Pemerintah tidak ingin menciptakan bangsa yang “kerdil”. Karena itu, pemerintah berkomitmen terus berupaya memperbaiki gizi bayi dan balita.
JAKARTA – Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar 60 triliun rupiah untuk penanganan anak kerdil (stunting) akibat kekurangan gizi kronis di Tanah Air. Sebanyak 12 kementerian dan lembaga dilibatkan dalam penanganan masalah stunting ini. “Anggarannya sudah ada, gabungan dari 12 kementerian- lembaga itu totalnya bisa sampai 60 triliun rupiah,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, seusai rapat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang dipimpin Wapres, Jusuf Kalla, di Jakarta, Rabu (9/7).
Hadir dalam rapat tersebut di antaranya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, Menteri Sosial, Khofifah Parawansa, Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Sandjojo.
Puan mengatakan untuk penanganan stunting tersebut ada dua bentuk intervensi yang dilakukan yaitu terkait kesehatan dan nonkesehatan. Sebelumnya, pemerintah menetapkan 50 kabupaten dan kota yang akan diintervensi untuk penanganan stunting, namun saat ini bertambah menjadi 100 kabupaten serta kota. Hal tersebut, menurut Puan, terkait dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan TNP2K bahwa sudah ada intervensi di hampir 20 persen kabupaten-kota maka untuk penanganan di 100 kabupaten- kota akan dimulai 2017 hingga 2019.
“Intinya, bagaimana menyinergikan semua program yang sekarang ini dilakukan sendiri-sendiri. Namun, semua program itu kami minta ke Bappenas masukkan ke dalam RKP sehingga 100 kabupaten kota ini menjadi daerah percontohan,” tambah dia. Jusuf Kalla mengatakan pemerintah tidak ingin menciptakan bangsa yang kerdil.
Karena itu, pemerintah berkomitmen terus berupaya memperbaiki gizi bayi dan balita dengan harapan ke depan tidak ada lagi anak-anak dengan pertumbuhan badan kerdil. “Kita membicarakan masa depan bangsa karena masa depan itu tergantung kelahiran bayi, kemudian kesehatannya. Kita tidak ingin menciptakan bangsa yang kerdil, karena itu perlu diperbaiki,” kata dia.
Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek, mengatakan pemerintah menargetkan penurunan kasus stunting yang sebetulnya sudah mulai menurun saat ini, namun masih ada masalah terkait gizi. “WHO menetapkan di bawah 20 persen. Sebenarnya ada beberapa daerah yang sudah berhasil menurunkan stunting, tapi ada 100 lokasi yang masih tinggi dan sensitif, misalnya, akses air bersih dan sanitasi tidak ada maka kita kerjanya ini ‘keroyokan’ beberapa kementerian dan lembaga,” kata Menkes.
Anak kerdil (stunting) muncul akibat kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1.000 hari pertama kehidupan, tetapi stunting baru nampak setelah anak berusia dua tahun.
Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, dan penurunan produktivitas. “Berdasarkan Riskerdas yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2013, sekitar 37 persen atau kurang lebih sembilan juta anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting,” tandasnya.
100 Kabupaten
Dalam kesempatan itu, Menkes, Nila F Moeloek, juga mengatakan bahwa pemerintah memfokuskan penanganan stunting di 100 kabupaten/kota yang dinilai memiliki masalah ini tertinggi di Tanah Air pada 2017–2018. Kabupaten/kota yang menjadi target prioritas untuk intervensi stunting tersebut, di antaranya Kabupaten Aceh Tengah, Pidie, Langkat, Padang Lawas, Nias Utara, Kota Gunungsitoli, Kabupaten Pasaman, Pasaman Barat, Rokan Hulu.
Kemudian, Kabupaten Kerinci, Ogankomering Ilir, Kabupaten Kaur, Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Tengah, Bangka Barat, Natuna, Kepulauan Seribu, Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Kabupaten Bandung, Garut, Tasikmalaya, dan Kuningan. Selanjutnya, Kabupaten Cirebon, Sumedang, Indramayu, Subang, Karawang, Kabupaten Bandung Barat, Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, dan Wonosobo. cit/Ant/E-3