Elfindri: Siapkan SDM, Bisnis dan Infrastruktur
Rencana pemindahan ibukota negara dari Jakarta ke Kalimantan bisa memberikan dampak positif bagi Sumbar jika pemda mampu menyiapkan serius sumber daya manusianya. Pasalnya, ibu kota yang baru memiliki peluang baru, baik dari sisi usaha maupun lapangan pekerjaan. Kalangan pengusaha di Sumbar dan perantau juga mesti mencermatinya sebagai peluang berbisnis atau membuka usaha baru.
“Bagi kita, jika pemindahan ibu kota negara ini betul-betul terjadi, bisa saja berdampak positif di bidang ekonomi seperti para pedagang retail dan garmen dari Sumbar. Kemudian, orang Sumbar yang juga terkenal dengan pemilik usaha rumah makan bisa membuka cabang baru atau merintis usaha di ibu kota yang baru nantinya,” ujar Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas Padang, Elfindri kepada Padang Ekspres, kemarin (13/7).
Namun demikian, katanya, pemerintah daerah juga harus menyiapkan berbagai hal, seperti sumber daya manusia berkualitas yang mampu bersaing dengan daerah lain. Dari segi infrastrukur, pemda juga harus menyiapkannya. “Kalau jadi (pindah ke) Kalimantan, dari segi infrastruktur juga harus dikembangkan. Misalnya, jalur kapal laut Sumbar ke sana perlu disiapkan. Selain itu, fasilitas bandara dan pelabuhan perlu dibenahi,” tambahnya.
Dari aspek pembangunan, Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas Padang Syafruddin Karimi menilai, belum yakin kebijakan pemindahan ibu kota akan tereseliasasi dalam waktu dekat. Harus dilihat, apakah perencanaannya sudah selesai? Seperti apa rencananya? Berapa biayanya? Sanggupkah APBN membiayai dengan kondisi ekonomi seperti sekarang di mana pemerintah selalu tambah utang untuk bangun infrastruktur.
“Pemindahan ibu kota ini perlu kajian, serta penelitian yang mendalam. Sebab, kalau kita mau bangun sebuah ibu kota baru, itu pasti membutuhkan biaya besar. Pembangunan ibu kota dengan segala fasilitas baru hingga berjalannya roda pemerintahan, saya pikir memakan waktu minimal 25 tahun,” jelasnya.
Menurutnya, diskusi publik sangat penting dilakukan agar semua pihak paham akan maksud dan tujuan pemerintah memindahkan ibu kota negara ini. Jika pemindahan ibu kota hanya akan memberatkan utang negara, sebaiknya kebijakan tersebut mesti dikaji lebih mendalam kembali.
“Saya tidak membayangkan kalau sebuah ibu kota baru akan dibangun dengan biaya utang luar negeri pula. Saya tidak harapkan itu terjadi. Sebuah ibu kota yang bakal jadi kebanggaan bangsa kita mesti dibangun dengan jerih payah kita, yaitu dengan surplus pendapatan negara. Itu harus dipikirkan pemerintah, wakil rakyat dan kita semua,” ingatnya.
Sebagai negara demokratis, kata Syafruddin, diskusi publik perlu ada sebelum ada keputusan resmi negara untuk pindah ibu kota. Termasuk, mengkaji apa dampaknya terhadap daerah lain. Apabila pembiayaannya dari APBN tentu akan berpengaruh terhadap alokasi dana untuk daerah-daerah lain.
“Jadi, manfaatnya apakah akan merata buat seluruh Indonesia? Saya pikir tidak karena belanja akan terkonsentrasi di daerah pembangunan ibu kota baru. Lalu, Sumbar mau apa? Sumbar tidak bisa apa-apa kalau pemerintah sudah putuskan untuk itu. Apa yang harus dilakukan Sumbar? Serius saja kerja memajukan daerah ini dengan segala kelebihan dan kekuarangannya,” jelasnya.
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi dari Universitas Bung Hatta Syafrizal Chan menilai, jika alasan pemerintah untuk pemerataan semata, maka pemindahan ibukota belum tepat. Selain itu, jika lokasi yang dipilih Kalimantan, juga terlalu jauh. “Seharusnya pemerintah bisa berkaca pada Malaysia yang memindahkan ibu kota pemerintahannya ke Putra Jaya dari Kuala Lumpur. Walaupun dipindahkan, jarak ke dua kota tersebut tak jauh dan tidak seperti jarak antara Jakarta dengan Kalimantan,” tegasnya.
Kalau memang niat pemerintah untuk pemerataan ekonomi, Syafrizal lebih mendorong pemerintah membagi ratusan kantor pusat BUMN di Jakarta ke berbagai daerah di Indonesia sehingga ekonomi daerah bisa terangkat.
Dampak ekonomi pemindahan ibu kota ke Kalimantan, katanya juga tidak akan terlalu menonjol bagi Sumbar mengingat jarak terlalu jauh. Apalagi tren sekarang banyak bepergian ke negara tetangga, apakah itu untuk urusan bisnis, jalan-jalan maupun melanjutkan pendidikan. “Jadi orang kita tentu lebih memilih ke negara tetangga dari pada ke daerah lain, apalagi ke Kalimantan,” jelasnya.
Sementara itu, mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago memperkirakan, dibutuhkan setidaknya anggaran sekitar Rp 10 triliun dari APBN setiap tahun selama 10 tahun untuk membangun ibu kota baru. Tokoh nasional asal Sumbar yang juga penggagas Visi Indonesia 2033 yang salah satu gagasannya adalah pemindahan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan ini menambahkan, anggaran membangun pusat pemerintahan di ibu kota baru harus bersumber dari APBN, bukan swasta.
Menurutnya, dibutuhkan kajian komprehensif dan serius dari sekarang karena memindahkan ibu kota tidak bisa cepat. Di antaranya, kajian kebijakan pemerintah dan DPR dari sisi peraturan perundang-undangan dan anggaran, lokasi yang tepat dengan pertimbangan seperti ketersediaan air, lingkungan, pengendalian banjir, tingkat risiko bencana alam dan lainnya. “Paling tidak butuh waktu 10 tahun untuk melakukan kajian dan membangun ibu kota baru. Semuanya harus disiapkan secara matang karena pemanfaatannya untuk jangka panjang,” ujar Andrinof baru-baru ini di Padang.
Di sisi lain, Andrinof mengingatkan pemda di Sumbar agar lebih serius memperhatikan pertumbuhan ekonomi, tidak terlena oleh berbagai penghargaan yang diperoleh. Dia mendorong pemda di Sumbar “belajar” ke Sulawesi yang sumber daya alamnya mirip daerah ini tapi pertumbuhan ekonominya jauh lebih baik. “Bahkan mungkin Sumbar lebih kaya, tapi kenapa pertumbuhan ekonomi kita jauh di bawah Sulawesi dan hanya sedikit di atas rata-rata nasional?” ujarnya.
Dari sisi angka pertumbuhan ekonomi, katanya, Sumbar sedikit berada di atas rata-rata nasional, tapi angka pengangguran juga di atas nasional. “Padahal, sebagian tamatan SMA dan sarjana di Sumbar juga sudah mencari kerja ke daerah lain atau merantau. Jadi ini harus diatasi secara serius,” katanya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.