in

Tingkatkan Akses Kesehatan Desa

Layanan dan fasilitas kesehatan berteknologi tinggi hanya melimpah di daerah perkotaan, masyarakat di perdesaan masih sulit mengakses.

JAKARTA – Pemerintah didorong untuk mempersempit kesenjangan fasilitas kesehatan antara kota dan desa tersebut. Selama ini kemudahan serta ketersediaan layanan kesehatan berkualitas baik yang sebagian besar berada di kota membuat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) lebih banyak dinikmati masyarakat perkotaan.

Pendiri Pusat Kajian Kebijakan Reformasi Sistem Kesehatan, Luthfi Mardiansyah, mengatakan program JKN meski telah mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun masih banyak kekurangannya. Kekurangan itu terutama pemanfaatannya yang belum optimal, terutama bagi masyarakat perdesaan. “Layanan kesehatan dan fasilitas kesehatan berteknologi tinggi hanya melimpah di daerah perkotaan, jarang diakses masyarakat desa,” kata Luthfi.

Kondisi kesenjangan fasilitas kesehatan ini, menurut Luthfi, menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah sebelum JKN mencakup universal coverage pada 2019. “Jika fasilitas kesehatan dan dokternya belum tersedia di daerah maka tidak tepat dikatakan sebagai universal coverage,” tegas mantan Chairman International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) itu. Tidak hanya terkait fasilitas kesehatan, pemerintah juga harus memberi perhatian pada upaya-upata promotif dan preventif agar dapat menurunkan beban biaya kesehatan.

Sebab, lanjutnya, sejak tahun pertama program JKN diluncurkan, sudah terjadi defisit anggaran yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Bahkan pada akhir 2016, defisit anggaran BPJS Kesehatan mencapai sembilan triliun rupiah. “Kenapa terjadi defisit anggaran di BPJS Kesehatan karena kegiatan promotif dan preventifnya belum berjalan dengan baik. Terlalu banyak orang yang berobat,” ujar Luthfi.

Apalagi, lanjut Luthfi, BPJS Kesehatan menanggung biaya penyakit-penyakit katastropik yang umumnya membutuhkan biaya tinggi, seperti kanker, jantung, gagal ginjal, dan diabetes. Untuk pasien gagal ginjal, misalkan biaya cuci darah bisa mencapai 15 juta rupiah per bulan. “Pasien gagal ginjal jumlahnya sangat banyak.

Belum lagi pasien dengan penyakit-penyakit lainnya. Jadi, tak aneh kalau BPJS Kesehatan jadi defisit,” sebut Luthfi. Melalui kegiatan promotif dan preventif, Luthfi akan mengajak masyarakat untuk peduli atas tindakan yang berdampak pada memburuknya kesehatan. Seperti kebiasaan merokok, pola hidup yang tidak sehat dan kebiasaan makan yang tidak sehat.

“Kegiatan promotif dan preventif ini harus dilakukan secara berkelanjutan dan dikoordinasikan lembaga yang paling dekat dengan warga yaitu lewat RT/RW. Karena bukan persoalan mudah mengubah kebiasaan,” ujarnya.

Perbanyak RS

Swasta Dalam kesempatan terpisah, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Sigit Prio Utomo, mendorong agar lebih banyak lagi rumah sakit swasta yang bergabung dengan JKN. Mengingat masih berkutatnya keluhan masyarakat terkait akses dan kualitas layanan RS atau fasilitas kesehatan rujukan tingkat rujukan dalam JKN.

“Kebutuhan masyarakat akan RS di daerah akan sulit dipenuhi jika hanya mengandalkan anggaran dari pemerintah,” tegas Sigit. Untuk itu, pemerintah harus dapat merangkul RS swasta untuk bergabung dengan JKN. “Jika ada beberapa poin kesepakatan yang RS swasta merasa berat itu yang harus dicarikan solusinya,” tegas Sigit. cit/E-3

What do you think?

Written by virgo

BJB Jadi Jaringan Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan

Ketulusan dan Keikhlasan yang Mendasari Sebuah Rasa Menguatkan Hati Ini Untuk Bisa Memaafkan Sekalipun Terkadang Menuai Luka