Freeport Indonesia saat ini sudah menghentikan produksinya, karena belum mau menerima rekomendasi izin ekspor yang diberikan oleh Kementerian ESDM.
Untuk menerima izin ekspor itu, Freeport harus mengubah statusnya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Freeport belum mau menerima klausul IUPK yang diberikan pemerintah.
Alhasil, produksi konsentrat menumpuk dan tidak bisa diekspor. Sementara pabrik pemurnian (smelter) di Gresik yang biasa menyerap 40% konsentrat juga setop produksi karena mogok karyawan.
Saham Freeport McMoRan sepanjang Februari 2017 jatuh, dari harga tertingginya US$ 16,89/lembar di awal Februari, menjadi US$ 14,13/lembar pada 21 Februari 2017.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan sikap pemerintah terhadap Freeport adalah sesuai dengan Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba).
“Freeport itu perusahaan publik. Kalau dia berhenti dia juga akan jatuh sahamnya. Jadi dalam hal ini tidak ada yang disebut menang atau kalah. Kalau kita mau terus menerus akan menuju kepada hal yang sifatnya negatif, pasti tidak hanya buruk kepada kita, namun juga buruk kepada Freeport Indonesia sendiri,” ujar Sri Mulyani.
DETIK
Redaksi: Please enable Javascript to see the email address
Informasi pemasangan iklan
Hubungi: Please enable Javascript to see the email address
Telp. (0651) 741 4556
Fax. (0651) 755 7304
SMS. 0819 739 00 730