Penyanyi Minang yang dikenal kerap membawakan lagu lama yang diaransemen ulang, memiliki pandangan tersendiri terhadap lagu Minang tempo dulu. ”Lebih bermakna dibanding lagu Minang yang hadir di era modern ini,” ujar Zahria, 36. Sejauh ini, Zahria sudah menghasilkan 23 album sepanjang karier profesionalnya.
Di samping memenuhi undangan manggung dalam dan luar daerah, serta undangan pernikahan, kini penyanyi yang bermukim di Surau Kamba Tigo Baleh Bukittinggi itu, juga menyibukkan diri sebagai penjahit. Baginya bernyanyi tidak harus melahirkan album setiap saat, namun lebih penting konsistensi mengeluarkan album menjadi tujuannya.
Makanya, dia tidak mematok satu album dalam setahun. Penyanyi mulai tenar lewat tembang ”Batu Tagak”, ”Ampun Mandeh” dan ”Palai Bada” dalam album perdananya tahun 1999 itu, baru saja mengorbitkan album ke-23-nya berisikan lagu ”Cinto Saputiah Mego”, ”Sutan Batawi” dan ”Bayangan Uda”. ”Alhamdulillah, tahun ini album ke-23 Ria (sapaan ahria, red) diedarkan, persisnya pertengahan puasa lalu,” ucapnya.
Kelahiran album itu, menurut Zahria, berbekal dari semangat dan potensi bernyanyi yang dimilkinya sejak kecil. Semasa balita, Zahria sudah sering menunjukkan kemampuan bernyanyi di hadapan orang banyak. ”Tidak tahu juga kenapa bisa bernyanyi, ayah dan ibu Ria bukan penyanyi. Mungkin bakat dari lahir,” ucapnya.
Melihat bakat anaknya itu, sang ayah Ahmad Zainir terus mendorongnya bernyanyi. ”Waktu kakak perpisahan, Ria juga disuruh bernyanyi, padahal belum sekolah,” kenang dia.
Sejak masuk sekolah, kepercayaan Ria terus terbangun. Tak hayal sejumlah iven dan festival bernyanyi diikuti penyanyi Minang kelahiran 14 April itu. ”Dari proses juara berbagai festival itulah, Ria melahirkan album, persisnya tahun 1999,” tuturnya.
Kini, seiring kian matangnya kemampuan olah vokalnya, Ria bertekad terus menghadirkan lagu Minang yang sarat falsafah kehidupan Minangkabau.
”Ria lebih menyukai aransemen ulang lagu penyanyi senior. Syair-syair lagu lama itu indah dan memberikan pembelajaran bagi kehidupan,” sebut istri dari Arham itu.
Berkat keseriusan dan kerja kerasnya, Ria kerap mentas di luar daerah termasuk di Malaysia. ”Lagu Minang itu pemersatu dan auranya luar biasa ketika di hadapkan pada banyak orang Minang di perantauan,” kata alumni SMAN 2 Bukittinggi itu.
Dia berharap kiprahnya di blantika musik Minang terus hadir dan dikenang penikmat lagu Minang, seperti halnya Yeni Puspita dan Elly Kasim. ”Ria ingin terus berkarya seperti beliau (Yeni Puspita dan Elly Kasim, red),” tukas putri Bahrida itu.
Kepergian kedua orangtuanya yang berjarak dua bulan akhir 2010 dan awal 2011 lalu, membuat Zahria terpukul. Namun berkat pondasi agama yang sudah tertanam sejak kecil, membuat semangat hidupnya kembali berkobar. ”Ria harus bangkit, karena Ria yakin dengan hal itu membuat ayah dan ibu bangga,” tekad Ria. (*)
LOGIN untuk mengomentari.