas 4 persen sangat baik,artinya proses seleksi di parlemen semakin ketat dengan begitu koalisi pemerintahan juga tidak terlalu melebar.
Namun, sambungnya, akan banyak suara rakyat terbuang karena tidak terwakili di DPR RI mengingat partai-partai yang tidak lewat ambang batas akan kehilangan kursi di DPR RI.
Tapi,setidaknya ini semakin mem-perkuat mekanisme parlemen serta sistem Presidensial kita,karena bila terlalu banyak partai di parlemen, semakin sulit pula roda pemerintahan berjalan efektif.
Begitu pun, ia mengingatkan, partai-partai yang sekarang sudah ada di parlemen tidak perlu pula merasa jumawa, seolah sudah pasti akan lolos,karena ambang batas. Dinamika politik akhir-akhir ini yang demikian kencang, bisa saja merubah peta suara dukungan politik 2019.
Di sini lah, katanya, peran masing-masing partai memainkan strategi pemenangan Pemilu, termasuk strategi awal melalui Pilkada serentak 2018. “Saya kira baik di Pemilu legislatif mau pun Pemilu presiden, kontestsi politik 2019 akan sangat ketat.
KPU, Bawaslu, media dan seluruh masyarakat mesti bersama-sama menciptakan Pemilu yang lebih berbobot,terbuka dan fair sehingga kepemimpinan nasional ke depan memiliki legitimasi yang kuat membangun bangsa,” demikian Ahmad Taufan Damanik (WSP/m49/I)