Meja di Rutan Kelas II-B Kota Pekanbaru itu digebrak berkali-kali oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly. Ia kesal begitu tahu ada banyak pemerasan terhadap tahanan di Rutan Sialang Bungkuk, Pekanbaru. Pungli dan pemerasan ini yang diduga memicu kaburnya 448 orang tahanan dari rutan tersebut Jumat lalu.
Institute Criminal Justice Reform mencatat ini adalah kasus kaburnya penghuni rutan atau lapas terbesar di Indonesia. Menurut lembaga ini, masalah utama adalah kelebihan kapasitas penghuni rutan. Situasi dibuat makin panas dengan adanya pungli atau pemerasan oleh petugas rutan. Kementerian Hukum dan HAM bahkan menemukan kalau tahanan sengaja ditumpuk dalam satu ruangan supaya mudah diperas. Jika mau pindah ruangan, silakan sedia uang Rp 1 juta. Atau kalau mau menelfon keluarga. Atau mau dijenguk oleh keluarga.
Ketika kapasitas penjara hanya 361, tapi diisi oleh 1800 tahanan, jelas kondisi sangat jauh dari layak. Dan ini adalah masalah klasik, yang tak hanya dialami oleh rutan di Pekanbaru, tapi juga oleh rutan-rutan lainnya di seluruh Indonesia. Tahun 2015 misalnya, Penjara Salemba tercatat sebagai yang paling padat se-Indonesia karena menampung jumlah tahanan empat kali lipat dibandingkan kapasitasnya.
Kita tahu, ini macam lagu lama yang terlalu sering kita dengar. Kondisi rutan yang tidak layak sangat rentan dimanfaatkan lewat aksi pemerasan, seperti terjadi di rutan Pekanbaru. Pemerintah perlu hadir dengan terobosan sehingga kondisi ini tidak terus terjadi. Sembari juga memberi sanksi tegas bagi petugas yang terbukti melakukan pemerasan dan pungli.