in

Amanah

Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak telah dilaksanakan di 101 daerah Rabu (15/2). Termasuk dua daerah di antaranya dari Sumbar. Yakni Kota Payakumbuh, dan Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Pilkada Kota Payakumbuh kali ini diikuti tiga pasangan calon (paslon). Masing-masing; Wendra Yunaldi-Ennaidi Dt  Angguang, Riza Falepi-Erwin Yunaz, dan pasangan Suwandel Muchtar-Fitrial Bachri.

Sedangkan Pilkada Kabupaten Kepulauan Mentawai bertarung dua pasangan calon. Yakni pasangan Yudas Sabaggalet-Kortanius Sabeleakek, dan pasangan Rijel  Rijel Samaloisa–Binsar Saleleubaja.

Sesuai tahapan coblos dan penetapan paslon terpilih, usai pemungutan suara 15 Februari lalu itu, agenda selanjutnya rekapitulasi suara pada 16 Februari lalu hingga 27 Februari mendatang.

Barulah pada 8-10 Maret nanti KPU melakukan penetapan paslon terpilih tanpa sengketa. Meski demikian, saat ini rata-rata tiap-tiap daerah sudah bisa mengetahui paslon yang menang. 

Satu hal yang cukup menggembirakan, pihak keamanan mengonfirmasi bahwa pelaksanaan pilkada 2017 berjalan lancar. Memang ada sejumlah kejadian kecil.  Namun, berbagai kejadian itu tidak sampai membatalkan pelaksanaan pemungutan suara.

Jika dibandingkan dengan masa kampanye, tentu ketegangan pada saat pemungutan suara 15 Februari lalu tidak ada apa-apanya. Masa kampanye terlalu banyak dikotori informasi-informasi sampah, fitnah, dan serangan personal yang bertebaran melalui media sosial.

Jika Pilkada diibaratkan sebuah kompetisi, muaranya sudah pasti melahirkan para pemenang. Menang kalah dalam sebuah kompetisi itu mutlak. Kini (boleh dikatakan) para pemenang itu sudah ada. Tinggal lagi ditetapkannya perolehan suara KPU Sumbar pada 8-10 Maret mendatang.

Harapan umum adalah paslon yang kalah atau gugur bisa legawa. Tak perlu memperpanjang persoalan. Apalagi, Undang-Undang Pilkada sudah mengatur selisih perolehan suara yang bisa digugat, yakni di kisaran 0,5 sampai 2 persen, bergantung jumlah penduduk. Jika selisih suara di atas angka itu, paslon tidak bisa menggugat.

Namun, bak kata orang bijak, tidak ada gading yang tidak retak. Kalau ada pihak yang menemukan hal yang tidak sesuai, laporkan ke pihak berwajib agar diselesaikan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Apapun bentuk pelanggarannya, biarlah hukum yang menyelesaikannya.

Kita jangan sampai terserat emosi, apalagi sampai berbuat anarkis. Sehingga suasana aman dan kondusif yang selama ini terbina tidak ternoda. Lalu, daripada membuat gaduh lewat media sosial, ada baiknya saat ini berpikir lebih rasional.

Untuk pemilih yang paslonnya mengajukan gugatan, jangan mudah percaya dengan informasi-informasi personal tentang paslon yang bertebaran di dunia maya. Percayalah, sumber informasi itu lebih banyak berasal dari tim sukses paslon. Kebenarannya amat sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Ada banyak media massa yang terikat hukum, etika, dan tanggung jawab terhadap kebenaran berita. Informasi-informasi dari merekalah yang sebenarnya lebih bisa dipercaya. 

Bagi pemilih yang jagoannya menang, tak perlu lama-lama bereuforia. Kita justru punya tanggung jawab agar kepala daerah terpilih bekerja sesuai harapan. Jangan pernah lupa janji-janji selama masa kampanye. Bila perlu ditulis untuk menjadi pengingat. Suatu saat, jika sang kepala daerah lupa, kita tinggal menagih janji-janji itu. 

Awasi mereka dengan ketat, ingatkan akan janji-janji yang diobral selama kampanye, dan jika tak amanah, pastikan untuk menghukum mereka serta partai-partai yang mengusung pada pemilihan berikutnya.

Sebab, mengutip penulis Alan Moore, bukan rakyat yang semestinya takut kepada pemerintah. Tapi, sebaliknya, merekalah (pemerintah, pen) yang harus melayani warga. Bukan sebaliknya.

Kepada para pemenang, kita berharap bisa menjalankan amanah dengan baik. Bagaimanapun masyarakat sudah menjatuhkan pilihan kepada paslon terpilih. Buktikan kinerjanya untuk menjawab kepercayaan para pemilih. 

Yang terpenting lagi, jika diibaratkan paslon yang menang bak sepasang kekasih yang melenggang ke jenjang perkawinan, warga berharap mereka tetap langgeng hingga akhir. Jangan sampai “bercerai” di tengah jalan.

Tak dipungkuri, kasus ‘cerai’ di tengah jalan ini sudah banyak terjadi di tengah pasangan kepala daerah, terutama pada pasangan yang baru sama-sama satu kali terpilih.

Sudah menjadi rahasia umum, demi kepentingan untuk maju lagi sebagai kepala daerah pada pemilihan berikutnya, belum lagi berjalan setahun, mereka sudah saling sikut, saling jegal, dan saling menjatuhkan satu sama lainnya.

Harapan yang sama kita harapkan kepada wakil kepala daerah yang baru sekali duduk, sementara kepala daerahnya seorang incumbent. Jangan terlalu over melakukan pencitraan demi mengejar target ‘naik kelas’ pada pemilihan lima tahun berikutnya.

Untuk ‘naik kelas’, cukup dengan menunjukkan kerja keras dalam menjalankan amanah. Tunjukkan prestasi dalam melayani warga. Masyarakat dengan sendirinya bakal menilai, mana pemimpin yang sungguh-sungguh, dan mana hanya haus kekuasaan semata. Ingat, masyarakat kita sekarang sudah cerdas menilai. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Tergelincir, Motor Masuk Jurang

Inflasi Bahan Pangan Harus Ditekan