in

Wisata Halal

Keberhasilan Sumbar memenangkan dua kategori umum plus satu kategori khusus di kompetisi halal tingkat dunia “The World Halal Tourism Award 2016”, benar-benar melegakan. Inilah kali pertama Sumbar memenangkan kompetisi wisata halal tingkat dunia. Cuma saja, sekarang jelas tak mudah. Keberhasilan memenangkan kompetisi ini tak akan ada artinya, bila mindset masyarakat, infrastruktur dan faktor pendukung lainnya tak disiapkan. Bisa-bisa hanya menambah deretan panjang kekecewaan dari wisatawan tersebut.

Terlebih lagi, meraup hasil maksimal dalam sebuah kompetisi berskala dunia sekalipun, bukan serta merta membuat wisatawan lokal maupun asing berbondong-bondong datang ke Sumbar. Namun, lebih kepada pintu gerbang wisatawan mengenal Sumbar. Kita tahu, bicara Indonesia pastilah orang lebih mengenal Bali.

Kita jelas perlu mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Pemprov Sumbar mendorong pemkab/pemko se-Sumbar lebih serius mengelola dan mengembangkan daerah masing-masing. Bahkan, sejumlah keberhasilan bisa diraih, baik berbentuk sejumlah penghargaan yang diraih sejumlah daerah, maupun ditandai dengan mulai bertumbuh dan berkembangnya objek wisata baru.

Di Padang misalnya, objek wisata pantainya kian diminati pengunjung. Pesisir Selatan dengan Kawasan Wisata Terpadu Mandehnya. Atau, Bukittinggi dengan Jenjang Seribu, maupun pembenahan perpakiran dan objek wisatanya.

Namun semua itu, tentu belumlah cukup. Faktor paling berat mendorong pengembangan pariwisata di Sumbar tak lain mengubah mindset masyarakatnya sendiri. Bukan apa-apa, tipikal masyarakat Sumbar masih berbeda jauh ketimbang daerah lainnya, seperti Bali. Hal paling mendasar, tentunya mengubah mindset masyarakat yang berdomisili sekitar objek wisata.

Sebagus apapun pengembangan objek wisata yang dilakoni pemerintah, tetap saja tak berarti apabila aksi premanisme, main pakuak ataupun tabiat tak ramah masih dimiliki masyarakat. Tentu hal tak serta merta hanya dibebankan pada Dinas Pariwisata, namun juga didukung institusi lain plus praktisi wisata maupun perguruan tinggi. Semuanya harus mampu bersinergi mengubah mindset masyarakat lebih ramah dan melayani wisatawan.

Di samping itu, membenahi jalur birokrasi menjadi pekerjaan rumah selanjutnya. Untuk hal ini memang sudah dilakukan Pemprov Sumbar bersama pemkab/pemko se-Sumbar. Cuma saja, belum sepenuhnya berhasil. Terutama, terkait kepastian waktu dan biaya layanan. Birokrasi tak perlu dan berbelit-belit, sudah saatnya dipangkas. Bila perlu kewenangan dalam perizinan tertentu yang selama ini menumpuk di ibu kota kabupaten/kota, cukup hanya selesai di tingkat kecamatan atau nagari.

Hal tak kalah pentingnya, bagaimana pengelolaan maupun branding objek wisata itu sendiri. Tentunya, harus diikuti dengan calender of ivent yang sudah ditata secara berkelanjutan yang tentunya harus dikoordinir kepala daerah.

Selama ini memang ada, cuma saja belum sepenuhnya konsisten. Bahkan beberapa kasus, hanya akibat hal-hal sepele pemkab/pemko begitu saja membatalkan atau menundanya. Padahal, konsistensi dan kepastian sebuah kemutlakan dimiliki dalam membangun dunia pariwisata.

Terlepas dari semua itu. Kita tentu berharap keberhasilan Sumbar memenangkan kompetisi wisata halal tingkat dunia ini, benar-benar berpengaruh terhadap kedatangan wisatawan ke Sumbar. Dengan begitu, keberadaan sektor unggulan dalam menggerek kesejahteraan masyarakat ini bisa terwujud nyata hendaknya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Defri Yenti dan Yurneli, Juru Masak di Kediaman Wako Solok

Garuda Indonesia Buka Direct Flight ke Mumbai India