Hendra: Bisa Menjangkiti Siapa Saja
Ancaman terjangkit penyakit epilepsi/ ayan di Sumbar mulai memperlihatkan grafik peningkatan sejak beberapa tahun terakhir. Kendati belum diketahui berapa angka pastinya, namun paling kurang gambaran itu terlihat dari jumlah kunjungan pasien epilepsi ke RSUP M Djamil Padang mencapai 150 pasien per bulannya.
Gambaran itu dikemukakan dokter spesialis syaraf dr Hendra Permana SpS kepada Padang Ekspres di RSUP M Djamil Padang, baru-baru ini. Penyakit yang dipicu gangguan pada sistem syaraf otak manusia seiring terjadinya aktivitas berlebihan dari sekelompok sel neuron itu, menurut Hendra, bisa menyerang siapa saja.
”Perlu diketahui bahwa penyakit epilepsi ini hanya di bawah 1 persen disebabkan faktor genetik. Selain itu, juga dipicu kerusakan otak akibat stroke atau trauma, infeksi otak dan cacat bawaan. Cuma saja, sebagian besar faktor penyebabnya tidak diketahui. Makanya, sulit memprediksi penyebab utama penyakit satu ini,” sebut Hendra yang intens mengkaji penyakit satu ini.
Merujuk keterangan di atas, argumen yang terlanjur berkembang di masyarakat bahwa penyebab utama penyakit ini akibat faktor keturunan tidak sepenuhnya benar.
Di samping itu, tambah Hendra, gejala terjangkit penyakit ini tak mutlak hanya terlihat dengan kejang-kejang secara berulang-ulang dengan air liur berbusa.
”Malahan anak-anak yang kerap bengong dengan tingkat kecerdasan kurang, juga bisa menjadi pertanda awal gejala penyakit ini. Artinya, peranan guru maupun orangtua sangat menentukan dalam mengindentifikasi gejala awal seseorang terkena epilepsi. Begitu juga seseorang yang tiba-tiba memperlihatkan gejala gangguan jiwa seperti berbicara sendiri-sendiri, hal ini juga bisa jadi pertandanya,” ujarnya.
Nah, bila seseorang sudah memperlihatkan gejala epilepsi ini, Hendra menyarankan agar bersangkutan dihindarkan dari benda-benda berbahaya.
Termasuk, dilarang mengemudikan kendaraan. Pasalnya, jika tiba-tiba bersangkutan kejang-kejang dan tak sadarkan diri, tentu membahayakan jiwa atau penumpang yang dibawanya.
”Berdasarkan analisa medis, bila hanya kejang-kejang dalam rentang waktu 2-3 menit, sebaiknya bisa ditangani sendiri. Namun bila sudah sampai 5 menit, barulah perlu segera dibawa ke dokter. Perlu diingat, sewaktu pasien kejang-kejang, sangat tidak disarankan diberi air atau memasukan benda ke dalam mulutnya. Hal itu, dikhawatirkan bisa membuat pasien kesulitan bernapas akibat saluran pernapasan tersumbat dan berisiko kematian,” ujar dia.
Lantas bisakah pengidap epilepsi sembuh? Hendra menyebut, peluang sehat secara medis dari penyakit epilepsi ini sangat terbuka. Syaratnya, harus mengkonsumsi obat-obatan selama dua tahun secara terus menerus dan menjalankan anjuran dokter.
”Bila dua tahun ke depan tidak ada memperlihatkan kejang-kejang, hal itu menjadi pertanda bersangkutan sudah sembuh. Biar begitu, harus tetap dilakukan pemantauan lima tahun ke depan. Bila tetap tidak ada kejang-kenjang selama itu, berarti pasien 80 persen sembuh,” ujar dia.
Menyikapi ini, pihaknya secara intensif melakukan sejumlah penyadaran ke tengah masyarakat terhadap penyakit satu ini. Termasuk, selama momen peringatan Hari Epilepsi Internasional bertajuk ”Putting Epilepsy in the Picture” yang puncaknya pada 26 Februari mendatang.
”Kita menggelar Pekan Epilepsi 6-13 Februari, sosialisasi lewat media cetak maupun elektronik, seminar epilepsi dan lainnya,” ujar dia. (*)
LOGIN untuk mengomentari.